Tuesday, February 23, 2010

Rengekan Yang Membosankan

“Mas, hari ini pulang jam berapa? Dinda minta dijemput ya, dan setelah itu kita ke Giant beli semua keperluan mingguan, ya Mas?” demikian rajuk Dinda pada suaminya yang hanya mengangguk-angguk dibalik handphone. “ Mas, jawab dong, kok diam saja sich”.

“Mas, tahu gak siapa yang ambil minyak wangi Dinda, aduh, kan ada 3 set kecil, kok hilang 2 sich, Mas lihat gak? Apa Mas pindah pindahin, aduh, Mas, kalau mindahin apa-apa bilang dong, Dinda kan jadi repot nih. Mas! bentak Dinda sengit, Mas dengar gak sich, Dinda ngomong apa? Mas kok gitu sich, orang ngomong dicuekin ukhg” rungut Dinda kesal.

Mas, Mas, Mas tahu tidak kawan lamaku yang namanya Irma, dia sekarang hebat banget lho Mas, sudah punya anak lima tapi badannya masih langsing, katanya sich perawatan macam-macam, tapi heran juga ya Mas, kok punya istri secantik Irma, suaminya masih selingkuh juga. Menurut Mas apa suami yang selingkuh itu karena mereka gak tahu bahwa istrinya sudah berjuang sekuat tenaga mengurus anak, mengurus tubuh dan semua itu kan dilakukan untuk suaminya. Menurut Mas, bila suaminya Irma, bla bla bla, tanpa memperdulikan bahwa Mas Ari masih lelah dan baru saja duduk di kursi tamu sepulang dari kantor. Dinda terus saja nyerocos walau tangannya yang lincah tetap mengaduk teh hangat untuk suaminya. Ketika tersadar, Dinda melihat suaminya sudah setengah tertidur dengan kepala mendongak dan dasi yang terlepas dari kemejanya.

“Subhanalloh Mas, Mas Ari kok gitu sich, baru pulang kantor langsung tertidur, mandi dulu Mas, ganti bajunya, capek kan dan berkeringat, demikian jerit kecil Dinda yang sontak membangunkan Mas Ary. Tanpa berkata apa-apa, Mas Ari segera ngeloyor ke kamar mandi dan menikmati guyuran demi guyuran air yang terasa begitu nikmat pada sore itu, yang mana suara istrinya sudah tak terdengar lagi dan yang ada hanyalah kesegaran sesaat. Kemudian digantikan dengan pekikan baru dari Dinda, yang mendapati suaminya keluar dari kamar mandi dengan kaki becek dan membasahi karpet ruang tengah dan itupun tak cukup dengan omelan kecil Dinda yang mendapati teh hangatnya tidak disentuh sedikitpun, serta kue bolu coklat yang Dinda siapkan dari siang hari tergelatak begitu saja dirubung semut. Sementara Mas Ari hanya duduk diam di kursi ruang tengah sambil menonton berita mengenai “Pembebasan Bibit Chandra yang dinyatakan belum terbukti bersalah,” dan lagi-lagi pekikan melenting dari Dinda yang mengajak Mas Ari makan malam, membuat Ari semakin menyadari betapa pulang ke rumah malah membuat dirinya menjadi tidak dapat beristirahat karena tidak adanya ketenangan dan kebebasan dalam beristirahat dan melakukan kegiatan yang disukai, walau menonton berita sore sekalipun.

Kali lain Dinda terus membuat rengekan-rengekan yang pada awalnya disukai Mas Ari, tapi hal itu tak lama, karena rengekan-rengekan manja yang terdengar seperti ketidakberdayaan dari seorang wanita bernama Dinda. Sewaktu pacaran dulu terdengar menyenangkan, ditambah lagi dengan suara yang nampaknya mendayu dayu, menggemaskan dan membuat mas Ari seperti sangat dibutuhkan. Rengekan itu tidak begitu mengganggu, namun ketika kesibukan Mas Ari semakin banyak dan waktu seakan sangat kurang buat mencukupi seluruh keinginan sang istri, Maka rengekan manja itu malah membuat suaminya menjadi lelah dan kesal. Apalagi terkadang rengekan itu disampaikan dengan wajah cemberut, berbau tuduhan dan penuh bumbu yang berlebihan, sehingga hal ini lambat laun menimbulkan kebosanan dan kejenuhan pada Mas Ari, yang bila dibiarkan akan membuat Mas Ari merasa malas berada di dekat Dinda.

Bila rengekan dan semua keluh kesah Dinda disampaikan pada saat yang tidak tepat, seperti suami baru pulang kerja, atau suami sedang menghadapi masalah yang sangat pelik, atau mungkin juga dikala suami sedang sangat lelah, Maka sebagai seorang istri Dinda harus pandai untuk menjadikan rengekan itu sebagai sesuatu kekuatan bagi sang suami untuk melindungi bukan sebagai suatu beban, yang bila diteruskan, Maka rengekan yang mebosankan itu akan membuat para suami merasa tidak nyaman di rumah, dan naudzubillahimin dzalika, akan membuat para suami mencari kenyaman diluar, dan ketahuilah bahwa hal itu: sangat, berbahaya, saudara-saudar

Buku Penyebab Indonesia Dijajah Belanda 3,5 Abad

Tahukah Anda bahwa karena sebuah bukulah maka bangsa Belanda bisa sampai di Nusantara dan melakukan penjajahan atas bumi yang kaya raya ini selama berabad-abad? Buku tersebut berjudul Itinerario naer Oost ofte Portugaels Indien, yang ditulis Jan Huygen van Linshoten di tahun 1595. Inilah kisahnya:

Jauh sebelum Eropa terbuka matanya mencari dunia baru, warga pribumi Nusantara hidup dalam kedamaian. Situasi ini berubah drastis saat orang-orang Eropa mulai berdatangan dengan dalih berdagang, namun membawa pasukan tempur lengkap dengan senjatanya. Hal yang ironis, tokoh yang menggerakkan roda sejarah dunia masuk ke dalam kubangan darah adalah dua orang Paus yang berbeda. Pertama, Paus Urbanus II, yang mengobarkan perang salib untuk merebut Yerusalem dalam Konsili Clermont tahun 1096. Dan yang kedua, Paus Alexander VI.

Perang Salib tanpa disadari telah membuka mata orang Eropa tentang peradaban yang jauh lebih unggul ketimbang mereka. Eropa mengalami pencerahan akibat bersinggungan dengan orang-orang Islam dalam Perang Salib ini. Merupakan fakta jika jauh sebelum Eropa berani melayari samudera, bangsa Arab telah dikenal dunia sebagai bangsa pedagang pemberani yang terbiasa melayari samudera luas hingga ke Nusantara. Bahkan kapur barus yang merupakan salah satu zat utama dalam ritual pembalseman para Fir’aun di Mesir pada abad sebelum Masehi, didatangkan dari satu kampung kecil bernama Barus yang berada di pesisir barat Sumatera tengah.

Dari pertemuan peradaban inilah bangsa Eropa mengetahui jika ada satu wilayah di selatan bola dunia yang sangat kaya dengan sumber daya alamnya, yang tidak terdapat di belahan dunia manapun. Negeri itu penuh dengan karet, lada, dan rempah-rempah lainnya, selain itu Eropa juga mencium adanya emas dan batu permata yang tersimpan di perutnya. Tanah tersebut iklimnya sangat bersahabat, dan alamnya sangat indah. Wilayah inilah yang sekarang kita kenal dengan nama Nusantara. Mendengar semua kekayaan ini Eropa sangat bernafsu untuk mencari semua hal yang selama ini belum pernah didapatkannya.

Paus Alexander VI pada tahun 1494 memberikan mandat resmi gereja kepada Kerajaan Katolik Portugis dan Spanyol melalui Perjanjian Tordesillas. Dengan adanya perjanjian ini, Paus Alexander dengan seenaknya membelah dunia di luar daratan Eropa menjadi dua kapling untuk dianeksasi. Garis demarkasi dalam perjanjian Tordesilas itu mengikuti lingkaran garis lintang dari Tanjung Pulau Verde, melampaui kedua kutub bumi. Ini memberikan Dunia Baru—kini disebut Benua Amerika—kepada Spanyol. Afrika serta India diserahkan kepada Portugis. Paus menggeser garis demarkasinya ke arah timur sejauh 1.170 kilometer dari Tanjung Pulau Verde. Brazil pun jatuh ke tangan Portugis. Jalur perampokan bangsa Eropa ke arah timur jauh menuju kepulauan Nusantara pun terbagi dua. Spanyol berlayar ke Barat dan Portugis ke Timur, keduanya akhirnya bertemu di Maluku, di Laut Banda.

Sebelumnya, jika dua kekuatan yang tengah berlomba memperbanyak harta rampokan berjumpa tepat di satu titik maka mereka akan berkelahi, namun saat bertemu di Maluku, Portugis dan Sanyol mencoba untuk menahan diri. Pada 5 September 1494, Spanyol dan Portugal membuat perjanjian Saragossa yang menetapkan garis anti-meridian atau garis sambungan pada setengah lingkaran yang melanjutkan garis 1.170 kilometer dari Tanjung Verde. Garis itu berada di timur dari kepulauan Maluku, di sekitar Guam.

Sejak itulah, Portugis dan Spanyol berhasil membawa banyak rempah-rempah dari pelayarannya. Seluruh Eropa mendengar hal tersebut dan mulai berlomba-lomba untuk juga mengirimkan armadanya ke wilayah yang baru di selatan. Ketika Eropa mengirim ekspedisi laut untuk menemukan dunia baru, pengertian antara perdagangan, peperangan, dan penyebaran agama Kristen nyaris tidak ada bedanya. Misi imperialisme Eropa ini sampai sekarang kita kenal dengan sebutan “Tiga G”: Gold, Glory, dan Gospel. Seluruh penguasa, raja-raja, para pedagang, yang ada di Eropa membahas tentang negeri selatan yang sangat kaya raya ini. Mereka berlomba-lomba mencapai Nusantara dari berbagai jalur. Sayang, saat itu belum ada sebuah peta perjalanan laut yang secara utuh dan detil memuat jalur perjalanan dari Eropa ke wilayah tersebut yang disebut Eropa sebagai Hindia Timur. Peta bangsa-bangsa Eropa baru mencapai daratan India, sedangkan daerah di sebelah timurnya masih gelap.

Dibandingkan Spanyol, Portugis lebih unggul dalam banyak hal. Pelaut-pelaut Portugis yang merupakan tokoh-tokoh pelarian Templar (dan mendirikan Knight of Christ), dengan ketat berupaya merahasiakan peta-peta terbaru mereka yang berisi jalur-jalur laut menuju Asia Tenggara. Peta-peta tersebut saat itu merupakan benda yang paling diburu oleh banyak raja dan saudagar Eropa. Namun ibarat pepatah, “Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga”, maka demikian pula dengan peta rahasia yang dipegang pelaut-pelaut Portugis. Sejumlah orang Belanda yang telah bekerja lama pada pelaut-pelaut Portugis mengetahui hal ini. Salah satu dari mereka bernama Jan Huygen van Linschoten. Pada tahun 1595 dia menerbitkan buku berjudul Itinerario naer Oost ofte Portugaels Indien, Pedoman Perjalanan ke Timur atau Hindia Portugis, yang memuat berbagai peta dan deksripsi amat rinci mengenai jalur pelayaran yang dilakukan Portugis ke Hindia Timur, lengkap dengan segala permasalahannya.

Buku itu laku keras di Eropa, namun tentu saja hal ini tidak disukai Portugis. Bangsa ini menyimpan dendam pada orang-orang Belanda. Berkat van Linschoten inilah, Belanda akhirnya mengetahui banyak persoalan yang dihadapi Portugis di wilayah baru tersebut dan juga rahasia-rahasia kapal serta jalur pelayarannya. Para pengusaha dan penguasa Belanda membangun dan menyempurnakan armada kapal-kapal lautnya dengan segera, agar mereka juga bisa menjarah dunia selatan yang kaya raya, dan tidak kalah dengan kerajaan-kerajaan Eropa lainnya.

Pada tahun 1595 Belanda mengirim satu ekspedisi pertama menuju Nusantara yang disebutnya Hindia Timur. Ekspedisi ini terdiri dari empat buah kapal dengan 249 awak dipimpin Cornelis de Houtman, seorang Belanda yang telah lama bekerja pada Portugis di Lisbon. Lebih kurang satu tahun kemudian, Juni 1596, de Houtman mendarat di pelabuhan Banten yang merupakan pelabuhan utama perdagangan lada di Jawa, lalu menyusur pantai utaranya, singgah di Sedayu, Madura, dan lainnya. Kepemimpinan de Houtman sangat buruk. Dia berlaku sombong dan besikap semaunya pada orang-orang pribumi dan juga terhadap sesama pedagang Eropa. Sejumlah konflik menyebabkan dia harus kehilangan satu perahu dan banyak awaknya, sehingga ketika mendarat di Belanda pada tahun 1597, dia hanya menyisakan tiga kapal dan 89 awak. Walau demikian, tiga kapal tersebut penuh berisi rempah-rempah dan benda berharga lainnya.

Orang-orang Belanda berpikiran, jika seorang de Houtman yang tidak cakap memimpin saja bisa mendapat sebanyak itu, apalagi jika dipimpin oleh orang dan armada yang jauh lebih unggul. Kedatangan kembali tim de Houtman menimbulkan semangat yang menyala-nyala di banyak pedagang Belanda untuk mengikut jejaknya. Jejak Houtman diikuti oleh puluhan bahkan ratusan saudagar Belanda yang mengirimkan armada mereka ke Hindia Timur. Dalam tempo beberapa tahun saja, Belanda telah menjajah Hindia Timur dan hal itu berlangsung lama hingga baru merdeka pada tahun 1945.

Thursday, February 4, 2010

Cinta...siramilah ia biar subur!

Ah, cinta itu boleh tumbuh, subur dan berbuah. Cinta juga boleh lumpuh, terkubur dan musnah. Ramai pasangan yang berkahwin, tetapi tidak sampai setahun, cintanya patah. Ada juga yang berkahwin, berpura-pura bahagia. Akhirnya kecundang, berpisah di usia senja. Namun lebih ramai yang terus berkahwin, namun rumah tangganya bagai pusara… tidak ada cinta, jauh sekali bahagia. Jika terdetik sahaja di dalam hati, “Aku tidak berpisah dengannya (pasangan kita) hanya kerana anak-anak…” itu petanda bahaya. Selalu kita diingatkan “hadiah” termahal untuk anak-anak ialah mencintai ayah atau ibunya (isteri atau suami kita). Jadi, jangan sekali-kali kematian cinta. Bina dan binalah lagi walaupun bagaimana perit dan deritanya. Satu kebaikan perlu dimulakan berkali-kali. Jangan terperangkap dalam ilusi kesempurnaan. Jadi, binalah cinta berkali-kali. Walaupun sukar sungguh mencari ”kerana-kerana”nya lagi, tapi jangan putus asa. Cari dan binalah kerana yang baru. Jangan jemu. Berilah dan teruslah memberi. Insya-Allah, akan terpinggir juga akhirnya rasa benci, jemu dan letih oleh karenah, kekurangan atau “keburukan” pasangan kita. Ingat selalu, terlalu banyak “sebab” untuk menyintai, berbanding sebab untuk membenci! Jangan cepat berubah hati. Bila “kerana-kerana” yang lain sudah hilang dan terasa tiada sebab untuknya mencintai lagi, ketahuilah itulah permulaan CINTA sejati. Itulah cinta tanpa syarat yang terlalu mahal harganya. Kata hukama, “di kala manusia hilang segala-galanya, maka ketika itulah dia menemui siapa dirinya yang sebenar.”


Cintailah pasangan kita kerana Allah. Ikhlaslah dalam bercinta. Inilah yang akan mengekalkan rasa cinta selepas perkahwinan. Jangan terikat dengan cinta yang murah – yakni cinta berbentuk “maddiah” (fizikal dan material). Jangan diteladani syaitan yang terlalu materailistik, yang merasakan dirinya yang tercipta daripada api lebih baik dari Adam yang tercipta dari tanah. Syaitan terlalu material. Sebaliknya, mulianya Adam kerana ilmu dan ketaatannya kepada Allah. Cinta kita jangan berpusatkan materail dan fizikal! Saya pernah terdengar kata yang pesimis, perkahwinan itu adalah pusara cinta. Semakin bertambah usia perkahwinan, kata mereka, semakin tipis rasa cinta. Tidak ada lagi kemanisan, kehangatan dan keharmonian seperti yang pernah dirasakan sebelum bernikah dahulu. Segala-galanya menjadi semakin suram dan bungkam… seakan-akan pusara. Hakikatnya, dakwaan di atas adalah satu bentuk tipuan syaitan untuk menghindarkan manusia daripada perkahwinan. Agar dengan itu, kebanyakan manusia tertipu untuk beranggapan bahawa kemanisan cinta hanya dapat dinikmati dalam lembah dosa pergaulan bebas dan perzinaan. Namun kita lebih tertarik dengan kata yang optimis – perkahwinan itu adalah kebun cinta. Semakin lama berkahwin, semakin menebal dan mendalam rasa cinta. Akan ada kemanisan, keharmonian dan ketenangan sepanjang kembara mengharungi kehidupan berumah tangga.

Dalam alam rumah tangga, pasti ada kesusahannya tetapi ada juga kesenangannya. Ada kepahitan, namun kemanisan yang seiringannya juga lebih banyak. Susah-susah pun dijanjikan pahala. Inilah janji Islam, yang menegaskan ada “syurga” di dunia. Di mana lagi? Kalau bukan di dalam rumah tangga kita – Baiti Jannati! Apa yang harus dilakukan untuk menjadikan perkahwinan itu sebagai kebun cinta bukan pusara? Salah satu caranya ialah dengan menjaga perasaan, sama ada perasaan kita sendiri dan perasan pasangan kita. Cinta itu berkait rapat dengan perasaan. Sering disebut “perasaan” cinta bukan “fikiran” cinta. Maka menjaga perasaan samalah dengan menjaga cinta. Perasaan adalah bayangan fikiran. Jika fikiran kita positif, perasaan kita akan gembira. Sebaliknya, apabila perasaan kita sedih, marah atau kecewa, fikiran kita juga negatif. Justeru, dengan menjaga perasaan, bererti kita juga menjaga fikiran kita. Perasaan dan fikiran itu saling berkaitan. Perasaan itu umpama nyala api manakala fikiran itu adalah unggunnya.

Dalam sebuah rumah tangga, perasaan suami isteri mesti selalu gembira dan fikiran mesti sentiasa positif. Mengapa ini penting? Jawabnya, fikiran yang positif akan melahirkan tindakan, tingkah laku dan respons yang positif juga. Rumah tangga adalah wadah berlakunya pelbagai keadaan, insiden dan kejadian. Yang pahit dan manis akan datang bersilih ganti. Rumah tangga akan sentiasa teruji. Bagaimana suami dan isteri bertindak (memberi respons) terhadap rangsangan-rangsangan ini? Ini semua bergantung pada fikiran dan perasaan mereka ketika berdepan dengan rangsangan-rangsangan itu. Satu perkara atau situasi yang sama tetapi dihadapi oleh dua orang yang berbeza akan memberi impak yang berbeza bergantung pada fikiran mereka. Bila dicaci misalnya, bagi mereka yang berfikiran negatif akan menganggap itu satu penghinaan. Sebaliknya, bagi yang berfikiran positif menganggap itu sebagai cabaran untuk bertindak dengan lebih baik. Kesannya, yang berfikiran negatif bertindak secara destruktif (meruntuh) – menghina balik, berdendam atau susah hati. Manakala yang berfikiran positif akan bertindak konstruktif (membina) – sabar, muhasabah diri dan melupakan. Tindakan-tindakan yang konstruktif akan menyuburkan cinta. Manakala tindakan destruktif akan “menguburkan” cinta.

Jika cinta itu umpama sebuah kebun… maka adalah lebih mudah untuk memiliki sebuah kebun berbanding menjaga kebun itu agar sentiasa subur dan tidak dimusnahkan oleh haiwan perosak. Justeru, amat penting pasangan suami isteri menjaga perasaan masing-masing. Jagalah perasaan sendiri agar ceria selalu. Insya-Allah keceriaan itu akan memudahkan kita menjaga perasaan pasangan kita. Orang yang gembira selalunya dapat menggembirakan orang lain. Hindarilah rasa benci, marah, kecewa, sayu dan putus asa. Tetapi jika kekadang rasa-rasa negatif itu timbul jua, bermujahadahlah untuk memeranginya. Jangan sekali-kali dibiarkan menetap lama-lama di hati kita. Ia umpama serangga perosak yang boleh memusnahkan kebun cinta kita. Inilah rahsia kesuburan “kebun cinta’. Bila kebun cinta kedua suami-isteri telah subur, insya-Allah seluruh isi rumah (anak-anak, pembantu rumah dan siapa sahaja yang tinggal sebumbung dengan mereka) akan turut merasa teduh oleh rimbun daun-daunnya dan akan dapat pula merasakan keenakan buah-buahnya.

Orang yang penuh dengan rasa cinta umpama bunga yang harum. Ia sentiasa menyebarkan “keharumannya”. Apakah yang harus dilakukan agar perasaan selalu ceria atau gembira? Mungkin untuk merasa gembira lebih mudah jika memang ada sesuatu, seseorang atau keadaan yang boleh menggembirakan. Kalau ada suatu insiden atau kejadian yang melucukan… kita tertawa, gembira. Jika ada orang memberikan hadiah, kita gembira. Namun bagaimana jika semua itu tidak ada? Maksudnya, tidak ada seseorang, keadaan, perkara atau benda pun yang boleh menggembirakan kita? Pendek kata, sumber kegembiraan langsung tidak ada. Bagaimana? Jawabnya, jadilah sumber kegembiraan itu sendiri! Maksudnya, jadikanlah diri kita sebab untuk orang lain gembira. Bagaimanakah caranya? Carilah orang lain dan gembirakan dia. Siapakah dia itu? Siapa lagi kalau bukan pasangan kita. Sentiasalah berfikir, berusaha dan melakukan apa sahaja yang boleh menggembirakan pasangan kita. Insya-Allah, kegembiraan yang kita berikan kepadanya akan kembali kepada kita semula. Pepatah Cina ada mengungkapkan, tangan yang menghulur bunga mawar pasti akan berbau harum. Bijak pandai juga berkata“what goes around, comes around.” Ya, hulurkanlah “bunga mawar” kepada pasangan kita, setiap hari, setiap masa. Insya-Allah, sebelum pasangan kita mencium keharumannya, tangan kita yang menghulurkannya akan berbau harum terlebih dahulu. Bunga mawar itu simbolik kepada kebaikan. Maksud menghulurkan bunga mawar itu ialah buatlah kebaikan kepada pasangan kita – tidak kira sama ada kecil atau besar.

Kebaikan itu umpama baja kepada kebun cinta kita. Teringat apa yang dikatakan oleh A’id Al Qarni dalam bukunya “La Tahzan”, “orang yang pertama merasakan nikmat kebaikan ialah orang yang melakukannya!” Ertinya, sesiapa yang berusaha menjadi sumber kegembiraan (dengan terlebih dahulu berbuat baik), maka dialah yang akan menikmati kebaikan itu sebelum orang yang ditujukan akan kebaikan itu merasa gembira. Bukankah sering dipesankan, dengan menyalakan lilin orang lain, lilin kita tidak akan padam, malah kita akan mendapat lebih banyak cahaya? Suami yang menggembirakan isterinya akan gembira dan begitulah sebaliknya. Saya ulangi, langkah paling utama menjaga kesuburan kebun cinta berusahalah selalu menggembirakan pasangan kita. Berbagai-bagai cara, aktiviti, perkara dan usaha boleh dilakukan untuk itu. Jangan kebuntuan jalan. Jangan ketandusan idea. Percayalah, bila hati sudah “mahu” kreativiti dan inovasi akan timbul dengan sendirinya. Jadilah “tukang kebun” cinta yang rajin dan setia.

Kata bijak pandai, dunia akan menyediakan jalan kepada orang yang mempunyai tujuan. Orang yang sudah mempunyai tujuan, umpama air yang sedang mengalir, tidak payah ditunjukkan ke arah mana hendak mengalir. Air itu tahu dengan sendirinya! Begitulah juga suami atau isteri, jika mereka memang tukang kebun cinta yang setia, tidak payah diajar untuk mengairi, membajai dan menjaga kebun cintanya. Kaedah pertama untuk menjaga perasaan ialah dengan memberi senyuman. Berilah senyuman kepada isteri atau suami kita. Senyuman itu ada dua jenis. Pertama, kerana gembira. Kedua, kerana ingin menggembirakan. Kalau senyum kerana gembira, itu biasa-biasa sahaja. Siapa pun akan tersenyum jika ada sesuatu yang lucu atau menyenangkan. Senyuman jenis ini, kurang nilainya. Senyuman yang luar biasa dan mahal harganya ialah senyuman untuk menggembirakan orang lain. Sungguh pun ada kalanya dalam hati sendiri bergelojak dengan masalah, badan sendiri sedang sakit, diri sedang letih, tetapi demi pasangan di depan mata kita senyumlah jua. Bukan kerana gembira tetapi ingin menggembirakan. Wah, itu payah. Namun kerana Allah, demi cintakan isteri atau untuk mentaati suami, kita tersenyum juga… Inilah jenis senyuman yang dikaitkan dengan iman, yang disamakan dengan satu sedekah. Rugikah kita dengan senyuman itu? Tidak. Insya-Allah, niat kita untuk menggembirakan pasangan kita akan dibalas oleh Allah dengan kegembiraan yang setara atau yang lebih lagi. Kedua, berilah salam. Jangan anggap salam itu hanya diberikan ketika hendak memasuki rumah atau ketika hendak bertemu dan berpisah sahaja. Pada hal salam boleh dihulurkan sebaik ingin tidur atau bangun dari tidur. Hulurkan salam dan senyuman waktu pertama kali bertentang mata selepas bangun dari tidur atau sebelum menutup mata untuk tidur. Atau jika bersua semula setelah sudah agak lama berada di tingkat atas (jika rumah dua tingkat) atau di bilik yang lain. Ketiga, berjabat tangan. Budayakan isteri berjabat dan mencium tangan suami ketika mula bertemu atau hendak berpisah. Begitu juga para suami, jangan sekali-kali kedekut untuk menghulurkan tangan buat bersalaman. Jika terasa bersalah, cepatlah meminta maaf dengan menghulurkan salam. Bila dihulurkan tangan, jangan pula ego untuk tidak menyambutnya. Maafkanlah pasangan kita, bukan dengan hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan perbuatan yakni dengan cara berjabat salam.

Kesimpulannya, ingatlah tiga perkara yang akan menyuburkan kebun cinta kita – mengucapkan salam, memberi senyuman dan sering berjabat tangan. Salam itu umpama “baja”, senyuman itu umpama “air” dan berjabat tangan itu umpama cahaya di kebun cinta kita. Insya-Allah, jika kebun cinta kita selalu diairi, dibajai dan diberikan cahaya, maka perasaan kita akan selalu gembira, fikiran kita akan positif dan tindakan-tindakan kita akan sentiasa membuahkan kebaikan. Dan itulah antara resipi “baiti jannati”. Sekiranya, cintamu hampir menjadi pusara… tafakurlah sejenak di atasnya. Cari kembali dirimu dan dirinya. Bermulalah langkah “menghidupkan” semula cinta itu daripada dirimu sendiri. Dalam pencarian itu hendaklah selalu diingat… carilah di tempat dimana kita kehilangannya. Justeru, kita akan hanya menemuinya semula di tempat yang kita kehilangannya!