Monday, November 30, 2009

Ya Allah...mudahkan urusannya.

Beberapa waktu yang lalu seorang ukhti mengirim pesan
Nanyain kabar dan minta diluangkan waktu
Katanya mau ngobrol hal penting
Kebetulan hari itu memang ana ada rencana
Mau pergi ke tempat penjual arnab
Dan arah jalannya berhampiran dengan ofis ukhti ini
Ya udah ana sanggupin untuk berjumpa dengannya
Tapi dengan syarat selepas arnab sampai ke tangan ana


Ana berjumpa dengak ukhti tersebut ketika magrib hampir menjelang
Ana solat magrib di surau berdekatan dengan ofisnya
Habis magrib sang ukhti mulai bercerita
Dengan air mata yang berlinangan
Terisak-isak menangis
Ana tanya ada apa
Awalnya sang ukhti mencoba berkelit
Kelihatan malu untuk bercerita
Tapi akhirnya keluar juga cerita tentang dirinya
Katanya bulan maret tahun depan
Orang tuanya mau ngajak pergi umrah


Saya ucapkan selamat
Tapi katanya dia takut sekali
Ana tanya kenapa Dia bilang takut kalau dosa-dosanya
Dibukakan Allah disana
Lalu orang tuanya mengetahui semuanya
Dia takut sebab mendengar banyak cerita
Dari kawan-kawannya juga beberapa majalah yang dibaca
Bahwa semua dosa akan terbongkar di Mekkah sana
Ana bilang emang siapa yang tidak berdosa
Justru kita pergi ke Mekkah sebab ingin bersihkan dosa
Tapi dia bilang dosanya terlalu besar
Dan dia sangat malu dengan Allah
Sebab begitu kotor untuk berjumpa denganNya


Ana tanya memang dosa besar apa yang sudah dia lakukan
Dia bilang dia sudah berzina dengan kekasihnya
Dia mengaku mengapa begitu bodoh sampai sanggup melakukannya
Lalu ana tanya mana kekasihnya itu sekarang
Dia bilang sudah putus Ya Allah...
Is that easy for you give your very special one?
Tapi apa hendak dikata Nasi sudah jadi bubur


Ana bilang kamu belum terlambat
Masih ada waktu untuk kamu bertaubat
Siapa manusia yang tidak pernah bermaksiat dan berdosa
Yang penting jangan ulangi lagi
Selalu bertaubat setiap saat
Dan satu lagi ana katakan padanya
Jika ada sesiapa yang siap menerima kamu apa adanya
Dengan masa lalumu dan segalanya tentang dirimu
Segerakan pernikahanmu
Biar tidak ada kesempatan bagi syaitan dan nafsu
Tempat untuk menjerumuskan kamu lagi


Tentang umrahmu
Banyak belajar dari sekarang
Jaga solatmu dan ibadah-ibadahmu yang lain
Persiapkan fisikmu untuk ibadah disana
Mudah-mudahan Allah ampunkan dosa-dosamu
Dan mudahkan segala urusanmu disana nanti
Serta bukakan pintu rahmat dan kasihnya untukmu
Ana sebagai sahabatmu akan mendoakan
Semoga engkau selamat pergi dan kembali


Batu Cave 2009

Friday, November 27, 2009

MEMBANGUN KEIKHLASAN DALAM BEKERJA

1. Senantisa bersyukur atas segala nikmat khususnya nikmat Masa dan Kesehatan.

2. Kehidupan adalah ujian untuk menguji akan kualiti amal yang kita lakukan.

3. Amal adalah intipati daripada keberadaan manusia di muka bumi.

4. Amal bukan segala-galanya dalam pandangan Allah.

5. Niat sangat menetukan nilai sesuatu amal disisi Allah.

6. Ikhlas adalah puncak daripada kualiti amal.

7. Ikhlas adalah tolak ukur diterima atau tidaknya suatu amal, diantara ganjaran
yang Allah berikan adalah:
- jaminan surga
- dihindarkan daripada sebarang kejahatan
- syaitan tidak mampu menguasai

8. Makna Ikhlas :
-jernih, bersih, suci daripada pencampuran baik dari segi lahir mahupun batin.

9. Kekuatan Ikhlas:
- Kaya hatinya. Qonaah dan ridho denga ketetapan Allah
- Potensial dirinya akan dikumpulkan oleh Allah
- Dunia akan datang kepadanya tanpa berusaha mengejarnya

10. Akibat tidak ikhlas:
- Allah jadikan kemiskinan di depan matanya
- Melemahkan semua potensialnya
- Dunia akan datang sekadar apa yang telah ditetapkan Allah untuknya

11. Bagimana meraih keikhlasan?
- Ikhlas adalah anugerah daripada Allah SWT yang mesti dicari dan diusahakan.
- Pelajaran dari Surah Al-Muzammil:
1. Senantisa Qiyamullail
2. Senantisa membaca Quran dengan tartil
3. Senantisa zikrullah
- Selalu bergaul dengan dengan orang-orang yang ikhlas
- Selalu berdoa اللّهُمَّ إِنِّى أَعُوْذُ بِكَ مِنْ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ شَيْئاً أَعْلَمُهُ وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ أَعْلَمُهُ

12. Lawan daripada Ikhlas adalah Nifak dan Riya.
- Nifak adalah sifat daripada orang munafik
- Riya adalah syirik kecil yang paling ditakuti oleh Rasulullah keatas umatnya.

13. Ikhlas akan menjadikan amal yang sedikit bernilai besar
- Tanpa ikhlas amal yang besar dan banyak tidak akan bernilai

14. Bagaimana menjaga keikhlasan dalam beramal dan bekerja?
- Miliki profesionalism bukannya asal buat
- Hidupkan suasana kompetensi bukannya merasa cukup
- Itqan dalam menjalankan tugas bukan setengah hati
- Kesungguhan dalam setiap gerakan bukan malas-malas

Disediak untuk program usroh bersama guru-guru IISKD 2009.

Arnab-arnab Koe


Baru-baru ini ana dapat hadiah seeokor arnab dari teacher Zainab rekan satu sekolah.Yang memberi beliau adalah salah seorang muridnya di kelas.
Beliau sebetulnya sudah diberi tiga ekor Jadi ana coba minta satu...hehehee. Ketika diberikan ke ana,Ana ngak tahu jenis kelaminnya apa. Bingung juga mau cariin pasangannya. Ya udah gampang..ntar paling tanya penjual arnabnya. Apa jenis kelamin arnab ana dan tinggal beli pasangannya.

Malam itu sebelum pergi ceramah Ana singgah di kedai penjual arnab kenalan ana. Ana tanya harga sepasang arnab yang ada di kedainya. Selepas harga disepakati ana tunjukin arnab ana dan tanya jenis kelaminnya. Ternyata arnab itu betina. So sekarang ana ada dua arnab betina dan satu jantan.

Semenjak itu awal pagi akan disibukkan dengan arnab. Selepas balik dari surau Hal pertama yang ana lakukan adalah mengurus arnab. Buang najis, ngepel lantai, ganti air minum, dan kasih makan. Sebelah malam pula melakukan hal yang sama. Begitulah rutinitas hari-hari semenjak ada arnab.

Yang lucunya si saif. Dia pegang arnab antara takut dan berani. Pegang sekali terus tarik tangan sambail bertepuk. Uiiii...keliatan seperti kegelian. Mungkin karena arnabnya agak besar jadi ngak berani pegang lama-lama.

Kemudian terpikir untuk membeli arnab yang ukurannya agak kecil biar saif bisa main. Mulailah ana surfing di internet cari informasi tentang arnab. Ada banyak pilihan dengan harga yang bervariasi. Akhirnya jatuh pilihan pada harga yang terendah. Ana coba hubungi telepon penjual dan berbincang tentang pembelian. Ternyata penjualnya mahasiswa S2 juga tapi orang Malaysia. Kami buat temu janji beberapa hari kemudian. Ana sepakat untuk membeli empat ekor lagi.

Dan ternyata arnabnya masih kecil-kecil. Tapi tak pernah terpikir pula akan sekecil itu. Umurnya baru lima belas hari, lucu dan menggemaskan. Nah ketika mau bawa pulang ada masalah timbul. Si penjual ngak nyediain tempat untuk membawa arnabnya. Tahu ngak dia bawa pakai apa? Dia bawa pakai beg kain saiz kecil saja. O'o'o...ana berpikir gmana bawa baliknya tu arnab?

Akhirnya ana dapat idea untuk bawa arnab kecilku pulang. Ana masukkan aja di mobil dan letakkan di lantai. Ana tutup semua jendela dan terus balik. Oya lupa sebelum arnab naik ana sudah alasin tu lantai mobil dengan kertas koran biar kalau dia mau beol atau pipis jangan sampai jatuh ke lantai mobil. Mobil orang boo...ntar bau pesing susah bersihinnya.

Singkat cerita arnab sampai di rumah dengan selamat. Kemudian dapat kandang yang baru dan luas. Makanan yang rutin pagi dan petang. Dan yang penting sekarang saif berani pegang dan angkat sambil berteriak kesenangan.....

Wednesday, November 25, 2009

Wanita dan Falsafah Pakaian


Allah SWT berfirman dalam Quran yang maksudnya” “Mereka adalah pakaian bagi kamu dan kamu pula adalah pakaian bagi mereka”. (Al-Baqarah: 187) Allah SWT menyifatkan suami istri dengan pakaian yang biasa dipakai oleh manusia. Ada tiga fungsi utama bagi manusia tanpa mengira jenis kelaminnya.

1. Untuk menutupi kekurangan dan aib diri yang terdapat pada badan atau tubuh seseorang.
Dengang pakaian orang lain tidak akan tahu kalau kita ternyata punya kudis, kurap, panu dan parut bekas luka. Semakin baik seseorang itu berpakaian dan menutup keaiban yang ada pada dirinya, maka semakin nampak sempurna seseorang itu dimata orang lain. Sebaliknya kalau pakaian yang dikenakan tidak senonoh, terbuka sana-sini, tersingkap sana-sini, tipis, jarang, tidak menutupi yang seharusnya ditutupi, maka aib yang ada akan mudah nampak oleh orang lain, bobrok yang ada akan mudah dilihat pihak lain, kekurangan yang ada akan mudah diketahui oleh orang lain, rahasia yang sepatuntnya dijaga akan mudah tersebar dan diketahui oleh umum. Jadi suami istri tugasnya adalah menutupi, membungkus, menyembunyikan, merapikan, menyorokkan segala aib yang ada dalam hubungan suami istri. Bagi istri tugasnya adalah menjaga aib suami, maruah suami, rahasia suami, kekurangan suami, harta suami, amanah suami, nama baik suami, menjaga imej suami dan segala apa tindakan suami dalam rumah tangga suami. Itu semua adalah private and confidential. Ia adalah top secret rumah tangga. Adalah tindakan biadab dan kurang ajar serta pendurhakaan kepada suami jika seorang istri mulai menceritakan urusan rumah tangganya kepada orang lain. Walaupun orang lain itu adalah teman baiknya sendiri. Allah memurkai istri-istri seperti ini yang suka mengghibah orang yang telah membanting tulang memeras keringat untuk memenuhi keprluan dirinya, menjaganya, mendidiknya, mengingatkannya, membimbingnya, mengenalkannya pada Allah, mengajarnya serta mendahulukannya berbanding ahli keluarganya yang lain. Rasulullah bersabda” Riba yang paling riba adalah mengghibah orang mukmin” apatahlagi orang yang di ghibah adalah suami sendiri.

2. Fungsi pakaian yang kedua adalah untuk keindahan orang yang memakainya.
Allah menjadikan bagi kita pasangan hidup agar kesempurnaan kemanusiaan kita menjadi terserlah. Keindahan kita akan menjadi nyata kalau kita berpakaian. Bayangkan kalau ada orang yang cantik atau hansem berjalan di lebuh raya tapi tiada berpakaiana alias bogel, maka kesan pertama yang timbul dalam pikiran orang yang melihatnya adalah ORANG GILA. Memang benar pakaian memainkan peranan untuk menaikkan imej seseorang. Orang yang biasa-biasa aja boleh menjadi lebih menarik apabila pakaian yang dikenakannya lebih kemas, rapi, bersih dan sesuai. Tapi sebaliknya pakaian juga boleh menurunkan imej seseorang apabila ianya dipakai tidak senonoh, tidak digosok, tidak diganti, tidak dibasuh, tidak dirapikan dan dielokkan. Begitulah fungsi suami istri yang sepatutnya berusaha menampilkan imej terbaik pasangannya pada pandangan orang lain. Seburuk apapun suaminya, namun untuk ditampilkan kepada orang lain, SUAMIKU ADALAH YANG TERBAIK. Adalah satu dosa bagi seorang istri untuk bercerita pada orang lain dan menimbulkan kesan seolah-olah suaminya adalah seorang yang tidak baik, tidak bertanggung jawab, tidak adil, tidak menunaikan tanggung jawab, tidak menghormati istri, suka hal-hal yang tidak disukai sitri dan lain-lain hal yang merupakan topik utama pembicaraan para istri jika mereka berkumpul. Benarlah Rasulullah yang bersabda “diperlihatkan kepadaku neraka dan penduduknya. Ternyata majoriti penduduknya adalah wanita. Ditanyakan kepada beliau ”apakah sebabnya ya Rasulullah?” Jawab baginda ”Disebabkan kufur”. Ditanya lagi oleh sahabat “Apakah karena kufur kepada Allah?” Jawab baginda “Tidak, tapi mereka kufur kepada suami-suami mereka. Suami mereka telah berbuat begitu banyak kebaikan terhadap mereka, namun ketika satu kesalahan dilakukan oleh suami mereka, mereka mengatakan dan bersikap seolah-olah suami mereka tidak pernah melakukan satu kebaikan pun terhadap mereka”. Tidakkah para istri sedar bahwa dengan membuka keburukan suami pada orang lain itu sama artinya dengan membuka pekung di dada sendiri? Apakah para istri yakin cerita dalam kain mereka tidak akan dihebahkan kepada orang lain? Jika cerita itu dihebahkan dan semua orang tahu. Siapa yang akan malu? Kadangkala cerita yang disampaikan istri adalah opini dan asumsi mereka sendiri yang belum tentu terbukti kebenarannya. Bukankah dengan demikian para istri telah memfitnah saudara mereka seiman bahkan suami mereka sendiri, nauzubillah min zalik.

3. Fungsi ketiga adalah bagaimana sepatutnya para istri dilayan atau ingin dilayan oleh suami.
Berangkat dari falasafah pakaian tadi, ada bermacam-macam jenis kain yang digunakana untuk membuat pakaian. Ada jenis katun, wool, linen, sutera dan lain-lain. Setiap kain ada cara membasuhnya sendiri. Kalau kain yang murah dan kasar mungkin dengan dibanting-banting ke lantai kamar mandi dan diinjak-injak tanpa perlu merasa takut rusak sebab memang harganya murah. Ada juga kain agak mahal cara membasuhnya juga berbeza, agak hati-hati dan lembut. Adapun kain sutera maka membasuhnya adalah extra hati-hati sebab disamping hargnya mahal, ia juga mudah terdedah kepada kerosakan yang akan mencacatkan penampilannya. Sekarang terpulang kepada para istri untuk dilayan seperti apa dan mau dihargai seperti apa. Mau dengan kasar, bentakan, makian, kata-kata kesat, pukulan, atau dengan lemah lembut, sentuhan, hati-hati, seksama, peduli dan berjaga-jaga. Itu semua para istrilah yang menentukan. Ingat ayat diatas tadi kmendahulukan kalimat istri sebagai pakaian daripada suami yang maknanya para istri memainkan peranan yang sangat besar dalam menampilkan imej yang baik atau buruk tentang suaminya. Namun pada saat yang sama ia juga berarti istri lebih banyak tidak memainkan peranannya dalam hal ini secara umumnya .Ingatlah wahai para istri. Kesabaranmu melayani suamimu, kesunyinamu ketika kamu ditinggal di rumah sendirian, kesibukanmu mengurus makan mimun suamimu dan keletihanmu melayan kerenah anak-anakmu adalah pintu kesempatan bagimu untuk mendapatkan pahala yang sama dengan segala amal-amalan soleh yang suamimu lakukan. Bertaubatlah, banyakkan minta ampun pada Tuhanmu. Kamu tidak akan mampu membayar hak suamimu keatasmu. Sabda nabimu ”Seandainya boleh manusia sujud kepada manusia yang lain maka pasti akan aku suruh para istri sujud kepada suami mereka. Ingat satu hal lagi bahwa kewajiban pengabdian kamu untuk orang tua telah berpindah seratus peratus kepada suamimu. Sabda nabimu lagi ”Suamimu adalah surgamu atau nerakamu”. Wallahu a’lam.

Kota Damansara, 26/10/09

Monday, November 23, 2009

Khasiat Air Zamzam

Di dalam air zamzam terdapat kandungan yang sarat dengan pelbagai unsur yang bermanfaat bagi keperluan tubuh manusia. Menurut kajian analisis yang telah dibuat, terdapat empat unsur kimia yang sangat penting dalam air zamzam, iaitu Kalium (K), Natrium (Na), Kalsium (Ca), dan Magnesium (Mg). Di dalam air biasa pula tedapat unsur besi (Fe), namun unsur tersebut langsung tidak terdapat pada air zamzam. Begitu juga unsur Kalsium (Ca) yang ada pada air biasa sangat tinggi kadarnya, tetapi kandungannya sangat rendah di dalam air zamzam. Menurut kajian, kedua-dua unsur ini (Fe & Ca) merupakan unsur yang tidak baik bagi tubuh apabila terlalu berlebihan. Sebaliknya, unsur-unsur kimia yang begitu bermanfaat dan menguntungkan tubuh ialah Kalium (K). Namun, kandungan Kalium di dalam air biasa sangat rendah, sebaliknya di dalam air zamzam kandungan unsur Kalium adalah sangat tinggi. Begitu juga unsur Magnesium yang baik untuk tubuh merupakan unsur yang sangat tinggi di dalam air zamzam, tetapi di dalam air biasa kadarnya relatif sedikit. Selain itu, 4 pakar dari Suruhanjaya Kuasa Atom Bangladesh (Bangladesh Atomic Energy Commision) iaitu M.A. Khan, A.K.M Sheriff, K.M. Idris dan M. Alamgir. Mereka mengkaji kandungan air zamzam dan membuat perbandingan dengan air paip dan air yang dikeluarkan menggunakan alat pengepam berkuasa solar (solar pump water). Pakar-pakar ini mendapati air zamzam wujud secara tabii atau semulajadi dalam bentuk alkali. Oleh sebab itu, keadaan ini dapat mengawal kesan sampingan yang disebabkan oleh lebihan asid dalam perut sekaligus mampu mencegah penyakit gastrik. Air zamzam merupakan air yang terbaik di dunia, malah lebih baik daripada air mineral. Pada hari ini, sukar untuk manusia mendapatkan air yang benar-benar bersih lagi suci. Ini adalah kerana kerakusan tangan-tangan manusia yang telah menukar dan merubah keaslian air dengan pelbagai bahan kimia seperti klorin yang boleh memudaratkan kesihatan tubuh badan manusia sendiri. Lihatlah betapa hebatnya kuasa Allah Yang Maha Esa. Tiada siapa yang mampu menandingi ciptaan-Nya. rujukan: 1- Quran Saintifik (Dr. Danial Zainal Abidin) 2- Petanda Keagungan (Nazri Zakaria)

Sunday, November 22, 2009

Amanah

A M A N A H Rasulullah saw. bersabda, “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban) Amanah adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun sesungguhnya kata amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu. Secara syar’i, amanah bermakna: menunaikan apa-apa yang dititipkan atau dipercayakan. Itulah makna yang terkandung dalam firman Allah swt.: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah-amanah kepada pemiliknya; dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil.” (An-Nisa: 58) Ayat di atas menegaskan bahwa amanah tidak melulu menyangkut urusan material dan hal-hal yang bersifat fisik. Kata-kata adalah amanah. Menunaikan hak Allah adalah amanah. Memperlakukan sesama insan secara baik adalah amanah. Ini diperkuat dengan perintah-Nya: “Dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil.” Dan keadilan dalam hukum itu merupakan salah satu amanah besar. Itu juga diperjelas dengan sabda Rasulullah saw., “Setiap kalian adalah pemimpin dan karenanya akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Amir adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Lelaki adalah pemimpin di tengah keluarganya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan atas anak-anaknya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentangnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang itu. Dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.” (Muttafaq ‘Alaih) Dan Allah swt. berfirman: “Sesungguhnya Kami menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Namun mereka menolak dan khawatir untuk memikulnya. Dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim lagi amat bodoh.” (Al-Ahzab 72) Dari nash-nash Al-Qur’an dan sunnah di atas nyatalah bahwa amanah tidak hanya terkait dengan harta dan titipan benda belaka. Amanah adalah urusan besar yang seluruh semesta menolaknya dan hanya manusialah yang diberikan kesiapan untuk menerima dan memikulnya. Jika demikian, pastilah amanah adalah urusan yang terkait dengan jiwa dan akal. Amanah besar yang dapat kita rasakan dari ayat di atas adalah melaksanakan berbagai kewajiban dan menunaikannya sebagaimana mestinya. Amanah dan Iman Amanah adalah tuntutan iman. Dan khianat adalah salah satu ciri kekafiran. Sabda Rasulullah saw. sebagaimana disebutkan di atas menegaskan hal itu, “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban) Barang siapa yang hatinya kehilangan sifat amanah, maka ia akan menjadi orang yang mudah berdusta dan khianat. Dan siapa yang mempunyai sifat dusta dan khianat, dia berada dalam barisan orang-orang munafik. Disia-siakannya amanah disebutkan oleh Rasulullah saw. sebagai salah satu ciri datangnya kiamat. Sebagaimana disampaikan Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya–, Rasulullah saw. bersabda, “Jika amanah diabaikan maka tunggulah kiamat.” Sahabat bertanya, “Bagaimanakah amanah itu disia-siakan, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran.” (Al-Bukhari) Macam-macam Amanah Pertama, amanah fitrah. Dalam fitrah ada amanah. Allah menjadikan fitrah manusia senantiasa cenderung kepada tauhid, kebenaran, dan kebaikan. Karenanya, fitrah selaras betul dengan aturan Allah yang berlaku di alam semesta. Allah swt. berfirman: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul, (Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Al-A’raf: 172) Akan tetapi adanya fitrah bukanlah jaminan bahwa setiap orang akan selalu berada dalam kebenaran dan kebaikan. Sebab fitrah bisa saja terselimuti kepekatan hawa nafsu dan penyakit-penyakit jiwa (hati). Untuk itulah manusia harus memperjuangkan amanah fitrah tersebut agar fitrah tersebut tetap menjadi kekuatan dalam menegakkan kebenaran. Kedua, amanah taklif syar’i (amanah yang diembankan oleh syari’at). Allah swt. telah menjadikan ketaatan terhadap syariatnya sebagai batu ujian kehambaan seseorang kepada-Nya. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan fara-idh (kewajiban-kewajiban), maka janganlah kalian mengabaikannya; menentukan batasan-batasan (hukum), maka janganlah kalian melanggarnya; dan mendiamkan beberapa hal karena kasih sayang kepada kalian dan bukan karena lupa.” (hadits shahih) Ketiga, amanah menjadi bukti keindahan Islam. Setiap muslim mendapat amanah untuk menampilkan kebaikan dan kebenaran Islam dalam dirinya. Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang menggariskan sunnah yang baik maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang rang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.” (Hadits shahih) Keempat, amanah dakwah. Selain melaksanakan ajaran Islam, seorang muslim memikul amanah untuk mendakwahkan (menyeru) manusia kepada Islam itu. Seorang muslim bukanlah orang yang merasa puas dengan keshalihan dirinya sendiri. Ia akan terus berusaha untuk menyebarkan hidayah Allah kepada segenap manusia. Amanah ini tertuang dalam ayat-Nya: “Serulah ke jalan Rabbmu dengan hikmah dan nasihat yang baik.” (An-Nahl: 125) Rasulullah saw. juga bersabda, “Jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang dengan usaha Anda, maka hal itu pahalanya bagi Anda lebih dibandingkan dengan dunia dan segala isinya.” (al-hadits) Kelima, amanah untuk mengukuhkan kalimatullah di muka bumi. Tujuannya agar manusia tunduk hanya kepada Allah swt. dalam segala aspek kehidupannya. Tentang amanah yang satu ini, Allah swt. menegaskan: “Allah telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wahyukan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah-belah tentangnya.” (Asy-Syura: 13) Keenam, amanah tafaqquh fiddin (mendalami agama). Untuk dapat menunaikan kewajiban, seorang muslim haruslah memahami Islam. “Tidaklah sepatutnya bagi orang-orang yang beriman itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.” (At-Taubah: 122) “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55)

Urgensi Dakwah Kampus

Urgensi pemolaan manajemen Dakwah Kampus (membuat Dakwah Kampus yang terpola, red) bukanlah semata-mata karena tuntutan modernitas. Seolah-olah menjadi kelatahan apabila muncul sebuah kesadaran untuk lebih komprehensif mem-pola-kan Dakwah Kampus dalam rumusan-rumusan yang menjadi tradisi masyarakat modern. Padahal memenej Dakwah Kampus adalah sebuah sunnatullah bagi siapa saja yang ingin seruannya menjadi kiblat yang digugu, ditiru, dan dipanuti. Jadi membuat nidzham yang sistemik dan pemprograman yang jelas merupakan kewajiban bagi setiap rijalud dakwah yang bermujahadah. Artinya, mentakwin ummat, membentuk generasi rabbani, dan menuju khairu ummah, bukanlah membangun kerajaan pendeta, rezim junta militer yang facistis, atau sekedar membuat konfrensi internasional. Akan tetapi risalahnya adalah mewujudkan pemahaman yang syamil (tidak juz’i) pada setiap diri muslim sekaligus mengejawantahkannya pada peradaban yang lengkap (tidak sektoral). Ali Ra pernah berkata: Al Haq yang tidak ternidzham akan dikalahkan oleh al bathil yang ternizham. Kampus adalah komunitas kecil yang merepresentasikan sebuah negara dalam skala mini. Kampus juga bisa dipandang sebagai pusat informasi yang paling cepat mengolah data menjadi konseo-konsep yang siap diterapkan di tengah masyarakat. Kampus adalah sebuah wahana yang mampu membahas segala permasalahan secara komprehensif melalui pendekatan multi dimensional. Dari sisi rekrutmen, kampus merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang berpotensi menjadi penentu kebijakan di masa datang. Bahkan pada saat-saat tertentu kampus dapat juga menjadi faktor yang ikut menentukan perubahan sejarah. Oleh karenanya kampus dapat dijadikan sebagai sebuah laboratorium untuk menelurkan berbagai konsep. Sekaligus berfungsi pula sebagai sarana latihan bagi para rijalud dakwah dalam menerapkan konsep-konsep tersebut. Homogenitas komunitas kampus justru bisa menjadi kekuatan untuk menguji seberapa handal kualitas sumber daya manusia yang ada dan seberapa bagus konsep yang ditelurkan. Sesungguhnya pergesekan elit dan perdebatan konsep terjadi pada masyarakat yang berpendidikan tinggi. Sementara, untuk menghindari kecenderungan untuk menjadi elitis harus dirumuskan kegiatan-kegiatan yang menyentuh langsung masyarakat luas. Manajemen Dakwah Kampus Apabila telah muncul persamaan persepsi pada diri setiap rijalud dakwah tentang urgensi dakwah kampus, amat penting untuk segera dipetakan permasalahan yang ada. Di sinilah perlunya para rijalud dakwah yang memiliki kemampuan manajerial tinggi. Selain itu perlu juga dikerahkan rijalud dakwah dari beragam disiplin ilmu untuk dapat mendekati permasalahan secara multi dimensional. Selama ini pengelolaan dakwah kampus lebih nampak sebagai sebuah paguyuban. Lembaga musholla, rohani islam, atau lembaga dakwah kampus menunjukkan kekeluargaan yang tinggi dan mampu mengikat banyak orang. Akan tetapi pengelolaan organisasinya cenderung tradisional. Ketergantungan akan figur masih sangat tinggi, sementara sistemnya-kalau tidak bisa dibilang amburadul-sangat lemah. Lembaga lainnya di kampus nampak memiliki kecenderungan yang tinggi untuk melahirkan nidzham yang sistemik. Dalam hal profesionalitas dan etos kerja, harus diakui bahwa para rijalud dakwah masih kalah dengan para pialang peradaban barat, minimal dalam hal performance-nya. Oleh karenanya hal pertama yang harus disosialisasikan adalah urgennya diselenggarakan diklat-diklat Manajemen Dakwah Kampus di setiap kampus. Mulai dari tingkat universitas, fakultas, unit-unit kegiatan, sampai jurusan-jurusan. Harus dirumuskan sebuah paket standard dalam bentuk modul atau diktat yang menjadi tolak ukur bagi peningkatan sumber daya manusia para rijalud dakwah. Paket tersebut meliputi Manhaj Dakwah Kampus, tarbiyah ruhiyah, fiqhud dakwah, fiqhul waqi’i, dauroh murabbi, dauroh sospol, dauroh akademik, dauroh ijtima’iyyah, dan ketrampilan manajemen dakwah. Pada hakekatnya paket-paket ini merupakan dauroh tarqiyah yang dikemas secara menarik. Manajemen Dakwah Kampus dapat dijabarkan sebagai kiat-kiat, teknik, panduan, juklak, atau bahkan model-model dan format kegiatan yang bersifat kongkret. Manajemen Dakwah Kampus merupakan turunan langsung dari konsep dasar yang bersifat abstrak seperti yang termaktub dalam materi fiqhud dakwah. Diharapkan para rijalud dakwah memiliki bekal kemampuan praktis seperti, merumuskan masalah, komunikasi massa, teknik negoisasi, berpikir alternatif, manajemen strategi, rekayasa sospol, manajemen rapat, manajemen issu dan opini publik, networking, pengembangan kreatifitas, membuat keputusan, dan penerapannya dalam sebuah organisasi. Minimal seorang rijalud dakwah memiliki kemahiran mengelola sebuah kepanitiaan. Harapannya adalah semakin banyak dihasilkan konsep-konsep terapan yang siap pakai di lapangan akan semakin banyak pula praktisi yang siap bekerja untuk dakwah. Suatu saat tidak ada lagi prinsip “yang penting kerja” akan tetapi telah berubah menjadi “yang penting kerja dengan ihsan”. Suatu saat juga tidak ada lagi pertanyaan “bagaimana ?” ketika seseorang diamanahkan sebuah pekerjaan. Dan akhirnya tidak ada lagi orang yang tidak bekerja, bukan karena tidak mau bekerja, tetapi tidak tahu apa yang mesti dikerjakannya dan atau tidak mampu mengerjakannya. Fiqhud Dakwah sebagai Konsep Dasar Pemolaan Manajemen Dakwah di kampus membutuhkan landasan fiqh yang diartikulasikan secara segar dan aktual. Keluasan dan keluwesan ajaran Islam amat mendesak untuk diperdalam bagi para rijalud dakwah yang kebetulan menjadi elit kampus. Manuver-manuver politik begitu cepat berseliweran di depan mata. Pergolakan pemikiran menjadi dinamika civitas akademikanya. Selalu saja ada informasi baru yang mengguncangkan. Sementara generasi baru yang ”hedon-norak” itu begitu aktifnya menjadi pialang-pialang yang membawa kebudayaan barat di kampus. Perubahan-perubahan yang begitu cepat dan dinamika serta pergesekan dan persaingan yang begitu tajam menjadi ciri obyek dakwah (mad’u) di dunia kampus. Perumusan fiqhud dakwah kampus amatlah penting. Hal ini berkaitan dengan kebijakan dan perilaku para rijalud dakwah di kampus. Kesalahan, kerancuan, kedangkalan, dan kesempitan pemahaman akan berakibat fatal pada wajah dakwah kampus. Seringkali citra dakwah tertutupi oleh juru dakwahnya sendiri. Kecenderungan menghakimi terkadang masih mewarnai sebuah kebijakan. Kurang tasamuh terhadap keberagaman dan cenderung saklak atau hitam-putih dalam memecahkan masalah. Padahal kompleksitas masyarakat modern semakin menuntut pola berpikir alternatif dalam menawarkan solusi. Pemahaman akan fiqhul ikhtilaf yang senantiasa mendahulukan sisi positif (husnudzh dzhon) terhadap setiap orang dan kelompok serta mengkaitkan sisi-sisi positif tersebut dalam bangunan dakwah masih kurang sekali. Belum cukup kesadaran bahwa setiap rijalud dakwah harus mendorong terciptanya link-link dengan berbagai golongan dan kalangan serta beramal jama’I atas apa-apa yang disepakati bersama. Belum cukup usaha untuk menggerakkan partisipasi aktif masyarakat ammah dan keterkaitan semua unsur sebagai pendukung harakah. Hingga muncullah tuduhan-tuduhan seperti sok suci, penguasa kebenaran, atau facisme religius. Oleh karenanya di tingkat pemahaman perlu pembenahan dan penjernihan agar ada kesatuan pandang dan bahasa yang sama dari para rijalud dakwah. Kesenjangan dan perbedaan persepsi bisa menjadi potensi tafaruq di lapangan. Konsep-konsep seperti manhaj, uslub, harakah, tarbiyah, halaqoh, liqo, ikhwan, akhwat, futur dan lainnya, telah mengalami bias, direduksi sebatas idiom dan disalahkaprahi sebagai satuan-satuan yang kategoris. Maka muncullah verbalisme yang pada gilirannya menghambat komunikasi dengan masyarakat ammah. Namun hal yang amat mendesak untuk dikaji, dirumuskan, dan disosialisasikan adalah fiqhul waqi’i. Seiring dengan makin besarnya jumlah rijalud dakwah maka terbukalah peluang-peluang dakwah yang selama ini tak terbayangkan. Semangat untuk merambah ke berbagai sektor kehidupan-“yang tercermin dengan diambil alihnya berbagai posisi strategis lembaga kemahasiswaan di kampus”-seharusnya diiringi oleh bacaan yang kuat terhadap situasi dan kondisi lahan yang akan digarap. Kalau tidak, akan terjadi fitnah dan inqilabiyah yang dipaksakan (isti’jal). Manuver-manuver yang dilakukan menjadi tidak smooth. Dan sudah menjadi karakter masyarakat kampus yang tidak suka terhegemonik. Kebutuhan utama akan fiqhul waqi’i adalah dalam pembuatan konsep. Oleh karenanya para konseptor yang lazimnya duduk di majelis syuro adalah orang-orang yang matang dalam pemahaman akan fiqhul waqi’i, cukup jam terbangnya pada medan dakwah yang akan diterjuni, dan memiliki penguasaan terhadap disiplin ilmu yang berkaitan erat dengan permasalahan-permasalahan obyek dakwahnya. Tentulah amat sulit menemukan tiga hal tersebut sekaligus dalam diri seseorang. Selain itu, skala yang membesar dan kompleksitas yang meningkat membuat semakin tidak mungkin apabila pembuatan konsep hanya diserahkan pada seseorang saja. Saatnya sekarang menghadirkan para rijalud dakwah sesuai spealisasi ilmu atau kafa’ahnya dalam sebuah forum dialog yang seimbang. Penglibatan rijalud dakwah yang ahli dalam masalah sosiologi misalnya, mendesak untuk dihadirkan agar gerak dakwah yang dilakukan lebih sosiologis (bil lisani qoumi) dibandingkan pendekatan politik melulu. Penglibatan beragam rijalud dakwah dari berbagai disiplin ilmu amat dimungkinkan di dunia kampus. Tantangan dakwahnya ada di depan mata yaitu, bagaimana menjawab permasalahan-permasalahan yang timbul dari fenomena generasi baru yang “hedon-norak” berikut kebudayaannnya itu. Masih berkaitan dengan fiqhud dakwah, masalah kiprah muslimah nampaknya memerlukan pembahasan tersendiri. Dominasi kaum hawa di beberapa fakultas merupakan fenomena tersendiri di kampus. Lebih-lebih lagi kalau keberadaannya di kampus memperoleh-“kalau tidak bisa dibilang klaim”- legitimasi feminisme. Masalah feminisme jika diletakkan sebagai sebuah aliran pemikiran belaka mungkin hanya menjadi ghazwah di tataran pemikiran saja. Tapi kalau feminisme sudah menjadi idiologi sebuah pergerakan, ini tentu saja akan menjadi perbenturan yang mewarnai kampus di masa datang. Di tingkat nasional, bisa disaksikan maraknya buruh-buruh perempuan dan merambahnya kaum ibu ke sektor-sektor yang selama ini tak pernah terbayangkan. Beralihnya peran ibu dari sektor domestik ke sektor publik ini jelas akan berpengaruh besar di masa datang. Catatan yang patut digaris bawahi pada pembahasan di sekitar fiqhud dakwah adalah manajemen konflik bagi para rijalud dakwah. Membicarakan konflik bukanlah meniatkan terjadinya konflik akan tetapi meniatkan penyelesaian konflik agar menghasilkan ishlah yang mendatangkan rahmat. Menabukan membicarakan tentang konflik justru mengingkari kenyataan yang ada. Memendam konflik berarti menyimpan bom waktu yang akan menjadi bumerang. Oleh karenanya konflik harus diselesaikan semenjak dini. Seiring dengan terajutnya tali ukhuwah, buatlah sebuah mekanisme yang mendamaikan perselisiha menjadi islah di atas landasan ketakwaan. Kalau seorang rijalud dakwah berhasil memanej konfliknya menjadi sebuah ishlah di atas ketakwaannya maka Allah akan merahmatinya (QS Al Hujurat ayat 10) Introspeksi dan Evaluasi Fenomena kefuturan pada sementara rijalud dakwah yang menggejala akhir-akhir ini bisa dilihat dari beberapa sudut. Hal pertama yang bisa dilihat adalah terhijabnya saluran komunikasi yang menimbulkan mis-persepsi dan tidak terserapnya permasalahan-permasalahan yang berkembang secara optimal. Komunikasi yang tidak efektif juga berdampak pada rendahnya pemahaman akan apa yang sebenarnya tengah diperdalam dan diperjuangkan. Akhirnya timbullah disorientasi pada sebagian rijalud dakwah. Hal kedua sebagai akibat dari hal pertama adalah terhambatnya aktualisasi diri sebagian rijalud dakwah yang kurang sabar dan kurang pandai memahami tapi terkenal kritis, kreatif, aktif, dan progresif. Mereka yang sangat ekspresif dan energik ini, sebenarnya aset yang mahal dalam barisan rijalud dakwah. Oleh karenanya dibutuhkan langkah-langkah yang antisipatif untuk mengarahkan mereka kearah-arah yang tepat dan telah dipersiapkan dengan matang. Hal ketiga sebagai akibat dari hal kedua adalah terjadinya stagnasi internal, di mana terdapat kecenderungan untuk defensif, tidak argumentatif, dan tidak antisipatif terhadap perkembangan yang ada. Kecenderungan yang umum adalah bertahan pada apa yang sudah ada, beku pada apa yang dianggap baku, takut berkreatifitas, malu berinovasi, khawatir salah, dan pasif menerima apa adanya. Akhirnya muncullah kebosanan dan kebencian akan kemapanan yang bersifat emosional. Hal keempat dan terakhir adalah rongrongan eksternal. Bagaimanapun golongan kiri, kanan, haddamah, dan generasi baru yang menjadi pialang peradaban barat akan merongrong terus baik secara politis maupun pemikiran dengan pola kerja yang sistematis. Sementara-“di sinilah pentingnya fiqhul ikhtilaf dan pemahaman terhadap harokah yang baik”-kelompok politik atau aliran pemikiran tertentu dalam Islam lainnya menawarkan berbagai alternatif lain untuk dipilih. Khatimah Memenej dakwah pada hakekatnya menjalankan fungsi kekhalifan di muka bumi ini. Jangan sampai ketika kita berdakwah di kampus, kaidah dakwah ‘ammah wa harokatudzh dzhohiroh (dakwah umum dan aktifitas terbuka) berubah perlahan-lahan menjadi kaidah dakwah khashshah wa harokatus sirriyah (dakwah khusus dan aktifitas tertutup). Jangan sampai ketika kita berdakwah, melakukan suatu kegiatan di kampus, pemberi materinya kita, panitianya kita, dan para pesertanyapun kita semua. Marilah kita belaku professional dalam berdakwah sehingga kita dapat menjalankan tugas sebagai khalifah di muka bumi ini. Allah menyaksikan apa yang terlintas pada setiap lubuk hati para Aktifis Dakwah Kampus. Maha suci Engkau Ya Allah, dengan memuji Engkau, aku bersaksi tiada Ilah kecuali Engkau. Aku mohon ampun kepada Mu dan aku bertaubat kepada Mu.

Saturday, November 21, 2009

Keutamaan Sepuluh Awal Zulhijjah

Alhamdulillah, Allah subhanahu wa ta’ala masih memberikan kita berbagai macam nikmat, kita pun diberi anugerah berjumpa dengan bulan Zulhijjah. Berikut kami akan menjelasakan keutamaan beramal di awal bulan Zulhijjah dan apa saja amalan yang dianjurkan ketika itu. Semoga bermanfaat. Keutamaan Sepuluh Hari di Awal Bulan Zulhijjah Di antara yang menunjukkan keutamaan sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah adalah hadits Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, « مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ». “Tidak ada satu amal soleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal soleh yang dilakukan pada hari-hari ini (iaitu 10 hari pertama bulan Zulhijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya dan tidak ada satu pun daripada keduanya (jiwa dan harta) yang kembali.”[1] Di antaranya lagi yang menunjukkan keutamaan hari-hari tersebut adalah firman Allah Ta’ala, وَلَيَالٍ عَشْرٍ “Dan demi malam yang sepuluh.” (QS. Al Fajr: 2). Di sini Allah menggunakan kalimat sumpah. Ini menunjukkan keutamaan sesuatu yang disebutkan dalam sumpah.[2] Makna ayat ini, ada empat tafsiran daripada para ulama iaitu: sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah, sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Ramadhan dan sepuluh hari pertama bulan Muharram.[3] Malam (lail) kadang-kala juga digunakan untuk menyebut hari (yaum), sehingga ayat tersebut boleh dimaksudkan dengan sepuluh hari Zulhijjah.[4] Ibnu Rajab Al Hambali menyatakan bahawa tafsiran yang menyebut sepuluh hari Zulhijjah, itulah yang lebih tepat. Pendapat ini dipilih oleh majoriti pakar tafsir daripada para salaf dan selain mereka, juga menjadi pendapat Ibnu ‘Abbas.[5] Keutamaan Beramal di Sepuluh Hari Pertama Bulan Zulhijjah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada satu amal soleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal soleh yang dilakukan pada hari-hari ini (iaitu 10 hari pertama bulan Zulhijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.”[6] Ibnu Rajab Al Hambali menyatakan, “Hadits ini menunjukkan bahawa amalan di sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari lainnya dan di sini tidak ada pengecualian. Jika dikatakan bahawa amalan di hari-hari tersebut lebih dicintai oleh Allah, itu menunjukkan bahawa beramal di waktu itu adalah sangat utama di sisi-Nya.”[7] Bahkan jika seseorang melakukan amalan yang mafdhul (kurang utama) di hari-hari tersebut, maka boleh jadi ia lebih utama daripada seseorang melakukan amalan yang utama di selain sepuluh hari awal bulan Zulhijjah. Ini kerana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya, “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Beliau pun menjawab, “Tidak pula jihad di jalan Allah.” Lalu beliau memberi pengecualian iaitu jihad dengan mengorbankan jiwa raga. Padahal jihad sudah kita ketahui bahawa ia adalah amalan yang mulia dan utama. Namun amalan yang dilakukan di awal bulan Zulhijjah tidak kalah walaupun dibandingkan dengan jihad, walaupun amalan tersebut adalah amalan mafdhul (yang kurang utama) berbanding jihad.[8] Ibnu Rajab Al Hambali menyatakan, “Hal ini menunjukkan bahawa amalan mafdhul (yang kurang utama) jika dilakukan di waktu afdhal (utama) untuk beramal, maka itu akan menyaingi amalan afdhal (amalan utama) di waktu-waktu lainnya. Amalan yang dilakukan di waktu afdhal untuk beramal akan memiliki pahala berlebih kerana pahalanya yang akan dilipatgandakan.”[9] Mujahid menyatakan, “Amalan di sepuluh hari pada awal bulan Zulhijjah akan dilipatgandakan.”[10] Sebahagian ulama menyatakan bahawa amalan pada setiap hari di awal Zulhijjah sama dengan amalan satu tahun. Bahkan ada yang menyatakan sama dengan 1000 hari, sedangkan hari Arafah sama dengan 10.000 hari. Keutamaan ini semua berlandaskan pada riwayat fadha’il yang lemah (dha’if). Namun hal ini tetap menunjukkan keutamaan beramal pada awal Zulhijjah berdasarkan hadits sahih seperti hadits Ibnu ‘Abbas yang disebutkan di atas.[11] Amalan yang Dianjurkan di Sepuluh Hari Pertama Awal Zulhijjah Keutamaan sepuluh hari awal Zulhijjah berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada amalan tertentu, sehingga amalan tersebut boleh jadi solat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan amalan soleh lainnya.[12] Di antara amalan yang dianjurkan di awal Zulhijjah adalah amalan puasa. Dari Hunaidah bin Kholid, dari isterinya, beberapa isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Zulhijjah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya[13], …”[14] Di antara sahabat yang megamalkan puasa selama sembilan hari awal Zulhijjah adalah Ibnu ‘Umar. Ulama lain seperti Al Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin dan Qatadah juga menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut. Inilah yang menjadi pendapat majoriti ulama. [15] Namun ada sebuah riwayat dari ‘Aisyah yang menyebutkan, مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَائِمًا فِى الْعَشْرِ قَطُّ “Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada sepuluh hari bulan Zulhijjah sama sekali.”[16] Mengenai riwayat ini, para ulama memiliki beberapa penjelasan. Ibnu Hajar Al Asqalani menyatakan bahawa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan puasa ketika itu –padahal baginda saw suka melakukannya- kerana khuatir umatnya menganggap puasa tersebut wajib.[17] Imam Ahmad bin Hambal menjelaskan bahawa ada riwayat yang menyebutkan hal yang berbeza dengan riwayat ‘Aisyah di atas. Lantas beliau menyebutkan riwayat Hafshoh yang menyatakan bahawa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan puasa pada sembilan hari awal Zulhijjah. Sebahagian ulama menjelaskan bahawa jika ada pertentangan antara perkataan ‘Aisyah yang menyatakan bahawa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa sembilan hari Zulhijjah dan perkataan Hafshoh yang menyatakan bahawa beliau malah tidak pernah meninggalkan puasa sembilan hari Zulhijjah, maka yang dimenangkan adalah perkataan yang menetapkan adanya puasa sembilan hari Zulhijjah. Namun dalam penjelasan lainnya, Imam Ahmad menjelaskan bahawa maksud riwayat ‘Aisyah adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpuasa penuh selama sepuluh hari Zulhijjah. Sedangkan maksud riwayat Hafshoh adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa di majoriti hari yang ada. Jadi, hendaklah berpuasa di sebahagian hari dan berbuka di sebahagian hari lainnya.[18] Kesimpulan: Boleh berpuasa penuh selama sembilan hari bulan Zulhijjah (dari tanggal 1 sampai 9 Zulhijjah) atau berpuasa pada sebahagian harinya. Catatan: Kadang-kala dalam hadits disebutkan berpuasa pada sepuluh hari awal Zulhijjah. Yang dimaksudkan adalah majoriti dari sepuluh hari awal Zulhijjah, hari Idul Adha tidak termasuk di dalamnya dan tidak diperbolehkan berpuasa pada hari ‘Ied.[19] Keutamaan Hari Arafah Di antara keutamaan hari Arafah (9 Zulhijjah) disebutkan dalam hadits berikut, مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ “Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah di hari Arafah (iaitu untuk orang yang berada di Arafah). Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?”[20] Itulah keutamaan orang yang berhaji. Saudara-saudara kita yang sedang wukuf di Arafah saat ini telah rela meninggalkan sanak keluarga, negeri, telah pula menghabiskan hartanya, dan tubuh mereka pula dalam keadaan letih. Yang mereka inginkan hanyalah keampunan, keredhaan, dekat dan berjumpa dengan Rabbnya. Cita-cita mereka yang berada di Arafah inilah yang akan mereka perolehi. Darjat mereka pun akan tergantung pada niat mereka masing-masing.[21] Keutamaan yang lainnya, hari Arafah adalah waktu mustajabnya do’a. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ “Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari Arafah.”[22] Maksudnya, inilah doa yang paling cepat dipenuhi atau dikabulkan.[23] Jadi hendaklah kaum muslimin memanfaatkan waktu ini untuk banyak berdoa pada Allah. Do’a pada hari Arafah adalah do’a yang mustajab kerana dilakukan pada waktu yang utama. Jangan Tinggalkan Puasa Arafah Bagi orang yang tidak melakukan haji , dianjurkan untuk menunaikan puasa Arafah iaitu pada tanggal 9 Zulhijjah. Hal ini berdasarkan hadits Abu Qatadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ “Puasa Arafah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.”[24] Hadits ini menunjukkan bahawa puasa Arafah lebih utama daripada puasa ‘Asyura. Di antara alasannya, Puasa Asyura berasal daripada Nabi Musa, sedangkan puasa Arafah berasal daripada Nabi kita Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam.[25] Keutamaan puasa Arafah adalah iaakan menghapuskan dosa selama dua tahun dan dosa yang dimaksudkan di sini adalah dosa-dosa kecil. Atau boleh pula yang dimaksudkan di sini adalah diringankannya dosa besar atau ditinggikannya darjat.[26] Akan tetapi untuk orang yang berhaji tidak dianjurkan melaksanakan puasa Arafah. Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata, أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَفْطَرَ بِعَرَفَةَ وَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ أُمُّ الْفَضْلِ بِلَبَنٍ فَشَرِبَ “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpuasa ketika di Arafah. Ketika itu baginda saw diberikan minuman susu, baginda pun meminumnya.”[27] Diriwayatkan daripada Ibnu ‘Umar bahawa beliau ditanya mengenai puasa hari Arafah di Arafah. Beliau menyatakan, حَجَجْتُ مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَلَمْ يَصُمْهُ وَمَعَ أَبِى بَكْرٍ فَلَمْ يَصُمْهُ وَمَعَ عُمَرَ فَلَمْ يَصُمْهُ وَمَعَ عُثْمَانَ فَلَمْ يَصُمْهُ. وَأَنَا لاَ أَصُومُهُ وَلاَ آمُرُ بِهِ وَلاَ أَنْهَى عَنْهُ “Aku pernah berhaji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan baginda tidak menunaikan puasa pada hari Arafah. Aku pun pernah berhaji bersama Abu Bakr, beliau pun tidak berpuasa ketika itu, begitu juga dengan Umar , beliau pun tidak berpuasa ketika itu, begitu pula dengan ‘Utsman, beliau tidak berpuasa ketika itu. Aku pun tidak mengerjakan puasa Arafah ketika itu. Aku pun tidak memerintahkan orang lain untuk melakukannya. Aku pun tidak melarang jika ada yang melakukannya.”[28] Dari sini, yang lebih utama bagi orang yang sedang berhaji adalah tidak berpuasa ketika hari Arafah di Arafah dalam rangka meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Khulafa’ur Rosyidin (Abu Bakr, ‘Umar dan ‘Utsman),ia juga bertujuan agar lebih menguatkan diri di dalam berdo’a dan berdzikir ketika wukuf di Arafah. Inilah pendapat majoriti ulama.[29] Puasa Hari Tarwiyah (8 Zulhijjah) Ada riwayat yang menyebutkan, صَوْمُ يَوْمَ التَّرْوِيَّةِ كَفَارَةُ سَنَة “Puasa pada hari tarwiyah (8 Zulhijjah) akan mengampuni dosa setahun yang lalu.” Ibnul Jauzi menyatakan bahawa hadits ini tidak sahih.[30] Asy Syaukani menyatakan bahawa hadits ini tidak sahih dan dalam riwayatnya ada perawi yang pendusta.[31] Syaikh Al Albani menyatakan bahawa hadits ini dhaif (lemah).[32] Oleh kerana itu, tidak perlu berniat khusus untuk berpuasa pada tanggal 8 Zulhijjah kerana hadisnya dha’if (lemah). Namun jika berpuasa kerana mengamalkan keumuman hadits sahih yang menjelaskan keutamaan berpuasa pada sembilan hari awal Zulhijjah, maka itu diperbolehkan. Wallahu a’lam.

Thursday, November 19, 2009

Aku Bukan Manusia Baik

Aku bukan hamba Allah yang baik Banyak dosa dan maksiat Banyak alpa dan lalai Sering terlena dengan dunia Acapkali leka dengan permainan Selalu terlibat dengan hal-hal yang tidak berguna Aku bukan kawan yang baik Banyak hak-hak sahabat yang tidak kutunaikan Sering bantuan tidak aku berikan Justru ketika mereka sangat memerlukan Aku bukan suami yang baik Banyak ketidak adilan yang kulakukan Banyak kezaliman yang kuperbuat Terlalu banyak tuntutan hak yang aku minta Sementara kewajiban tidak sepenuhnya aku tunaikan Aku bukan ayah yang baik Seringkali anak kutinggalkan sedang tidur Dan ketika aku kembali dia pun sudah tertidur Jarang dekapan hangat kuberikan Jarang ada waktu untuk bermain dengannya Padahal dia sering mengingau memanggil namaku Aku bukan guru yang baik Banyak anak-anak yang belum paham apa yang kuajarkan Banyak yang belum berubah akhlak mereka Banyak pula yang ibadah mereka masih jalan di tempat Banyak lagi yang belum tahu menghormati guru Tidak tahu menghargai waktu Tidak berminat membaca buku Tidak suka majelis ilmu Aku bukan imam yang baik Sering makmum kutinggalkan Sering orang tak berilmu terpaksa maju jadi imam Sebab imam mereka lebih suka menjadi makmum di masjid lain Bukankah satu kezaliman meninggalkan mereka? Menjalankan agama tanpa arahan dan bimbingan Dari seorang imam yang sepatutnya mendampingi sebagai teman Aku bukan pelajar yang baik Tesisku sampai sekarang belum selesai Pelbagai alasan kuberikan Untuk melegalkan kemalasan Saya sibuk bekerja... Sayang ngak punya masa... Malam sudah penat dan letih... Habis isya sudah ngak ada tenaga... Sekolah banyak memakan waktu... Ngak sempat ke pustaka... Dan alasan-alasan lainnya yang dicari-cari Hei bung... Memang cuma anda yang jadi mahasiswa? Memang cuma anda yang bekerja? Memang cuma anda yang berkeluarga? Memang cuma anda yang penat dan letih? Memang orang lain punya masa lebih dari 24 jam? Aku bukan manusia yang baik.

Tuesday, November 17, 2009

Apa yang kamu dapat ternyata lebih saudaraku.

Malam kemaren ana datang mengunjungi salah seorang ikhwah "min baladina haza khassah" juga. Ana sampai pas ketika azan isya dikumandangkan Ana hantar zaujah ke rumah akh tadi untuk bersama zaujah beliau Ana dan akh berangkat ke surau untuk solat isya Selepas solat akh bagi tau kita ke kedai aja di rumah ngak ada apa-apa Kami duduk di kedai mamak dan memesan minuman. Ana pesan horlik panasa dan akh pesan air limau panas Sambil minum kami ngobrol ngalor kidul kesana kesini Bincang beragam isu mulai dari kuliah sampai urusan kerja Wuih...banyak juga ternyata masalah-masalah yang tersembunyi selama ini Mungkin pertemuan ini ada hikmahnya Setidaknya ana lebih memahami karakter akh ana Kami balik ke rumah akh sebab sudah agak malam Rencananya ana cuma mau ngambil zaujah trus pulang Ternyata di rumah akh sudah disediakan makanan Ada nasi putih yang masih mengepul Ada mi goreng telur Dan ada gulai daging Tapi yang uniknya adalah daging yang ada dalam gulai itu cuma sepotong Ya cuma sepotong Ana ngka jadi ngambil daging itu Akh juga ngak ngambil Mungkin tadi zaujah juga ngak ngambil So ana yakin dari tadi setelah sekian orang menikmati gulai itu Dagingnya tetapa utuh SATU ketul Subhanallah... Ana jadi malu dengan diri sendiri Ana ingat keadaan diri ini Alhamdulillah di rumah ada makanan Di kulkas juga ada makanan mentah yang siap diolah Ya Allah... Aku patut lebih banyak lagi bersyukur padaMu Aku pantas lebih banyak bertafakkur kepadaMu Aku seharusnya lebih banyak lagi bersujud di hadapanMu Aku sewajarnya lebih banyak lagi mentadabburi kitabMu Ya Rabbi... Inni Zhalamtu Nafsii Zhulman Katsiro Kabiiro Walaa Yaghfiru Azzunuba illa Anta Fagfirlii Magfhiratan Min 'Indika Warhamnii Innaka Anta Khairu Arrahimin