Wednesday, July 21, 2010

Apa Yang Didapat Arafat Dari Israel?

Di Palestina, Yasser arafat memang telah selesai. Dengan Israel, ia juga hanya cerita lalu. Apa sesungguhnya yang dicapai Arafat selama menjadi pemimpin PLO?

Pada tahun 1969, Arafat ditunjuk menjadi pimpinan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) menggantikan Yahya Hammudah. Di tangan Arafat, PLO mengalami perubahan khittah perjuangannya; dari perlawanan bersenjata ke cara-cara damai. Tidak heran jika sejak saat itu, Palestina bisa dikatakan melempem.

Perubahan sikap Arafat itu secara kongkrit dituangkan dalam keputusan yang diambil pada bulan November 1988 yang menerima Resolusi PBB no.181 yang mengakui partisi wilayah Palestina dalam dua wilayah untuk bangsa Palestina dan Yahudi. Kebijakan ini diteruskan dalam negosiasi Madrid, Kesepakatan Oslo atau Gaza-Jericho First yang secara ofisial ditandatangani di Washington, 13 September 1993. Konon, resolusi dan negosiasi inilah yang membuat Yahudi bersikeras menegakkan negara Israel di tanah Palestina.

Dalam kesepakatan Gaza-Jericho, elit PLO menyatakan telah mengakui eksistensi hak entitas Zionis, membenarkan legitimasi pendudukan dan kepemilikan 77% tanah Palestina oleh Israel, menghentikan Intifadhah bersenjata, menghapus klausul-klausul dalam Piagam Nasional yang menyerukan pembebasan seluruh bumi Palestina dan menghancurkan entitas Zionis serta berjanji untuk menyelesaikan segala persoalan yang muncul kemudian dengan cara-cara damai.

Dengan semua itu, PLO sebaliknya mendapatkan pengakuan dari Israel sebagai satu-satunya representasi rakyat Palestina, mendapatkan kekuasaan otonom-terbatas terutama di Tepi Barat hingga isu-isu sentral tentang konflik dapat diselesaikan dalam kurun waktu lima tahun (1998).

Namun apa yang terjadi, sampai detik kematian Arafat, OP hanya mendapatkan 17% dari wilayah Tepi Barat (sekitar 1000 km2)? Komitmen Arafat terhadap kesepakatan Oslo terus dilakukannya dengan berbagai cara, menangkapi para aktifis Intifadhah seperti yang terjadi di tahun 1996 dan bahkan di tahun 2004 tidak kurang dari 35 rencana operasi bom syahid berhasil digagalkan oleh pihak keamanan OP. Namun apa yang didapat oleh Arafat dari Israel? Ia justeru dijatuhi larangan keluar dari Muqata, bahkan hembusan kabar yang menyatakan bahwa Arafat diracun sudah lama mengemuka.

Sampai saat ini, kontroversi penyebab kematian Arafat masih terus diselidiki. Dan ini menjadi tuntutan Brigade Syahid Yasir Arafat (Brigade Syuhada Aqsha) kepada para elit politik OP beberpa tahun lalu, terutama sekitar dugaan racun yang menjadi penyebab kematian “sang pahlawan.” Menurut Hamas, Israel berada di belakang kematian Arafat. Terlepas dari benar atau tidaknya "tudingan" Hamas tersebut, yang jelas niat sang pahlawan legendaris ini untuk dikuburkan di Jerusalem Timur—yang 'dijanjikan' akan menjadi ibukota Palestina masa depan—pun telah ditolak mentah-mentah oleh Ariel Sharon, perdana menteri Israel ketika itu.

Seharusnya, Mahmoud Abbas, suksesor Arafat sekarang ini yang mendekati usia senja kala, baik secara politis maupun jatah umurnya sendiri, bisa memetik pelajaran penting dari kegagalan total Arafat terhadap Palestina.

Tuesday, July 20, 2010

Sejauh Mana Toleransi Kita?

الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِين


(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Ali Imran 3:134)

Toleransi dimulai dengan toleransi dengan diri sendiri, dengan menahan diri dari menyimpan dendam dan kebencian dan permusuhan. Sebaliknya kita harus mengajar diri sendiri rahmat, persahabatan, dan perdamaian. Kita harus mengampuni orang tua kita, kerabat, dan semua kerabat kita, memelihara hubungan darah, karena memang Allah swt telah memerintahkan kita untuk melakukan itu semua.

Kita harus bermurah hati dengan kerabat kita, merawat mereka, memaafkan kesalahan mereka, dan menoleransi kerugian yang mereka lakukan kepada kita. Kita harus toleran dan memaafkan anggota-anggota masyarakat kita sehingga jika mereka berbuat salah, kita akan membetulkan mereka dengan kelembutan dan nasihat ringan, mengingat bahwa kita mungkin sama seperti yang mereka lakukan.

Kita harus mengirimkan pesan tentang toleransi dan perdamaian ke dunia. Kita harus menunjukkan kepedulian kepada bangsa-bangsa lain `keselamatan dan kesejahteraan sehingga mereka dapat diyakinkan bahwa kita tidak akan menyakiti mereka. Mereka dan kita hidup di planet yang sama. Kita memiliki kepentingan bersama dan keuntungan. Sebagai manusia, kita semua memiliki tanggung jawab terhadap satu sama lain.

Di sinilah kita menunjukkan wajah Islam yang indah tanpa kekerasan, penghinaan, dan penindasan. Ia memerintahkan kita untuk menggunakan wacana dan perlakuan yang lembut. Allah swt melarang kita untuk menggunakan terorisme intelektual dan mencoba untuk mengendalikan pikiran orang secara paksa.

Kita perlu menunjukkan kepada dunia bahwa kita peduli tentang kesuksesan, kebahagiaan, dan kehidupan masyarakat. Nabi Muhammad saw diutus untuk membawa kebahagiaan, bukan kesengsaraan kepada rakyat, untuk memimpin mereka kepada keselamatan, bukan kebinasaan, menjaga keamanan dan kehidupan mereka, dan tidak membunuh mereka, kecuali di jalan kebenaran. Rasulullah mengatakan demikian dalam indah dan terinspirasi khotbah pada suatu waktu: "Kalian dilarang untuk membunuh satu sama lain, mengambil harta, dan kehormatan. Larangan ini suci seperti hari ini, di bulan ini, di tanah yang suci ini."

Mengapa orang-orang di dunia selalu melihat orang Islam sebagai pelaku kekerasan? Kita selalu bekerja untuk melakukan kerja kemanusiaan, tapi mengapa sebagian dari kita selalu dianggap sebagai ancaman?

Selama ini, karena kita tidak benar-benar setia kepada agama kita, kita lemah dan tidak siap. Kita terus dicerai-beraikan, cengeng, dan primitif ketika datang ke dunia materi yang mereka sebut peradaban. Orang-orang asing marah dan lelah dengan dunia dan diri mereka sendiri. Mereka marah dengan segala sesuatu, dengan orang-orang dan bahkan dengan air yang mereka minum dan udara yang mereka hirup. Mereka seperti ini karena mereka memiliki sedikit pengetahuan dan tidak mampu untuk hidup dalam persahabatan dan perdamaian dengan masyarakat mereka. Mereka tidak mampu berinteraksi dengan orang dan menunjukkan atau menerima kasih sayang.

Jauhkan Dirimu Dari Orang Munafik

Ibn Juraij mengatakan, “Ucapan orang munafik selalu berbeda dengan perbuatannya. Apa yang ia sembunyikan selalu berbeda dengan apa yang ia tampakkan. Bathinnya berbeda dengan dhohirnya dan kehadirannya berbeda dengan ketidakhadirannya. Karena itu, nifaq i’tikhadi menjadikan pelakunya kafir dan keluar dari keimanan. Kemunafikan tipe inilah yang ada pada orang-orang munafik di masa Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam."

Di masa perang Badr, yang agung, saat Allah Rabbul Alamin, membuktikan keagungan-Nya serta memuliakan Islam dan para pengikutnya. Di Madinah ada seorang tokoh bernama Abdullah bin Ubai bin Salul. Dia adalah salah seorang pemimpin penduduk Madinah, berasal dari suku Khazraj, dan merupakan pembesar dua kabilah di masa jahiliyah, anggota suku-suku itu, secara aklamasi berjanji mengangkatnya sebagai raja. Kemudian datanglah Islam dan merekapun memeluknya. Abdullah bin Ubai bin Salul pun masuk Islam bersama keluarganya.

Saat perang Badr berkecamuk, Abdullah bin Ubai bin Salul berkata, “Urusan ini sudah jelas”. Kemudian ia menampakkan keIslamannya dan masuklah bersamanya beberapa golongan dan pengikutnya serta kelompok lain dari Ahlul Kitab. Karena itu, kemunafikan mulai ditemukan di dalam tubuh penduduk Madinah dan orang-orang sekitarnya.

Nifaq ‘amal (perbuatan) adalah salah satu dari bagian dosa besar. Pelakunya adalah orang ylang melakukan beberapa perbuatan kemunafikan yang telah dikategorikan oleh Rasulullah Shallahu Alaihi Wa sallam dalam banyak sabdanya. Seperti perbuatan dengan menyembunyikan kekufuran dan menampakkan keimanan.

Dari Abdullah bin Umar dan Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah Shallahu Alaihi Wasallam, bersabda :

“Ada empat perkara yagn apabila terkumpul pada diri seseorang, maka ia adalah orang munafik tulen. Dan barangsiapa yang hanya terkumpl salah satu darinya, maka ia telah memiliki tabiat orang munafik sampai ia dapaat meninggalkannya. Yaitu, jika ia dipercaya, maka ia berkhianat, jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia akan ingkar janji, jika berseteru ia akan ber buat keji”.

Kemunafikan digambarkan sebagai sindrom berbahaya bagi setiap individu kaum muslimin. Karena itu, mutlak harus menjauhi sifat-sifat munafik. Kemunafikan juga membahayakan bagi umat manusia, dan hari depan kehidupan. Allah Azza Wa Jalla telah memperingatkan kepada orang-orang mukmin tentang sosok orang-orang munafik. Mereka adalah orang-orang yang lebih pantas untuk dimusuhi, dilawan dan dihadapi sebagai musuh nyata dibandingkan musuh yang jauh lokasinya, sudah diketahui, dan jelas keberadaannya. Allah Rabbul Alamin bersabda :

“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadkan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kau yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukkan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka, semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan dari kebenaran?”. (Al-Munafiqun : 4)

Allah Azza Wa Jalla mengingatkan orang-orang mukmin, bahwa orang-orang munafik adalah musuh yang sesungguhnya yang harus diwaspadai, awas dari tipu daya, kelicikan dan kencenderungan sikap aniaya mereka. Mereka berusaha menguping kaum mukminin secara sembunyi-sembunyi demi kemaslahatan orang-orang kafir. Allah Ta’ala berfirman :

“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka, ialah neraka Jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya”. (At-Taubah : 73, At-Tahrim : 9).

Dalam ayat ini, ada sebuah bentuk perintah dari Allah Ta’ala kepada Nabi Shallahu Alaihi Wasallam untuk berjihad melawan orang-orang kafir. Secara khusus, wahyu tersebut memperingatkan Nabi Shallahu Alaihi Wasalllam, tentang bahaya orang-oran manufik, tipu daya dan kecenderungan makar mereka.

Diantara sifat nifaq itu dapat menimbulkan berbagai akibat yang sangat buruk, dan mengancam kehidupan manusia. Orang munafik menimbulkan kerusakan yang amat merusak di muka bumi. Mereka akan selalju membuat kerusakan,yang tiada henti-hentinya. Orang-orang manufik akan mencabut agama (Islam) sampai ke akar-akarnya. Meskipun, karena sifatnya kemanufikannya itu, mereka tidak merasa bahwa mereka berbuat kerusakan. Maka, apabila diperingatkan, “Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi!”, maka mereka akan menjawab, “Kami menghendaki pembangunan, mengeluarkan umat dari kebodohan dan kezaliman menuju ilmu dan cahaya, dari keterpurukan menuju modernitas, dan dari kemunduran menuju kemajuan. Kami hanyalah kalangan orang yang menghendaki reformasi”, ujar mereka.

Hakekatnya mereka adalah para pendusta! Merekalah destruktor (perusak) yang sesungguhnya. Tetapi tidak pernah menyadari, atau pura-pura tidak menyadari, bahwa tindakan atau amal mereka merusak. Mereka mengeluarkan jargon-jargon yang indah dan memikat bagi kaum muslimin, sehingga banyak kaum muslmin yang tertipu oleh bujukan jargon orang-orang munafik itu. Sesungguhnya, mereka itu, yang melakukan kerusakan, baik itu kerusakan terhadap aqidah, pemikiran, ekonomi, sosial, politik, budaya, dan kemiliteran.

Karena itu, jika dicegah perbuatan yang merusak itu, mereka tidak mau ambil peduli. Alasan utama mereka adalah : “Kami adalah para reformis dankalian adalah orang-orang yang tidak menghendaki perubahan. Kami adalah orang-orang yang benar, sedangkan kalian adalah orang-orang yang salah. Kami adalah orang-orang yang cerdas, memiliki visi masa depan, sedangkan kalian orang-orang yang dungu, dan hanya berorienasi ke masa lalu”, tegas orang-orang manufik itu. Allah Ta’ala berfirman :

“Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, tetapi mereka tidak sadar”. (Al-Baqarah : 12).

Mereka berusaha melahirkan kaader-kader baru, dan mendidik generasi baru, yang akan memiliki karakter dan sifat-sifat manufik, terutama para ulama jahat (syu’), ulama yang menjilat penguasa fasik, dan para ulama mansuniyah (freemanson),agar mereka dapat melempar berbagai kerancuan di tengah-tengah kaum muslimin dan membuat kaum muslimin ragu dan meninggalkan Islam.

Mereka menyulut kaum muslimin dengan berbagai provokasi pemikiran yang ‘la diniyah’ (sekuler), yang dibunungkus dengan jargon-jargon, yang seakan-akan benar bersumber dari asholah Islam, tapi sebenarnya dari ajaran setan. Mereka banyak mendirikan lembaga pendidikan dengan bungkusan lebel yang sangat indah, menarik kaum muslimin, sekolah-sekolah, lembaga-lembaga, surat kabar, majalah, radio, yang lebih fokus dengan tujuan menyelewengkan ajaran Islam.

Kalangan yang berperan besar menyuburkan kelompok munafik, seperti sejarah awalnya lahirnya, orang-orang munafik, tak lain adalah kalangan Yahudi dan Nasrani, orang-orang yang serupa dengan mereka dan kaum munafik dikalangan umat ini. Mereka bertujuan ingin memadamkan cahaya Allah, dan menanamkan keraguan kepda banyak orang dengan kebenaran. Padahal, mereka sendiri selalu berbantah-bantahan dan bermusuh-musuhan.

Dan, benarlah sebuah ucapan Umar bin Khattab RA, yagn mengatakan, “Yang menghancurkan Islam adalah orang alim yang menyimpang, orang munafik yang pandai mendebat A-Qur’an dan menggunakan Al-Qur’an untuk kepentingan pribadi, serta para pemimpin sesat”, ungkap Umar. Maka, jauhilah mereka, tinggalkanlah mereka, jangan mendekatkan diri kepada mereka, serta lepaskanlah wala’ (loyalitas) kepada mereka. Karena orang-orang munafik itu, tak lain , mereka adalah orang-orang kafir jua. Allah berfirman :

“Apakah kamu tiada memperhatikan orang-orang yang munafik yang berkata keapda saudara-saudara mereka yang kafir diantara ahli kitab, ‘Sesungguhnya jika kamu diusir, niscaya kamiun akan keluar bersama kamu, dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kdepada seiapapun untuk menyusahkan kamu”. (Al-Hasyr : 11).

Demikkianlah, sebuah fakta dari karakter dasar orang-orang manufik sepanjang sejarah kemanusiaan yang telah berlangsung sejak dahulu kala. Wallahu’alam. mashadi@eramuslim.com

Carilah Jenis Cinta untuk Memperoleh Petunjuk

Banyak jenis cinta yang menjadi kazanah kehidupan. Dengan cinta manusia bisa hidup. Dengan cinta manusia bisa menjadi celaka. Maka manusia harus memahami hakekat cinta. Ada lima jenis cinta yang harus dibedakan, sehingga tidak timbul persepsi salah, yang akhirnya menyebabkan seseorang tersesat.

Pertama, cinta kepada Allah Azza Jalla. Cinta kepada Allah saja tidak cukupuntuk menyelamatkan seseorang dari siksa Allah dan mendapatkan pahala dari-Nya. Karena orang-orang musryik, penyembah Salib, Yahudi dan lainnya juga mencintai Allah.

Kedua, mencintai apa yang dicintai Allah Azza Wa Jalla. Jenis cinta inilah yang memasukkan seseorang ke dalam Islam dan mengeluarkannya dari kekafiran. Orang yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah orang yang paling kuat kecintaannya dalam hal hal ini.

Ketiga, kecintaan karena Allah dan di jalan Allah Azza Wa Jalla. Kecintaan ini merupakan syarat dari kecintaan kepada apa yang dicintai oleh Allah (jenis kedua). Mencintai apa yang dicintai Allah tidak akan lurus kecuali jika ia mencintai karena Allah dan di jalan Allah.

Keempat, cinta mendua kepada Allah Azza Wa Jalla. Artinya ia mencintai selain Allah, dan juga mencintai Allah dengan kadar yang sama. Ini merupakan syirik. Setiap orang yang mencintai sesuatu dengan kecintaan yang sama kepada Allah, bukan karena Allah atau di jalan-Nya, maka ia telah menjadikannya sebagai tandingan selain Allah. Inilah jenis kecintaan orang-orang musyrik.

Kelima, kecintaan yang sifatnya manusiawi, kita boleh melakukannya. Yaitu kecenderungan seseorang kepada apa yang disenanginya dan yang sesuai dengan wataknya dan nalurinya. Seperti orang haus mencintai air, lapar mencintai makanan, senang tidur, mencintai isteri, dan anak. Ini bukan cinta yang dicela, melainkan jika telah melalaikan zikir kepada Allah Azza Wa Jalla dan menyibukkan dari cinta kepada Allah.

Lalu, siapakah yang lebih baik dan bahagia hidupnya, ialah orang yang semua kehendak dan cita-citanya bersatu untuk mencapai keridhaan Allah. Orang yang zikir hanya kepada Allah, hanya rindu kepada-Nya. Kemudian inilah yang menguasai kemauan-kemauannya, cita-citanya, dan lamunan-lamunannya. Ia akan diam karena Allah. Jika berbicara ia karena Allah. Jika memukul, ia memukul karena Allah. Bergerak karena-Nya, diam karena-Nya, hidup dan mati karena Allah, dan dibangkitkan karena Allah.

Dalam Shahih Buchari hadist qudsi, Allah berfirman :

“Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang Aku wajibkan, dan senantiasa ia beribadah dengan yang sunnah, keuali Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya, maka Aku pendengarnya yang ia mendengar dengannya, Aku penglihatannya yang ia melihat dengannya, Aku tangannya yang ia memukul dengannya, Aku kakinya yang ia berjalan dengannya. Jika ia meminta kepadaku, maka niscaya Aku akan memberinya, jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, maka Aku akan memberi perlindungan kepadanya. Tidakkah Aku ragu-ragu dalam melakukan sesuatu, jika Aku yang melakukannya, kecuali keraguan-Ku ketika mencabut nyawa hamba-Ku yang beriman yang benci kematian, dan Aku benci apa yang ia benci”.

Kecintaan seperti inilah yang menyibukkan hatinya untuk tidak memikirkan dan memperlihatkan hal-hal lain, selain Allah, sehingga menguasai ruhnya. Tak ada lagi tempat bagi yang lain dihatinya. Kecintaan inilah yang menguasainya dalam setiap geraknya. Dalam mendengar, melihat berjalan. Allah ada dalam hatinya dan bersamanya. Walah ‘alam.

Jauhkanlah Dirimu Dari Cinta Buta

Betapa banyak orang mengalami penyakit cinta buta. Cinta buta itu tidak dapat membedakan antara kemuliaan dan kehinaan. Banyak mereka yang terkena penyakit cinta buta itu, terjatuh ke dalam kehidupan hina dina, tetapi mereka menyangka sebuah kemuliaan. Tak jarang pula mereka yang sudah terkena penyakit cinta buta itu, kehilangan kesadaran dan kehendak sucinya mengenal hakekat kebenaran sejati, Al-haq.

Mengobati cinta buta seseorang harus mengetahui bahwa yang menimpanya adalah sesuatu yang bertentangan dan menafikan tauhidnya kepada Allah. Manusia yang mengalami cinta buta harus menyadari bahwa ketika melakukan semuanya, karena kelalaian hatinya kepada Allah. Ia harus mengetahui dan menyadari untuk bertauhid kepada-Nya, sunnah-sunnah-Nya, dan bukti-bukti Allah.

Melakukan ibadah-ibadah lahir dan bathin, sehingga hati dan pikirannya senantiasa berpikir kepadanya ibadah kepada-Nya. Hendaklah ia memperbanyak kembali dan mendekatkan diri kepada Allah dengan penuh ketundukkan dan rendah diri. Tidak ada obat yang paling efektif daripada ikhlas hanya kepada Allah. Allah menyebutkan di dalam Al-Qur’an :

“Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih”. (Yusuf : 24)

Penggambaran ayat diatas ini menjelaskan bahwa Allah memalingkan dan menjauhkan Yusuf dari kemungkaran isyq (cinta buta) dan kekejian dengan keikhlasannya. Tidak ada yang dapat menjauhkan kesesatan seseorang kecuali, hanya ketika ia dekat dengan Allah. Jika hati itu bersih suci dan memurnikan amanah hanya kepada Allah, maka idak mungkin orang akan terkena penyakit cinta buta. Cinta buta tidak akan bersemayam di hati seseorang yang selalu mengingat Allah. Sebab cinta buta hanya berada di dalam hati yang kosong. Seperti dikatakan seorang penyair :

“Cintaku pada perempuana itu datang sebelum aku mengenal cinta, Ia datang ke hati yang kosong, kemudian bersaralah ia”.

Maka, hendaklah orang yang berakal mengetahui bahwa secara logika dan syariat dalam hidup ini, ia harus meraih kebaikan dan kemaslahatan atau melengkapinya dan menghindar dari mafsadah. Jika seseorang dihdapkan pada masalah yang ada kandungan masalahat dan mafsadah,maka ia harus memiliki dua prinsip.

Prinsip amali dan prinsip ilmiah. Secara ilmiah mengharuskannya memiliki pengetahuan tentang mana yang lebih kuat segi maslahat atau mafsadahnya? Jika ia telah menemukan mana yang paling banyak masalahatnya, maka seseorang itu harus mengikuti yang palig banyak masalahatnya. Bukan justru mengikuti yang banyak mafsadahnya, meskipun secara pandangan mata, itu sangat baik bagi seseorang.

Seseorang harus memahami bahwa cinta buta itu, tidak ada sama sekali maslahatnya bagi manusia di dunia dan akhirat. Cinta itu dapat menimbulkan mafsadah bagi manusia dalam kategori yang sangat luas dalam kehidupan ini. Diantaranya :

Pertama, manusia akan disibukkan dengan mengingat-ngingat makhluk dan mencintainya, dan dibandingkan dengan zikir dan cinta kepada Allah. Ketahuilah antara cinta dan zikir itu tidak mungkin menyatu dalam hati seseorang, karena keduanya akan bertarung, dan akan menguasainya adalah yang paling kuat.

Kedua, hatinya tersiksa karena ma’syuqnya, dan barangsiapa yang mencintai selain Allah, ia akan tersiksa dengannya. Seorang penyair mengatakan :

“Tak ada yang lebih sengsara di bumi daripada orang yang kasmaran,

Jika ia bertemu dengan orang yang dicintai ia senang,

Kau lihat ia menangis setiap saat,

Karena takut berpisah ataumemendam rindu,

Ia juga menangis ketika erada disampingnya karena takut berpisah,

Air mata bverlinang ketika berpisah,

Dan air matanya berlinang lagi ketika bertemu".

Cinta buta, meski terkadang dinikmati oleh pelakunya, namn sebenarnya ia merasakan ketersiksaan hati yang paling berat.

Ketiga, Hatinya tertawan dan terhina dalam genggaman orang yang dicintainya. Namun, karena ia mabuk cinta, ia tidak merasakan musibah yang menimpanya.

“Mata melihatnya ia hidup bebas, padahal hakikatnya ia tertawan,

Ia sakait dan berputar dalam lingkaran kutub,

Ia mati meski terlihat fisiknya hidup,

Ia tak punya hak untuk dibangkitkan lagi,

Hatinya hilang tersebut dalam kebodohan,

Ia tak akan kembali sampai mati".

Keempat, ia akan disibukkan oleh ma’syuqnya dari urusan maslahat agama dan dunianya. Tak ada orang yang paling menyia-nyiakan agama dan dunia, melebihi orang sedang dirundung cinta buta. Ia menyia-nyiakan maslahat agamanya, karena hatinya lalai untuk beribadah kepada Allah. Kemaslahatan dalam segi agama terwujud dengan bercahanya hati, dan kecenderungan untuk melakukan ibadah kepada Allah. Sementara itu, cinta kepada keindahan fisik akan menghancurkan semua agama yang dibangunnya.

Kelima, bahaya-bahaya dunia dan akhirat lebih cepat menim;pa kepada orang yang dirundung cinta buta, melebihi kecepatan api membakar kayu kabar kering. Ketika hati berdekatan dengan ma’syuqnya ia akan menjauh dari Allah. Jika hati jauh dari Allah, semua jenis marabahaya akan mengancamnya dari segala sisi, kaerna setan menguasainya. Jika setan telah menguasainya, maka musuh menjadi senang.

Keenam, jika kekuatan setan menguasai seseorang, ia akan merusak akalnya dan memberikan rasa was-was. Bahkan, mungkin tak ada bedanya ia dengan orang gila. Mereka tidak menggunakan akalnya secara layak. Padahal, yang palin berharga bagi manusia adalah akalnya. Akal yang membedakan ia dengan binatang.

Apa yang membuat yang membuat gila Layla Majnun, tidak lain karena cinta buta. Seperti kata penyair:

Mereka bilang, “Kamu gila (tergila) dengan orang yang kaucintai?,

Engkau menjawab, “Cinta buta lebih dahsyat daripada orang gila”,

Orang yang terserang cinta buta tidak tersadar sepanjang masa,

Sementara orang gila akan siuaman dari kegilaannya”.

Ketujuh, cinta buta akan merusak indra atau mengurangi kepekaannya, baik indra seriya ‘konkrit’ maupun indra maknawi ‘abstrak’,. Kerusakan indra maknawi mengikuti rusakna hati, sebab jika hati telah rusak, maka organ pengindra lain, seperti mata, lisan, telinga, juga turut rusak. Artina, ia akan melihat yang buruk pada diri ma’syuq adalah baik juga dan juga sebaliknya.

Imam Ahmad mengatakan, “Cintamu kepada sesuatu membutakanmu dan membuatmu tuli”. Mata hati akan buta melhat keburukan dan kekurangan orang atau sesuatu yang dicintainya, sehingga mata fisiknya tidak mampu melihat hal itu. Telinganya akan tuli mendengarkan celaan orang kepada orang yang dicintainya. Kesenangan-kesenangan itu menutup kekurangan dan aib.

“Kecintaanku kepadamu menutup mataku,

Namun, ketika terlepas cintaku semua aibmu menampakkan diri”.

Maka ketika seseorang mencintai fisik, selanjutnya akan ditandai dengan sakitnya badan, karena mencintai pisik bentuk-bentuk keindahan fisik, bahkan mungkin sampai ada ang mati karenanya. Dan, kisah dari Ibn Abbas, menceritakan ada seoran laki-laki yan g sangat kurus, sehingga yang tersisa hanya kulit dan tulang. Ibn Abbas, berkata, “Kenapa dia?”. “Ia terkena jatuh cinta, isyq”. Maka Ibn Abbas berdoa dan belrindung dari Allah sepanjang hari.

Kedelapan, seperti yang disebutkan diatas, bahwa isyq adalah berlebihan dalam mencintai, sehingga orang yang dicintainya sudah pada tingkat menguasai dan mengendalikannya.

“Awalnya ia hanya membutuhkan cinta,

Kemudian setelah ia dapatkan itu, ia berjalan sesuai dengan takdir,

Sehingga, ketika ia masuk dalam dunia cinta yang dalam dan gelap,

Ia menghadapi urusan-urusan yang tak sanggup dipikul,

Meski oleh orang-orang besar sekalipun”.

Wallahu’alam.

Ketahuilah Akibat Maksiat Terhadap Jiwamu

Tidak mudah. Tapi lakukanlah. Setiap saat. Di mana hadirkanlah dalam kehidupan ini hukuman-hukuman, dan akibat yang ditetapkan oleh Allah terhadap perbuatan dosa. Bayangkan betapa dahsyatnya akibat hukuman yang bakal kita terima. Lalu, jadikanlah hal itu sebagai, langkah untuk mengajak jiwa ini meninggalkan dosa-dosa.

Syeikh Ibn Qayyim menyebutkan beberapa hukuman, akibat dari perbuatan maksiat yang cukup membuat seseorang harus berpikir, sebelum melakukan perbuatan maksiat. Digambarkan oleh Syikhul Islam, akibat perbuatan maksiat itu antara lain :

Pertama, perbuatan maksiat yang dilakukan oleh seseorang itu, mempunyai akibat, akan dapat menutup hati, pendengaran, dan penghilatan. Sehingga, terkuncilah hatinya, tersumbat kalbunya, karena ia penuh dengan kotoran yang berkarat. Allah yang membolak-balikkan hatinya itu, sehingga tidak memiliki pendirian, membuat jarak antara diri dan hatinya. Allah akan membuatnya lupa untuk berzikir, dan membuat lupa dirinya sendiri.

Allah meninggalkan orang-orang berbuat maksiat dengan tidak membersihkan hatinya. Maksiat membuat dada seseorang sempit, sukar bernafas seperti naik ke langit, hatinya dipalingkan dari kebenaran, menambah penyakit dengan penyakit, dan akan tetap sakit. Seperti yang diterangkan oleh Imam Ahmad, dari Hudhaifah ra, ia berkata, ‘hati itu ada empat kondisi’.

Pertama, yaitu hati bersih yang memiliki lampu yang menerangi. Itulah hati orang mukmin. Kedua, hati yang tertutup, yaitu hati orang kafir. Ketiga, hati yang terbalik, yaitu orang munafik. Keempat, hati yang ada dua unsur materi (madah), didalamnya,unsur keimanan dan kemunafikan. Kapan saja salah satu unsurnya yang mendominasi, maka unsur itu yang menguasainya.

Hakikatnya, kemaksiatan juga menjauhkan seseorang dari kethaatan kepada Allah, menjadikan hati menjadi tuli dan enggan mendengarkan kebenaran. Selalu menolak kebenaran, dan membuat seseorang buta dan enggan melihat kebenaran. Perumpaan antara hatinya dan kebenaran yang tidak bermanfaat adalah seperti antara telinga dan suara, antara mata dan warna, serta antara lidah orang bisu dengan ucapannya. Sebenarnya, hakekat kebutaan, ketulian, dan kebisiuan hati adalah hakikat cacat yang sebenarnya, cacat akan zat, dan cacat organ sekaligus.

“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi buta ialah hati yang di dalam dada”. (Al-Hajj : 46).

Bukan ayat diatas itu menafikan cacat kebutaan fisik, sebab Allah berfirman :

“Tidak ada halangan bagi orang buta”. (An-Nur : 61)

“Dia (Muhammad) bermuka masa dan berpaling karena telah datang seoran buta”. (‘Abassa :1-2)

Kemudian yang dimaksud ayat diatas itu, kebutaan yang sempurna dan yang sebenarnya adalah kebutaan hati. Sebagaimana Sabda Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam :

"Bukanlah orang yang kuat itu orang yang kuat dalam bergulat (bertarung), akan tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai hawa nafsunya ketika marah”. Dan Sabd beliau lainnya : “Bukanlah orang-orang miskin itu orang yang berkeliling yng datang padamu yang minta sesuap makanan, akan tetapi orang miskin yang tidak meminta-minta kepada orang dna tidak diketahui orang tetapi ia diberi sedekah”. (RH : Bukhari).

Kiranya, dapat disimpulkan, kemaksiatan menyebabkan kebutaan, ketulian, dan kebisuan hati.

Selanjutnya, maksiat dapat menyebabkan longsornya hati seperti longsornya suatu bangunan ke dalam bumi, hingga menyebabkan jatuh hatinya pada derajat yang paling bawah. Tanda-tanda longsornya hati tidak bisa dirasakan pemiliknya. Tanda-tanda longsornya hati adalah selalu berlaku pada hal-hal yang hina, keji, rendah, dan kotor. Seorang ulama salaf mengatakan, “Sesungguhnya hati kita ini berkeliling. Ada yang berkeliling di sekitar arsy (singgasana Allah), tetapi juga ada pula hati yang di sekitar tempat-tempat yang kotor-kotor.

Maksiat juga dapat mengubah bantuk hati atau mengutuk, sebagaimana dikutuknya sebuah bentuk fisik makhluk menjadi binatang. Akibatnya, hati berubah menjadi bentuk binatang dalam perilaku, watak, dan kelakuannya. Ada hati yang dikutuk menjadi bentuk babi, anjing, khimar, ular, kelajengking, atau watak-watak binatang tersebut. Sufyan ats-Tsauri menafsirkan ayat “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada dalam bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya melankan umat-umat (juga) seperti kamu”. (Al-An’am : 38).

“Diantara mereka ada yang memiliki akhlak (perilaku) seperti binatang buas, juga yang memiliki perilaku anjing, perilaku babi, perilaku khimar, atau ada juga yang suka menghiasi pakaiannya seperti burung merak, atau ada juga yang bodoh seperti khimar. Ada yang lebih suka mengutamakan orang lain atas dirinya seperti ayam jago. Ada juga yang sangat jinak dan penurut seperti burung dara, ada juga yang sangat pendendam seperti unta, ada juga yang baik seperti kambing, dan ada juga yang mirip serigala, dan lainnya”. Jika persamaan watak dan perilaku ini menguat secara bathin, maka akan nampak wujudnya dalam bentuk lahir yang mampu dilihat orang yang firasatnya kuat. Allah akan mengubah bentuk fisiknya dengan bentuk binatang yang perilakuknya diserupai. Sebagaimana apa yang dilakukan oleh Allah kepada orang Yahudi da orang yang menyerupai mereka, di mana mereka dikutuk menjad babi dan anjing.

Betapa banyak hati yang sakit, tanpa dirasakan oleh pemiliknya, betapa banyak hati yang dikutuk, danhati yang longsor. Betapa banyak orang yang terfitnah oleh pujian manusia, orang yang tertipu, karena perilakunya ditutupi oleh Allah. Ini semua adalah hukuman dan penghinaan Allah kepada ahli maksiat.

Allah juga menjadikan makar bagi ahli maksiat, ia akan ditipu oleh para penipu, ditertawakan, dan disesatkan dari jalan kebenaran oleh orang yang hatinya sesat. Maksiat juga membalikkan hati, dan hati akan melihat kebenaran sebagai kebathilan, kebathilan sebagai kebenaran, makruf sebagai mungkar, dan mungkar sebagai yang makruf. Ia berbuat kerusakan, tetapi merasa berbuat kebaikan. Ia menghalangi manusia dari jalan Allah, tetapi ia merasa mengajak ke jalan kebenaran. Ia mendapat kesesatan akan tetapi merasa mendapat petunjuk dari Allah. Dia mengkuti hawa nafsu, namun merasa sebagai orang yang thaat kepda Allah. Ini semua adalah hukuman bagi ahli maksiat yang mengenai hati manusia.

Maksiat juga menghijab hati dari Allah di dunia dan hijab terbesar adalah ketika hari kiamat. Allah berfirman :

“.. Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat Tuhan mereka”. (Al-Muthaffifin : 15). Wallahu’alam.

Jangan Melakukan Zina Mata

Mata yang merupakan anugerah Allah Azza Wa Jalla, bisa mendatangkan kemuliaan, tetapi juga bisa mendatangkan laknat yang membinasakan. Mata yang selalu melihat fenomena kehidupan alam dan seisinya, dan kemudian menimbulkan rasa syukur kepada sang Pencipta, selanjutnya akan mendatangkan kemuliaan dan kebahagiaan di sisi-Nya. Sebaliknya, mata yang merupakan anugerah yang paling berharga itu, bisa mendatangkan laknat yang membinasakan bagi manusia, bila ia menggunakan matanya untuk berbuat khianat terhadap Rabbnya.

Di dalam Islam ada jenis maksiat yang disebut dengan ‘zina mata’ (lahadhat). Lahadhat itu, pandangan kepada hal-hal, yang menuju kemaksiatan. Lahadhat bukan hanya sekadar memandang, tetapi diikuti dengan pandangan selanjutnya. Pandangan mata adalah sumber itijah (orientasi) kemuliaan, juga sekaligus duta nafsu syahwat. Seseorang yang menjaga pandangan berarti ia menjaga kemaluan. Barangsiapa yang mengumbar pandangannya, maka manusia itu akan masuk kepada hal-hal yang membinasakannya.

Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam, pernah menasihati Ali :

“Jangan kamu ikuti pandangan pertamamu dengan pandangan kedua dan selanjutnya. Milik kamu adalah pandangan yang pertama, tapi yang kedua bukan”.

Dalam musnad Ahmad, disebutkan, Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam, bersabda :

“Pandangan adalah panah beracun dari panah-pandah Iblis. Barangsiapa yang menundukkan pandangannya dari keelokkan wanita yang cantik karena Allah, maka Allah akan mewariskan dalam hatinya manisnya iman sampai hari kiamat”.

Sarah hadist itu, tak lain, seperti di jelaskan oleh Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam:

“Tundukkan pandangan kalian dan jagalah kemaluan kalian”. Juga Sabda Beliau : “Jauhilah oleh kalian duduk di pinggir jalan”. Para Shahabat berkata : “Pinggir jalan itu adalah tempat duduk kami, kami tidak bisa meninggalkan”. Beliau bersabda : “Jika kalian harus duduk di jalan, maka berikanlah haknya”. Mereka berkata : “Menundukkan pandangan, dan menahan diri untuk tak menganggu, baik dengan perkataan atau perbuatan, dan menjawab salam”.

Melihat adalah sumber dari segala bencana yang menimpa diri manusia. Melihat melahirkan lamunan atau khayalan, dan khayalan melahirkan pemikiran, pikiran melahirkan syahwat, dan syahwat melahirkan kemauan, kemauan itu lantas menguat, kemudian menjadi tekat kuat dan terjadi apa yang selagi tidak ada yang menghalanginya. Dalam hal ini ada hikmah yang mengatakan :

“Menahan pandangan lebih ringan dari pada bersabar atas kesakitan (siksa) setelah itu”.

Seorang penyair Arab bertutur,

"Semua bencana itu bersumber dari pandangan,
Seperti api besar itu bersumber dari percikan bunga api,
Betapa banyak pandangan yang menancap dalam hati seseorang,
Seperti panah yang terlepas dari busurnya,
Berasal dari sumber matalah semua marabahaya,
Mudah beban melakukannya, dilihat pun tak berbahaya,
Tapi, jangan ucapkan selamat datang kepada kesenangan sesaat yang kembali dengan membawa bencana".

Bahaya memandang yang haram adalah timbulnya penderitaan dalam diri seseorang. Karena tak mampu menahan gejolak jiwanya yang diterpa nafsu. Akibat selanjutnya adalah seorang hamba akan melihat sesuatu yang tidak akan tahan dilihatnya. Ini adalah sesuatu yang menyiksa, yang paling pedih, jangankan melihat semuanya, melihat sebagian saja tak akan mampu menahan gejolak jiwanya.

Seorang penyair berkata,

"Kapan saja engkau melemparkan pandanganmu dari hatimu,
Suatu hari engkau akan merasakan penderitaan, karena melihat akibat-akibatnya,
Kamu akan melihat siksa yang kamu tidak mampu melihat keseluruhannya,
Dan kamu tiak akan bersabar melihat sebagiannya saja".

Penyair lainnya berkata,

"Wahai manusia yang melihat yang haram, tidakkah pandangannya dilepaskan,
Sehingga ia jatuh mati menjadi korban".

Pandangan seseorang adalah panah yang berbisa. Namun, yang sangat mengherankan, belum sampai panah itu mengenai apa yang ia lihat, panah itu telah mengenai hati orang yang melihat.

Seorang penyair berkata,

"Wahai orang yang melemparkan panah pandangan dengan serius, kamu sudah terbunuh, karena yang kau panah, padahal panahmu tidak mengenai sasarannya".

Tentu, yang lebih mengherankan lagi, bahwa dengan sekali pandangan, hati akan terluka dan akan menimbulkan luka demi luka lagi dalam hati. Sakit itu tidak akan hilang selamanya, dan ada keinginan mengulang kembali pandangannya. Ini pesan yang disampaikan dalam bait-bait syair ini,

"Terus menerus kamu melihat dan melihat,
Setiap yang cantik-cantik,
Kamu mengira bahwa itu adalah obat bagi lukamu,
Padahal sebenarnya itu melukai luka yang sudah ada".

Sebuah hikmah yang mengatakan, “Sesungguhnya menahan pandangan-pandangan kepada yang haram lebih ringan daripada menahan penderitaan yang akan ditimbulkan terus menerus”.

Jagalah matamu, dan jangan engkau kotori setitik debu dosa, yang akan mengantarkan dirimu kepada kebinasaan, karena pengkhianatan kepada Allah Azza Wa Jalla. Matamu adalah anugerah agar mengenal-Nya, dan kemudian beribadah kepada-Nya, menggapai ridho-Nya. Jangan dengan matamu itu, engkau campakkan dirimu ke dalam nafsu durhaka, yang membinasakan.

Betapa banyak manusia yang mulia, berakhir dengan nestapa dan hina, karena tidak dapat mengedalikan matanya. Matanya tidak dapat lagi menyebabkan seseorang menjadi bersyukur atas anugerah nikmat, yang tak terbatas, yang tak terhingga, bagaikan sinar matahari, yang selalu menerangi alam kehidupannya.

Tetapi, karena matanya yang sudah penuh dengan hamparan nafsu itu, hidup menjadi penuh dengan gulita,yang mengarahkan seluruh kehidupannya hanya diisi dengan segala pengkhianatan terhadap Rabbnya. Wallahu’alam.

Manusia Akhirat

من كانت همه الآخرة جمع الله شمله وجعل غناه فى قلبه وأتته الدنيا راغمة, من كانت همه الدنيا فرق الله عليه أمره وجعل فقره بين عينيه ولم يأ ته من الدنيا إلا ما كتب الله له

Barang siapa yang fokus perhatiannya hanya akhirat maka Allah akan kokohkan urusannya dan Allah jadikan kekayaannya di dalam hatinya dan dunia datang padanya tanpa diminta, dan barang siapa yang fokus perhatiannya hanya pada dunia maka Allah cerai beraikan urusannya dan Allah jadikan kefakirannya di depan kedua matanya dan tidaklah datang dunia kepadanya kecuali yang telah Allah tetapkan baginya (HR. Ibnu Majah).

Barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai fokus pedulinya, liputan hatinya pastilah semua gerak ritmik hidupnya senantiasa berselimutkan akhirat. Tak ada detiknya yang lewat kecuali akhirat ikut ambil bagian dalam ucapannya, dalam wacananya, dalam bincang-bincangnya, dalam diskusi-diskusinya. Dia gembira karena akhirat, sedih karena ingat akhirat, rela berjuang demi akhirat, marah demi akhirat, bergerak karena akhirat, membela kebenaran karena akhirat, menerjang bahaya karena akhirat. Dia melangkah karena akhirat, dia siap menjadi pemimpin karena akhirat, hatinya sepi dari kekumuhan dunia karena dia ingin menjadi manusia akhirat walaupun dia sendiri memiliki banyak dunia di tangannya namun dunia tak mampu menembus hatinya. Dunia hanya mampir di tangannya dan dia dengan gampang mengelolanya. Sebab jika dunia sampai melekat dalam hati maka seseorang akan dikendalikan oleh dunia dan dia akan menjadi budaknya. Padahal dunia ini adalah budak yang baik namun tuan yang paling jahat.

Seseorang yang telah menjadikan akhirat sebagai fokus utamanya, dia akan mendapatkan tiga nikmat tak terkira harganya. Dimana andaikata para raja mengetahui tentang nikmat itu pastilah mereka akan menacambuknya dengan cemeti hingga mereka bisa merampas nikmat itu darinya. Namun karunia itu Allah berikan kepada siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya yang telah menghambakan diri mereka secara total kepada-Nya dan tidaklah ada yang masuk dalam hatinya selain Allah, dari berhala-hala dunia dan perhiasannya yang hanya akan mengaburkan pandangan tajamnya tentang akhirat.

Nikmat pertama yang Allah berikan adalah kekokohan urusan hidupnya. Sehingga orang itu akan diliputi rasa damai dan tentram, pikirannya fokus dan jernih, lupanya sangat jarang, keluarganya senantiasa mendukung dan bersamanya, suasana cinta tumbuh subur di tengah keluarganya dan anak-anaknya menyenanginya. Keluarga dekatnya senantiasa dekat dan berhimpun dengan dirinya. Perpecahan tak muncul di tengah-tengah mereka, hartanya mudah didapat, sehingga dia tidak terlibat dalam perdagangan yang merugi atau tindakan-tindakan konyol dan bodoh. Sehingga tidaklah ada seorangpun yang melihatnya kecuali dia pasti menyukainya. Kebaikan-kebaikan senantiasa membuntutinya.

Kedua, Allah karuniakan padanya nikmat yang paling agung yakni kaya jiwa. Sebab Rasulullah pernah bersabda dalam sebuah hadits shahih yang mengatakan : bukanlah kekayaan itu kaya harta namun kaya yang sebenarnya adalah kaya hati dan jiwa (HR. Muslim). Manusia-manusia kaya jiwa akan senantiasa merasa puas dengan apa yang Allah karuniakan padanya, jiwanya tentram dengan apa yang Allah karuniakan dan senantiasa menyeleksi darimana dia dapatkan hartanya dan untuk apa dia belanjakan dan gunakan. Nikmat ketiga adalah, dunia akan datang padanya. Dia sering kali lari menghindari dunia namun dunia senantiasa mengejar-ngejarnya dengan hina. Dunia memburunya namun dia tidak peduli pada dunia karena dia yakin dia pasti mendapatkannnya dan bahkan akan ditambah porsinya.

Sebaliknya manusia yang menjadikan dunia sebagai fokus utamanya, maka dia tidak akan berpikir kecuali tentangnya. Otaknya mengotak-atiknya, akalnya mengakalinya. Dia tidak bekerja kecuali demi dunia, dia tidak gembira kecuali karena dunia, dia tidak sedih kecuali karena memikirkan dunia. Hatinya diliputi dunia sehingga akhirat lenyap dari pikiran dan hatinya. Maka Allah kacau balaukan urusannya. Allah kacaukan pikirannya, Allah guncang jiwanya, Allah tumpahkan kesedihan dan gundah gulana dalam hatinya. Anak-anaknya menjadi anak-anak bengal, isteri atau suaminya menjadi pasangan yang tidak setia. Beragam keluhan muncrat setiap saat, beragam pembangkangan menghiasi rumah tangganya. Dirinya terasa ingin sekali lepas dari hidup ini karena seakan hidupnya terasa selalu membara dengan kepulan asap masalah yang tiada henti. Setiap kali manusia melihatnya muncul benci tiba-tiba.

Selain itu dia akan mengalami kefakiran yang menyelimuti dirinya karena dia tidak pernah merasa puas dan qana’ah dari dunia yang dia miliki. Perasaannya terus menerus merasa fakir dan selalu kurang. Inilah yang membuatnya senantiasa terseret-seret lari di belakang harta dan mengais-ngaisnya. Setiap perasaan fakir muncul dalam hatinya maka muncul pula gundah gulana yang tak terhingga, semakin banyak dia hartanya maka resah dan gundah semakin membakar hatinya.

Ketiga, walaupun dia mengejar dunia sebagai bonus tambahan dari jatahnya namun harta tak mau mendekatnya. Harta selalu menjauh darinya karena harta telah menjadi tuannya, sementara dia telah dengan setia menjadi budaknya . Dunia terus menghindarinya karena dia cengeng meminta. Dia laksana orang yang mencari air di fatamorgana ketika dia datangi ternyata hanyalah bayangan belaka. Dia berburu kedudukan, posisi, pujian dan kemasyhuran di tengah mata manusia yang ingin melihatnya dan ingin memujinya sehingga dia harus bercapek-capek dan menghancurkan dirinya namun yang dia kejar senantiasa lari lebih kencang. Ini semua adalah siksaan dari Allah karena dia mengalihkan penghambaannya dari Allah pada dunia.

Suatu saat Utsman bin Affan khalifah ketiga ummat Islam yang kaya raya pernah berkata : Fokus pada dunia adalah kegelapan dalam hati sedangkan fokus pada akhirat adalah cahaya dalam hati.

Manusia akhirat akan hidup untuk akhiratnya, berjuang untuk keabadiannya di akhirat, bergerak untuk mengisi pundi-pundi tabungan akhiratnya sebab dia tahu dan sadar bahwa akhirat adalah negeri keabadiannya. Sedangkan hamba dunia memiliki pandangan pendek...hidup untuk sebuah dunia yang fana.

Kita tentu bertekad menjadi manusia akhirat sehingga Allah menyukai kita, kita kaya hati dan jiwa dan yang terakhir dunia mengejar kita tanpa kita harus tersengal-sengal memburunya.

Bentuk Kenikmatan Dunia?

Betapa banyak manusia menjadi lupa. Betapa banyak manusia menjadi ingkar. Betapa banyak manusia tidak dapat bersyukur. Betapa banyak manusia menjadi durhaka dan berkhianat. Mereka melupakan tujuan hidupnya dan hanya mengejar kenikmatan dunia. Dunia yang akan berakhir. Tempat manusia hidup. Tempat manusia memuja kenikmatan. Semuanya menjadi sia-sia belaka.

Dalam kehidupan ini ada bertingkat-tingkat tentang kenikmatan dunia. Manusia berlomba mengejar, hingga kepayahan, dan umurnya habis, dan hidupnya tersungkur, hanya diarahkan mengejar kenikmatan dunia. Tak ada kenikmatan yang sejati. Kenikmatan yang diinginkan manusia dalam kehidupan itu hanyalah kenikmatan yang semu. Ilusi. Khayalan dari manusia yang sudah orientasi hidupnya hanya untuk kenikmatan dan kemegahan.

Ketahuilah, sesungguhnya kenikmatan yang teragung dan terbesar, yaitu kenikmatan yang mengantarkan pada kenikmatan akhirat. Kenikmatan akhirat itulah yang akan membawa hamba kepada kemuliaan yang kekal. Karena itu, hakekatnya seorang mukmin, tidak mengejar kenikmatan dunia, yang tidak memiliki arti apa-apa, dibandingkan dengan kenikmatan berupa kemuliaan disisi Allah Azza Wa Jalla. Tidak ada artinya kenikmatan dan kelezatan dunia seisinya, yang banyak membuat manusia menjadi lupa dan mabuk, sehingga terlena dengan kehidupan dunia. Kehidupan manusia yang sudah mabuk dunia itu, menjadi sujud, rukuk, dan ibadahnya hanya untuk memenuhi rasa kenikmatan dunia.

Hanyalah orang-orang mukmin, yang layak mendapatkan kenikmatan, yang sejati, karena pahala Allah Rabbul alamin, selalu mengalir, ketika mereka makan, minum, berpakaian, tidur, terjaga, dan dalam pernikahannya, dan semua amal mereka semata hanya diarahkan untuk mendapatkan ridho-Nya. Tidak mencari ridho selain-Nya. Apalagi, hanya ingin mendapatkan ridho kepada manusia lainnya, yang dapat memberinya kenikmatan dunia. Itu bukan sifat mukmin yang hakiki.

Orang-orang mukmin kerinduan hanya pada kenikmatan atas keimanannya, ibadahnya, kerinduannya hanya kepada Allah Azza Wa Jalla.

Ketahuilah, sesungguhnya kenikmatan dunia itu, selalu akan menghalangi seseorang memperoleh kenikmatan akhirat dan bahkan mengantarkan kepada siksa. Manusia yang orientasinya kepada kenikmatan dunia, akhirnya menjadikan benda-benda, jabatan, kekuasaan, dan makhluk-makhluk, serta berbagai bentuk berhala-hala, yang menyerupai tuhan, menjadi arah dan tujuan hidup mereka. Seakan semua yang ada itu, mampu memberikan kenikmatan kepada manusia yang bersifat kekal. Karena itu, ketika diakhirat mereka saling mencerca dan menyalahkan.

“ .. Lalu berkatalah kawan-kawan mereka dari golongan manusia, ‘Ya Tuhan kami sesungguhnya sebagian dari kami telah mendapat kesenangan dari sebagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang Engkau tentukan bagi kami, ‘Allah berfirman, ‘Neraka itulah tempat diam kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain). ‘Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan”. (al-An’aam : 128-129).

Kelezatan dan kenikmatan orang yang berbuat zalim dan keji merupakan istidraj (tangga tahapan pengahancuran),yang diberikan Allah agar mereka merasakan siksa yang lebih berat dan mereka akan terlarang untuk merasakan kenikmatan yang paling agung. Seperti orang yang menyodorkan makan yang enak dan dibubuhi racur agar orang yang memakannya mati secara peralahan-lahan.

Allah berfirman:

“ .. Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) ari arah yang tidak mereka ketahui. Dan, Aku memberi tangguh, kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat tangguh”. (al-Qalam : 44-45).

Sebagian salaf menafsirkan inna kaidi matin (rencana-Ku amat tangguh), maksudnya adalah setiap kali mereka melakukan dosa, maka Kami akan memberikan nikmat mereka. Itulah bagi orang-orang yang hidupnya hanya mengejar kenikmatan dunia.

Sebaliknya, seorang yang sangat takut dengan kehidupan dunia, dan hidupnya zuhud dan wara’, ketika meninggal rombongan Malaikat suci, hamba-hamba Allah yang sangat dekat kepada-Nya, datang menjemputnya menuju tempat, yang abadi kekal, selamanya, surga Allah taman Firdausi. Itulah akhir kehidupan Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

“Kebahagiaan di kampung akhirat itu Kami sediakan hanya bagi mereka yang tidak suka menyombongkan diri dan melakukan kerusakan di muka bumi. Dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang-orang yang taqwa”. (al-Qashas : 83). Wallahu’alam.

Mengapa Engkau Tertipu Kehidupan Dunia?

Siapa orang yang disebut tertipu? Mereka yang tertipu itu, ialah yang tertipu dunia dengan kenikmatannya. Mereka lebih mengutamakan dunia atas akhirat, dan mereka lebih ridha dengannya daripada kehidupan akhirat. Mereka penganut paham hedonisme. Mereka kaum pemuja syahwat kenikmatan dunia.

Pernyataan-pernyataan mereka sangat rendah, dan mengatakan, “Dunia itu sifatnya tunai, dan kenikmatannya konkret, sementara akhirat itu belum ada sekarang. Sekarang yang tunai itu lebih bermanfaat daripada yang belum nampak, yaitu kehidupan di akhirat, serta adanya surga. Mereka yang mencintai kehidupan materi dan hedonis, lebih memilih yang sifatnya tunai, kehidupan dunia bagaikan mutiara yang indah, memberi kelezatan yang sangat nikmat, meyakinkan, sementara kehidupan akhirat itu masih meragukan. Mereka tidak ingin memilih kehidupan yang masih meragukan. Begitulah orang-orang yang telah masuk perangkap dan memilih kehidupan dunia.

Mereka yang memilih kehidupan itu, karena terkena rasukan dan bisikan setan yang paling dahsyat. Binatang ternak lebih cerdas daripada mereka. Binatang ternak bila takut dengan sesuatu yang membahayakan, mereka tidak akan berjalan ke depan, meskipun dipukul. Tetapi, bagi mereka yang hedonis dan penikmat dunia, itu mereka mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, serta pertemuan dengan-Nya, maka mereka itu manusia yang paling sengsara, karena mereka mengetahui. Dan, jika mereka tidak beriman dengan itu semua, menolak, serta tidak menerima (istijabah), maka mereka lebih jauh dari kebenaran.

Allah Azza Wa Jalla berfirman :

“Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah mereka yang tuli dan bisu (tidak mendengar dan memahami kebenaran) yaitu orang-orang yang tidak mengerti”. (Al-Anfal : 20)

Para penganut paham hedonis dan pemuja kenikmatan dunia itu, bila mereka menyatakan bahwa yang tunai itu lebih baik dibanding dengan yang tertunda (akhirat), maka jawabannya, adalah jika diantara yang tunai dan yang tertunda sama nilainya, maka yang tunai itu lebih baik. Namun, jika keduanya berbeda, yaitu yang tertunda lebih baik dan besar nilainya, maka yang tertunda lebih baik. Lantas bagaimana membandingkan antara dunia dan akhirat? Sementara, dunia itu hanya satu nafas dari nafas-nafas akhirat?

Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Perumpamaan dunia dengan akhirat adalah kalian mencelupkan jari kalian ke laut, kemudian diangkat, lihatlah dunia hanya air yang ada di jari tersebut”.

Hakekatnya, mengutamakan dunia, yang sifatnya tunai ini atas akhirat yang tertunda adalah tipuan, dan kebodohan yang besar bagi manusia. Perbandingan antara dunia beserta isinya dengan akhirat berapakah umur manusia? Berapa lama ia menikmati dunia, kemudian selanjutnya mereka akan menuai hasilnya di akhirat. Apakah orang yang berfikir dengan logis akan mendahulukan kenikmatan sekarang (di dunia) dalam waktu yang sangat singkat, mengharamkan diri mereka dari kebaikan di akhirat yang sifatnya kekal abadi? Sebaliknya mereka lebih memilih kenikmatan kecil dan sebentar untuk meninggalkan kenikmatan yang tak ternilai harganya di akhirat, yang tak ada akhirnya, dan tak terhitung jumlahnya?

Pernyataan sebagian diantara mereka, para penganut paham hedonis itu, “Saya tidak akan meninggalkan sesuatu yang meyakinkan menuju suatu yang meragukan”. Hanya ada dua asumsi dari pernyataan itu, bisa jadi mereka meragukan janji dan ancaman Allah, meragukan kebenaran Rasul-Rasul-Nya, maka renungkanlah ayat-ayat Allah yang Mahatinggi yang menunjukkan keberadaan-Nya, kekuasaan-Nya, kehendak-Nya, ke-Esaan-Nya, kebenaran para utusan-Nya yang mereka kepada manusia.
Allah Azza Wa Jalla berfirman :

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari-Nya, padahal kamu mendengar (perintah-perintah-Nya).” (al-Anfal : 20)

Tentu, barangsiapa mau merenung sejenak, di mana sejak janin, hingga menjadi manusia yang sempurna, maka manusia akan menyimpulkan bahwa yang mengatur demikian rupa, serta mengatur setiap tahapan yang dilalui dalam kehidupannya, tidak mungkin manusia melakukan semua itu, kemudian ditelantarkan dan ditinggalkan sia-sia. Tidak mungkin diibiarkan tanpa perintah, dilarang mengerjakan sesuatu, tidak diberitahu kepadanya hak-hak-Nya, tidak memberi balasan baik dan buruk. Barangsiapa yang merenungkan semua makhluk-Nya baik yang ia lihat atau yang tidak, ia akan menyimpulkan, semua adalah bukti ke-Esaan Tuhan, adanya kenabian, hari pembalasan, dan al-Qur’an adalah semua itu benar.

Allah berfirman :

“Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu iihat, dan dengan apa yang tidak kamu lihat, sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan pada) Rasul yang mulia”. (Al-Haaqqah : 38-40).

Adanya eksistensi manusia merupakan bukti adanya Allah yang Maha Esa, bukti kebenaran Rasul-Nya, dan bukti ketetapan sifat-sifat-Nya yang sempurna. Termasuk adanya kehidupan akhirat, yang kekal dan abadi.

Adanya jaminan surga dan neraka. Manusia dapat memilihnya sesuai dengan keyakinan mereka. Manusia yang mencintai dunia dan kenikmatan materi, tak akan pernah dapat menerima kehidupan akhirat dan surga-Nya, yang sifatnya masih tertunda itu. Wallahu‘alam.

Memilih Menjadi Golongan Bertaubat

Ketahuilah sesungguhnya golongan orang yang bertaubat itu lebih utama. Mereka memahami kehidupannya, tak akan pernah luput dari perbuatan maksiat dan dosa. Karena itu, keinginannya untuk selalu menghadapkan dirinya dihadapan Allah Azza Wa Jalla, dan memohon ampunan, jalan menuju taubat, yang akan dapat menghapus segala dosanya.

Orang-orang yang memilih jalan bertaubat itu, menemukan alasan yang paling asasi, dan mereka akan sungguh-sungguh menempuh jalan taubat itu. Diantara alasan mereka adalah :

Pertama, ubudiyah orang yang bertaubat merupakan ‘ubudiyah yang sangat dicintai dan dimuliakan Allah. Karena Dia mencintai orang-orang yang bertaubat. Seandainya taubat bukan merupakan sesuatu yang paling dicintai Allah, niscaya tidak mungkin Dia menguji makhluk yang pailng mulia ini dengan dosa. Demi cinta-Nya terhadap taubat hamba-Nya, diuji-Nya lah seorang hamba dengan dosa, yang mengharuskannya melakukan sesuatu yang dicintai-Nya yaitu taubat.

Kedua, taubat mempunyai kedudukan disisi Allah yang tidak dimiliki oleh ketaatan-ketaatan lainnya. Allah Azza Wa Jalla sangat gembira dengan taubat hamba-Nya, sebagaimana digambarkan oleh Nabi Shallahu Alaihi Wa Sallam dengan kegembiraan seseorang yang menemukan kembali untanya yang hilang. Seraya membawa perbekalannya berupa makanan dan minuman di lembah yang membahayakan, dia berputus asa untuk dapat hidup lebih lanjut. Tetapi Allah Azza Wa Jalla bergembira dengan taubat hamba-Nya, melebihi orang yang menemukan kembali untanya. Kegembiraan semacam ini tidak didapati di dalam ketaatan manapun, selain taubat. Kegembiraan seperti ini memiliki pengaruh yagn besar kondisi dan hati orang yang bertaubat.

Ketiga, di dalam ‘ubudiyah taubat terhadap sikap merasa rendah, hina, tunduk dan selalu pasrah kepada Allah, dan merendahkan diri kepada-Nya. Hal ini lebih dicintai oleh-Nya daripada kebanyakan amalan lahir lainnya. Karena merasa rendah diri dan hina merupakan ruh ‘ubudiyah.

Keempat, sesungguhnya tingkatan perasaan hina dan rendah pada orang yang bertaubat lebih sempurna daripada selainnya. Karena ia dan orang yang tidak berdosa sama-sama merasakan kehinaan kefakiran, ‘ubudiyah, dan mahabbah (kecintaan), tetapi berbeda dari orang yang tidak berdosa dalam soal remuk redamnya hati, karena maksiat yang dilakukannya. Hati orang-orang yang bermaksiat, dan tidak bertaubat menjadi hancur, dan tidak dapat lagi menerima hidayah-Nya.

Sabda baginda Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam :

“Bahwa Dia akan berfirman pada hari kiamat : “Wahai anak Adam, Aku minta makan kepadamu, tetapi engkau tidak mau memberi-Ku makan”. Anak Adam bertanya, “Ya Tuhan, bagaimana aku memberi makan kepada-Mu, sedangkan Engkau adalah Tuhan bagi alam semesta?” Allah menjawab, “Hamba-Ku si fulan meminta makan kepadamu, tetapi engkau tidak memberi. Ketahuilah, bahwa seandainya engkau memberi makan, niscaya engkau dapati hal itu disisi-Ku. Wahai anak Adam, Aku meminta minum kepadamu tetapi engkau tidak mau memberi-Ku minum, padahal Engkau adalah Tuhan bagi alam semesta?” Allah menjawab, “Hamba-Ku si fulan meminta minum kepadamu, tetapi tidak engkau beri minum.Ketahuilah, seandainya engkau memberinya minum niscaya engkau dapati hal itu disisi-Ku. Waha anak Adam, Aku sakit, tetapi engkau tidak menjenguk-Ku”. Hamba bertanya, “Ya Tuhan, bagaimana aku menjenguk-Mu, sedangkau Engkau adalah Tuhan bagi alam semesta? Allah menjawab,”Ketahuilah bahwasanya hamba-Ku si fulan sakit, tetapi engkau tidak menjenguknya. Ingatlah, seandainya engkau menjenguknya niscaya engkau dapat aku disisinya”.

Mengapa do’a tiga orang manusia pasti dikabulkan, yaitu, orang yang dianiaya, musafir, dan orang yang berpuasa. Karena hati mereka gundah gulana, merasa terasing dan resah. Demikian pula, puasa menghancurkan kebuasan jiwa kebinatangan dan menundukkannya. Maksudnya, lilin kekuasaan, keutamaan, dan anugerah itu turun di tempat lilin kegelisahan. Pelaku ahli maksiat yang telah bertaubat mendapatkan bagian yang banyak ketika sudah berubah hidupnya.

Kelima, dosa kadang-kadang bermanfaat, bila diiringi dengan taubat, daripada ketaatan yang banyak. Inilah makna perkataan Salaf, “Kadang-kadang seorang hamba melakukan dosa, teapi karena dosa itu dia masuk surga, dan kadang-kadang melakukan ketaatan, tetapi karena dia masuk neraka”. Lalu, orang-orang bertanya, “Bagaimana bisa begitu?” Ia menjawab, “Dia melakukan suatu dosa, kemudian dosanya selalu tampak di pelupuk matanya. Ketika berdiri, duduk, dan berjalan, ia selalu ingat dosanya. Sehingga hatinya remuk redam, bertaubat, beristighfar, dan menyesal. Semuanya itu menjadi penyebab kesalamatan dirinya. Sebaliknya orang yang senantiasa melakukan amal kebaikan, kemudian kebaikannya itu selalu nampak di pelupuk matanya, ketika berdiri, duduk, dan berjalan. Setiap kali ingat kebaikannya, ia merasa ujub, takabur, dan merasa telah berjasa, sehingga menjadi penyebab kebinasaan.

Dosa itu telah menjadikan dirinya selalu meningkatkan berbagai ketaatan, kebaikan dan kesadaran hatinya, seperti takut kepada Allah Azza Wa Jalla, malu kepada-Nya, datang kepada-Nya dengan menundukkan kepala dan hati yang resah gelisah, dengan menangis dan menyesal, dan mengakui semua kesalahan dan kelalaian dihadapan Rabbnya. Wallahu’alam.

Ketahuilah Zina Mengakibatkan Kehancuran

Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Kebanyakan yang menyebabkan seseorang masuk neraka adalah mulut dan farj (kemaluan)”. Dan, sabda Rasul lainnya, “Tidak halal darah seorang muslim, kecuali tiga orang, yaitu laki-laki yang berzina, orang yang membunuh jiwa, dan orang yang meninggalkan agamanya (murtad) yang keluar dari jamaah muslim”.

Betapa zina yang hina itu, membolehkan pelakunya untuk dibunuh. Karena perbuatan yang dilakukannya itu, termasuk perbuatan dosa besar, yang sangat merusak. Dan, hadist diatas secara berurutan, zina, kekufuran, dan pembunuhan.

Seperti di dalam surah al-Furqan dan hadist Ibnu Mas’ud, yaitu hadist yang menegaskan bahwa yang paling sering terjadi adalah zina.

Zina perbuatan yang sering terjadi, kemudian pembunuhan, dan murtad. Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam, menyebutkan dari segi tingkat mafsadah-nya dan efek negatifnya, disebutkan zina merupakan perbuatan yang memiliki tingkat kerusakan paling besar. Perzinahan bertentangan dengan kemaslahatan, yaitu merusak tatanan kehidupan masyarakat.

Apabila seorang perempuan berbuat zina, maka ia telah menciptakan aib kepada keluarga, suami, dan familinya. Setelah itu kehormatannya pun jatuh dihadapan manusia. Perempuan yang telah berzina menjadi hina dihadapan manusia maupun Allah Rabbul Alamin. Jika perempuan itu hamil dari hasil perzinaan, dan membunuh anaknya, maka ia melakukan dua tindakan kriminal sekaligus. Dan, jika pada saat yang sama ia hamil dari hasil hubungannya dengan suaminya yang sah, maka ia memasukkan orang asing dalam keluarganya. Ini mafsadah dari perempuan.

Sementara mafsadah yang ditimbulkan laki-laki yang berzina adalah juga terjadi percampuran nasab, yaitu ketidakjelasan dari mana janin itu, sehingga tidak ada kejelasan status bayi yang lahir. Orang laki-laki itu juga telah menjerumuskan perempuan kedalam mafsadah dan kehancuran. Jenis kriminal dan dosa besar ini menyebabkan kerusakan, kehancuran, dan mafsadah dunia dan agama.

Perzinaan menyebabkan kefakiran, memendekkan umur, muka menghitam dihadapan manusia, menimbulkan murka orang lain, menghancurkan hati, menimbulkan sakit hati, mematikan hati, menyebabkan kesedihan, dan kekhawatiran. Seandainya seseoang isterinya berzina atau keluarga membunuhnya, itu lebih ringan dibandingkan dengan mendengar isterinya berzina.

Sa’ad bin Ubadah berkata, “Seandainya aku melihat seorang laki-laki berzina dengan isteriku, maka akan aku penggal leher laki-laki itu dengan pedang”, ucapnya.

Perkataan Sa’ad itu sampai ke telinga Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam, dan beliau berkata : “Apakah kalian heran dengan kecemburuan Sa’ad?” Sesungguhnya aku lebih cemburu daripada Sa’ad dan Allah lebih cemburu daripada aku. Oleh karena itu, Allah mengharamkan kekejian-kekejian yang tampak dan yang tersembunyi”. (HR. Muttafaq alaih).

Beliau juga bersabda :

“Sesungguhnya Allah cemburu (tersinggung) dan seorang mukmin harus cemburu. Ketersinggungan Allah adalah ketika hamba-Nya melakukan apa yang dilarang Allah”. (HR. Bukhari Muslim)

Dalam hadist yang lain, ketika beliau khotbah shalat gerhana matahari beliau bersabda :

“Wahai umat Muhammad, tidak ada yang lebih tersinggung (ghirah) melebihi Allah ketika seorang hamba laki-laki dan perempuan berzina. Hai umat Muhammad seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui apa yang aku ketahui niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa”. Kemudian, Rasulullah mengangkat kedua tangannya dan berkata, “Ya Allah, apakah hal ini sudah aku sampaikan?”.

Ada rahasia yang penting dibalik penyebutan dosa besar zina pada saat shalat kusuf. Maraknya perzinaan adalah tanda-tanda hancurnya dunia dan hari kiamat, dan gerhana adalah satu satu bentuk tanda kiamat. Sebagaimana disebutkan dalam hadist Anas bin Malik berkata :

“Akan aku beritahu berita yang tidak akan diberitakan oleh seorangpun yang sesudahku. Saya mendengar Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam, bersabda, “Termasuk tanda-tanda kiamat adalah diangkatnya ilmu dan menyebarnya kebodohan, maraknya minuman khamar, dan pernzinaan. Perempuan akan berjumlah banyak sebaliknya laki-laki sedikit. Sehingga laki-laki satu berbanding lima puluh perempuan”.

Sunnah Allah berlaku pada makhluk-Nya, di mana jika perzinaan merajalela, maka Allah murka kepada mereka. Jika kemurkaan Allah terus berlangsung, maka ia akan menurunkan hukuman-Nya ke bumi. Abdullah bin Mas’ud, berkata, “Tidaklah muncul perzinaan di sebuah negeri, kecuali Allah mengumumkan kehancurannya”. Wallahu’alam.

Cinta Akhirat

TAPI, JANGAN LUPA NASIBMU DI DUNIA !!!

Mereka berkata bahwa sebagian kaum muslimin ketinggalan dalam sains dan teknologi akibat terlalu sibuk dengan urusan akhirat dan melupakan dunia.

Atas dasar apa mereka berkata demikian?

Adakah manusia yang sehat melupakan nasibnya di dunia, padahal dia sedang hidup di dunia?

Mungkinkan seseorang lupa terhadap apa yang sedang dialaminya?

Perlukah manusia diingatkan agar mereka mencari kenikmatan dunia?

Pernahkan anda membenci harta karena sibuk ibadah?

Sering terdengar ungkapan yang menerangkan bahwa Islam menganjurkan untuk mencari kekayaan. Dan menganjurkan agar kehidupan dunia seimbang dengan kehidupan akhirat. Anjuran tersebut sering didukung dengan menggunakan beberapa ayat al-Qur’an, diantaranya firman Allah :

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا

Ayat ini sering diartikan dengan kalimat: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi...” [QS. al-Qashash (28) : 77]

Pemahaman yang sama juga diambil dari firman Allah yang berisi do’a yang selalu Rasul amalkan dan beliau anjurkan kepada ummatnya untuk selalu berdu’a dengan ayat tersebut, yaitu firman Allah :

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Ya Allah berilah kami di dunia kebaikan dan di akhirat kebaikan, dan selamatkanlah kami dari siksa neraka.” [QS. al-Baqarah (2) : 201]

Kebanyakan manusia menganggap bahwa kebaikan dunia adalah harta kekayaan yang berlimpah, jabatan yang tinggi, badan selalu sehat, pasangan hidup yang senantiasa menghibur dan lain-lain.

Kita yakin bahwa Rasul SAW adalah kekasih Allah, bila beliau berdo’a memohon apapun pasti Allah mengabulkannya. Dan beliau sering sekali berdu’a dengan do’a ini.

Apakah yang dimaksud dengan kebaikan dunia menurut Islam? Kalau sekiranya yang dimaksud dengan kebaikan dunia adalah harta kekayaan yang berlimpah, mengapa Rasulullah tidak terkenal sebagai konglomerat?

Kalau yang dimaksud dengan kebaikan dunia adalah jabatan terhormat, mengapa Rasulullah dimusuhi oleh sebagian masyakat Arab? Atau yang dimaksud dengan kebaikkan itu adalah panjang umur dan sehat selalu, mangapa beliau hanya hidup selama 63 tahun dan terkadang menderita sakit? Sementara diantara orang lain bahkan orang kafir ada yang mengalami hidup hingga lebih dari 100 tahun?

Disamping kedua ayat di atas ada lagi ayat yang sering dipahami dengan tafsirkan yang sama yang mengarah kapada materialism, yaitu firman Allah :

إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Ayat ini sering diartikan dengan: “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib satu kaum sehingga mereka sendiri merubahnya.” [QS. ar-Ra'd (13) : 11]

Sungguh banyak orang yang menjadikan ayat ini sebagai dalil tentang pentingnya kemajuan pembangunan fisik dan materi. Padahal tanpa didukung oeh ayat al-Qur’an, umumnya manusia berlomba dalam mencapai kemajuan material. Karena itu apakah makna dukungan tersebut?

Ketiga ayat ini sering dijadikan argumantasi oleh sebagian penceramah dan muballig untuk mendukung kaum muslimin agar semangat mencari kehidupan dunia, meningkatkan pembangunan fisik dan materi serta mendoroang mereka agar dapat berlomba dalam teknologi dan sains.

Keterangan seperti ini bukan saja disampaikan melalui ceramah-ceramah akan tetapi juga disampaikan melalui media cetak hingga pemahamannya sudah demikian melekat pada benak khalayak ramai, karena telah diuraikan oleh orang-orang yang mereka pandang sebagai penasihat terkemuka atau ulama.

Sangat penting kiranya bagi kita untuk melakukan studi dengan memperhatikan hubungannya dengan ayat sebelum dan sesudahnya, agar dapat diketahui lebih mendalam maknanya.

Ayat pertama firman Allah: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) dunia.” [QS. al-Qashash (28) : 77]

Apa yang dimaksud dengan nasibmu dari dunia? Tentu berbeda dengan nasibmu di dunia.

Untuk memahami ayat ini, sangat diperlukan kajian terhadap ayat sebelumnya yaitu firman Allah :

إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِن قَوْمِ مُوسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لَا تَفْرَحْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ

“Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: ‘Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri’.” [QS. al-Qashash (28) : 76]

Kalau kita perhatikan dengan cermat, kedua ayat ini ternyata menjelaskan pentingnya beramal untuk akhirat dan mengingatkan jangan tertipu dengan keni’matan dunia seperti halnya yang dialami oleh Qarun.

Namun kenapa banyak yang memahami ayat yang berbunyi وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا sebagai dalil pentingnya mencari kehidupan dan meningkatkan kekayaan dunia. Padahal bila dihubungkan dengan ayat sebelumnya, dapat diketahui bahwa ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang mendapat keni’matan banyak harta di dunia. Dan ayat ini mengarahkan mereka agar tidak terlena dengan kenimatan sesaat.

Mereka harus senantiasa ingat akan nasibnya dari dunia yang sangat sedikit dan sebentar. Bila kenikamatan yang sedikit ini tidak dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kehidupan yang abadi tentu mereka akan menyesal untuk selamanya. Sementara sebagian orang menjadikan ayat ini sebagai dorongan untuk meningkatkan kehidupan duniawi, padahal tanpa menggunakan ayat al-Qur’an pun kebanyakan manusia terus berlomba dalam mencari dan meningkatkan kehidupan dunia.

Sebaliknya, karena kesibukan duniawi yang tidak pasti ini, banyak sekali manusia melupakan tugasnya sebagai hamba dalam menghadapi hari akhirat yang pasti terjadi. Karena itu sangat diperlukan bagi mereka penjelasan tentang hakikat keni’matan dunia, bahwa keni’matan tersebut Allah sediakan demi bekal akhirat. Dan manusia diingatkan bahwa waktu yang tersedia untuk membekali diri demi kepntingan akhirat sangat terbatas. Karena itu janganlah manusia lalai akan keterbatasan waktu ini.

Ibnu Abi-Ashim mengatakan: “Yang dimaksaud dengan ‘jangan lupa nasibmu dari dunia’ bukan berarti jangan melupakan keni’matan lahir di dunia, melainkan umurmu. Artinya gunakanlah usiamu untuk akhirat.”

Dan Ibnul Mubarak juga berpandangan yang sama, ia berkata: “Yang dimaksud dengan ‘jangan lupa nasibmu dari dunia’ adalah beramal ibadah dalam taat kepada Allah di dunia untuk meraih pahala diakhirat.”

Dua ungkapan diatas bukanlah ungkapan yang baru melainkan kelanjutan dari ungkapan para pendahuluunya dari para ahli tafsir baik generasi shahabat, tabiin atau tabittabi’in.

Dalam menafsirkan ayat ini Ath-Thabari mengatakan: “Janganlah kamu tinggalkan nasibmu dan kesempatanmu dari dunia untuk berjuang demi meraih nasibmu dari akhirat, maka kamu terus beramal ibadah yang dapat menyelamatkanmu dari siksaan Allah.”

Dia juga mengutip beberapa ungkapan para shahabat, dianataranya:

Ibnu Abbas: “Kamu beramal didunia untuk akhiratmu.”

Mujahid: “Beramal dengan mentaati Allah.”

Zaid: ”Janganlah kamu lupa mengutamakan dari kehidupan duniamu untuk akhiratmu, sebab kamu hanya akan mendapatkan di akhiratmu dari apa yang kamu kerjakan didunia dengan memanfaatkan apa yang Allah rizkikan kepadamu.”

Dari beberapa pernyataan shahabat diatas, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan “jangan melupakan nasibmu dari dunia” adalah peringatan jangan lalai terhadap kesempatan untuk beramal yang tidak lama lagi akan berakhir. Artinya menyuruh manusia agar mampu menggunakan semua karunia Allah demi keselamatan dan kemaslahatan akhirat.

Dengan demikian, maka makna ayat ini sangat erat hubungannya antara awal, tengah dan penghujung ayat. Dan tidak ada hubungan dengan perintah untuk berlomba dalam mencari kehidupan duniawi atau meningkatkan kemajuan ekonomi. Sebab tanpa perintah, umumnya manusia terus berlomba untuk meraih kehidupan dunia.

Namun demikian, justru pemahaman inilah yang lebih populer dan meyakinkan karena sering dikemukakan oleh orang-orang yang berpengaruh. Memang, tidak sedikit pandangan yang keliru tapi meyakinkan.

Pemahaman di atas juga sering di perkuat dengan ungkapan: Kerjakanlah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup abadi, dan kerjakanlah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok hari.

Meski tidak pernah ada yang mengatakan siapa yang meriwayatkannya, sebagian penceramah mengatakan bahwa ungkapan ini adalah sabda Rasul SAW. Penulis hingga kini belum menemukan bukti sebagai hadits nabi.

Terlepas dari perkataan siapa kalimat tersebut, yang jelas kalimat ini mengandung pepatah yang sangat bermanfaat bagi masyarakat bila dipahamai dengan tepat. Dan bila ditemukan ada pahaman yang kurang tepat atau keliru, sebagai hamba, kita terpanggil untuk mengemukakan apa yang dipandang lebih tepat.

Dengan harapan mudah-mudahan akan menjadi bahan pertimbangan. Menurut al-Qurthubi , kalimat di atas sejajar dengan ungkpan Abdullah bin Umar, ia berkata: “Bercocok tanamlah kamu seolah-olah kamu akan hidup abadi, dan beramallah kamu seolah-olah kamu akan mati esok hari.”

Sehubungan dengan kalimmat yang pertama yaitu keabadian hidup didunia al-Minawi berkata: “Yang demaksud dengan ungkapan tersebut adalah bahwa manusia apabila yakin akan hidup abadi maka akan berkuranglanglah hirsh-nya (cintanya kepada dunia) dan dia mengetahui bahwa apa yang diinginkannya pasti akan tercapai kendatipun ditempuh dengan rileks, sebab bila tidak tercapai hari ini maka akan diraih esok karena hidupku abadi.”

Karena itu, janganlah terlalu sibuk dalam urusan dunia sebab ada tugas lain yang lebih penting yaitu urusan akhirat. Dan dalam melaksanakan tugas demi meraih keni’matan akhirat, setiap hamba mesti merasa seolah-olah tidak ada kesempatan lain untuk melakukannya kecuali hari ini.

Maka bila sedang sibuk menghadapi urusan keduniaan kemudian mendengar panggilan Ilahi berupa shalat, da’wah, infaq, jihad dan lainnnya, maka sambutlah panggilan ini dan tinggalkanlah urusan dunia, karena kesempatan untuk menyambut panggilan ini tidak ada lagi waktu selain hari ini sementara untuk urusan dunia waktunya sangat lapang.

Sekiranya kalimat ini dari ungkapan Rasul, maka tidak dapat diragukan hadits Rasul adalah tafsir al-Qur’an yang pertama dan tepat untuk dijadikan sebagai rujukan utama dalam memahami al-Qur’an.

Dan apabila kalimat tersebut adalah ungkapan shahabat, maka sesungguhnya mereka adalah generasi pertama yang lebih memahami makna al-Qur’an dan yang menjadi tauladan bagi generasi berikutnya.

Karena itu pemahaman mereka adalah lebih tepat untuk diikuti dan dipercayai dibandingkan dengan pemahaman generasi berikutnya. Bila ditemukan pernyataan mereka tidak sesuai dengan petunjuk al-Qur’an, maka besar kemungkinan yang tidak sesuai bukan pernyataannya akan tetapi pemahaman kita terhadap pernyataan tersebut. Wallahu'alam.

Hendaklah Engkau Bersama Dengan Orang Yang Lurus

Kehidupan manusia pasti akan berakhir. Tidak ada yang kekal selama-lamanya. Kematian pasti akan dijumpai manusia. Kemana setelah kematian? Allah Rabbul Alamin akan menetapkan nasib manusia. Semuanya sesuai dengan ihtiar manusia.

Ihtiar yang sudah dilakukan manusia itu, yang nantinya di akhirat menjadi mizan (timbangan) bagi kehidupannya yang bersifat kekal, kemuliaan atau kehinaan. Allah Azza Wa Jalla telah memberikan petunjuk (hudan) yang akan memberi kemuliaan bagi manusia yang mengikutinya berupa al-Qur'an dan as-Sunnah. Karenanya, manusia tidak dapat memungkirinya kelak.

Manusia yang akan mendapatkan kemuliaan itu, mereka yang memilih berteman dan berkarib dengan orang-orang yang menempuh jalan lurus (shirathal mustaqiem), dan tidak bersama dengan orang-orang yang menempuh jalan yang sesat dan bathil.

Hidupnya hanya berserah kepada Allah Azza Wa Jalla, dan tidak menyekutukan-Nya, serta berkhianat kepada-Nya. Tunduk, patuh, berserah diri sepenuhnya dengan ikhlas kepada-Nya. Tidak ingin sedikitpun berkhianat dan berbuat durhaka.

Mereka yang menempuh jalan lurus (shirath) itu, tidak mau bermain-main dengan para pendusta agama Allah Ta’ala. Mereka yang menempuh jalan Rabbnya, tak hendak berwala’ dan memberikan loyalitas kepada mereka yang memusuhi agama Allah, serta orang-orang yang terang-terangan berkhianat dengan berbuat syirik, dan bertahkim kepada hukum-hukum selain hukum Allah Rabbul Alamin. Mereka yang menempuh jalan lurus (shirath) akan baro’ terhadap segala bentuk kekufuran dan kemungkaran, dan menarik garis pembatas yang tegas terhadap praktik-praktik kebathilan dan kezaliman dalam kehidupan.

Allah Azza Wa Jalla, senantiasa mengingatkan bagi para penempuh jalan lurus (shirath), agar mereka hanya bersama-sama dengan orang yang dikasihi-Nya, seperti dalam al-Qur’an :

“Dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-Nabi, para Shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan itulah teman-teman yang sebaik-baiknya”. (An-Nisa’ : 69)

Selanjutnya, Allah Azza Wa Jalla, pasti menyandarkan shirath kepada orang-orang yang menempuhnya, yaitu orang-orang yang diberi ni’mat oleh Allah, agar hati orang yang menempuh jalan lurus (shirath) itu tidak dihinggapi perasaan sedih, karena pasti tidak akan terkucilkan, dan ia akan bersama-sama dengan orang-orang yang menempuh jalan shirath lainnya. Bahkan, mereka akan dijamin bersama mereka yang menempuh jalan shirath di akhirat kelak, yaitu para Anbiya' (Nabi-Nabi), Shiddiqin, mereka yang mati syahid, Tabi'in, dan orang-orang yang shalih.

Berbeda dengan orang-orang yang menyimpang dan bermusyarakah dengan orang-orang yang memusuhi agama Allah, dan menentang hukum-hukum Allah, bersama-sama dengan orang-orang berlaku durhaka, serta bersama-sama dengan pelaku kebatahilan dan kezaliman.

Betapapun, sekarang di dunia, mereka yaitu para pelaku menyimpang, sepertinya mendapatkan kenikmatan dengan harta yang melimpah, jabatan, kekuasaan, dan segala bentuk kenikmatan lainnya, tetapi di hadapan Allah Azza Wa Jalla tidak ada artinya. Para penempuh jalan kesesatan yang menyimpang itu, pasti akan binasa, dan dihancurkan oleh Allah Azza Wa Jalla, yang Maha Aziz (Maha Perkasa), dan tidak pernah mendapatkan ampunan.

Karenanya, bagi penempuh jalan yang menyimpang atau sesat, meskipun jumlah mereka banyak, tetapi nilai dan kualitas mereka sangatlah sedikit, sebagaimana dikatakan para ulama Salaf, “Tetaplah engkau tempuh jalan kebenaran, dan janganlah engkau bersedih karena sedikitnya orang yang menempuhnya. Dan jauhilah jalan kebathilan, dan janganlah engkau tertipu oleh banyaknya orang yang binasa di jalan itu (kesesatan dan kebathilan)”.

“Dan, jika anda sedih merasa sendirian, maka layangkanlah pandanganmu ke arah teman-teman terdahulu (para generasi salaf), dan berkeinginanlah untuk senantiasa bertemu mereka, serta alihkanlah pandangan anda selain dari orang-orang selain mereka. Karena mereka (orang-orang lain yang menyimpang dari jalan lurus itu), tidak akan menolongmu sama sekali. Dan jika mereka memanggil anda untuk menyimpang dari jalan yang anda tempuh, maka janganlah anda menghiraukan mereka”, ucap Ibnu Qayyim al-Jauzi.

Seperti dalam lantunan dalam do’a qunut : “Ya Allah,tunjukilah aku bersama orang yang Engkau beri petunjuk, bukan orang-orang yang Engkau murkai”. Wallahu’alam.

Mengapa Nabi SAW Menangis?

Pernah terdengar seseorang berkata: “aku bukan tipe orang cengeng, aku adalah orang eksak, aku orang rasional bukan orang emosional, karena itu aku nggak biasa menangis, biarpun orang lain banyak yang menangis akibat tersentuh oleh nasihat dan terbawa oleh kondisi, namun aku tetap tidak menangis.”

Wahai saudaraku yang tidak menangisi kesalahan, tidakkah anda menangis ketika dilahirkan dahulu?, tidakkan anda menangis ketika ingin air susu ibu diwaktu kecil?, tidakkah anda menangis sewaktu kecil ketika belum mendapat apa yang diinginankan?.

Dulu anda mudah menangis ketika masih bersih dari dosa dan belum dituntut untuk bertaubat. sejak kapan anda berhenti menangis? dan kapan sebenarnya menangis itu lebih berguna dan lebih diperlukan?

Siapakah yang lebih patut untuk menangis, apakah orang yang masih bersih dari dosa karena belum dewasa, ataukah orang yang sudah dewasa yang tidak lama lagi akan menghadapi pertanggungjawaban tentang kehidupan selama di dunia?.

Siapakah yang lebih patut menangis, apakah orang yang belum punya ilmu dan belum berpikir tentang hakikat hidup dan tidak mengetahui mana perbuatan yang salah dan mana yang benar, ataukan seorang pemikir yang paham dan mengetahui siapa dirinya dan apa arti hidupnya?

Para shahabat adalah generasi utama yang mesti kita jadikan sebagai teladan karena merekalah orang-orang yang mendapat bimbingan langsung dari Rasul dan merekalah pelaku sejarah diturunkannya AlQuran. Diantara mereka ada pemikir, politisi, ahli perang, penyair, bisnisman, teknokrat dan lain-lain. semua keahlian mereka telah digunakan untuk berjuang membela agama Allah jihad fi sabilillah.

Kendatipun keahlian mereka berbeda-beda namun ketika mereka tersentuh ayat-ayat AlQuran mereka tenggelam dalam kandungannya dan hanyut dalam maknanya. Kendatipun dihadapan musuh mareka tampil dengan gagah perkasa namun dikala mereka mendengar ayat-ayat Allah maka qalbu mereka mudah bergetar dan air mata mereka mudah keluar. Itulah orang-orang yang telah menulis sejarah dengan air mata dan darah.

Perjalanan hidup mereka dilestarikan dalam AlQuran.

إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ ءَايَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا

Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. Setiap manusia memiliki rasa sedih dan bahagia, suka menangis dan tertawa. Yang dapat dibuktikan sejak lahir hingga lanjut usia. Semuanya adalah potensi yang sangat berguna bagi kepentingan hidup di
dunia kini dan di akhirat nanti.

Semua potensi adalah amanat ilahi yang sering dilupakan manusia dan sedikit sekali mereka yang menyadari. Setiap manusia baik yang sadar ataupun yang lalai semuanya
akan diminta pertanggungjawaban tentang semua kehidupannya. mereka semua akan disidang di hadapan pengadilan Yang Mahatinggi.

Karena menyadari bahwa setiap insan akan dihisab tentang kehidupan ini maka para ahli ibadah sering meneteskan air mata karena takut dan harap kepada Allah. Melalui buku ini penulis berupaya mengemukakan sebagian penglaman para mujahid yang telah mengisi lembaran sejarah dengan airmata, baik pada waktu sepi ataupun ramai baik pada waktu malam atau siang. Semoga Allah membimbing kita agar dapat mengikuti jejak para nabi dan shalihin. amiin

Di mana Tempat Tinggalmu Kelak?

Di ujung senja yang memerah di gurun, udara masih terasa terik, dan perlahan-lahan mulai sejuk, saat menjelang datangnya malam. Lelaki itu bergegas menuju masjid. Menunaikan shalat Maghrib yang akan menjelang. Ia shalat dua rakaat. Sambil terus berdzikir, air matanya mengalir. “Di mana kelak aku berada?" ucapnya lirih. “Adakah aku akan mendapatkan tempat kemuliaan?” keluhnya.

Lelaki keturunan orang yang mulia itu kaya raya. Segalanya dimilikinya. Kekayaannya tak terhitung. Melimpah. Karena ia pandai berdagang. Semua pedagang berdagang dengannya. Keuntungannya tak henti-henti. Lelaki itu benar-benar sempurna, hartanya terus bertambah. Tetapi, kala senja ia nampak bersedih, menangis, dan terus menangis. Entah mengapa ia menangis? Sejatinya lelaki itu adalah lelaki yang shaleh dan zuhud dalam hidupnya.

Lelaki itu mengerti kelak akhir kehidupannya. Ia mengetahui orang-orang yang memiliki kekayaan dan istana, segalanya tak lagi berguna. Betapa istana yang megah dan mewah itu semuanya akan pupus, di saat datangnya kematian yang harus diterimanya. Betapa akhir kehidupannya itu, manusia hanyalah menempati sebuah tempat, yang tak lebih lebarnya satu meter dan panjangnya dua meter, yang ditutup dengan papan. Itulah kehidupan alam kubur. Siapapun adanya akan mengalami hal seperti itu. Tidak ada perbedaan antara raja dengan orang miskin.

Pakaian yang indah dan halus terbuat dari sutera, menjadi tak lagi berguna, semuanya akan ditanggalkannya. Siapa saja yang mati, hanyalah menggunakan kain kapan. Itulah pakaian kebesaran yang akan digunakan orang-orang sudah mati. Raja, orang kaya, orang miskin, dan jelata, semuanya hanyalah akan menggunakan kain kafan.

Ketika hidup di dunia, si kaya menggunakan kendaraan yang paling mewah, mungkin seekor unta yang paling baik, bulunya mengkilap, gemuk dan kuat. Tetapi, saat ajal tiba, dan kendaraan yang ditumpangi, tak lain hanyalah keranda, yang tak berharga. Inilah satu-satunya kendaraan yang akan mengantarkannya ke tempat terakhir dalam hidupnya.

Tidak ada lagi kesetiaan yang akan selalu menemani. Isteri–isteri yang cantik dan setia, tak akan menemaninya. Dialam kubur ia hanya sendirian. Tanpa siapa-siapa lagi. Kesetiaan hanya dalam kehidupan dunia. Janji hanya dalam kehidupan dunia. Tidak ada seorang suami atau isteri yang betapapun sangat setianya, mau menemaninya di alam kubur. Ia hanyalah sendirian. Sendirian bersama dengan binatang-binatang yang akan menggerogoti tumbuhnya yang sudah tidak dapat melakukan apa-apa.

Lelaki itu terus bertepekur di dalam masjid. Usai shalat Isya’ tak juga beranjak dari duduknya. Terus berdzikir dan bermunajat kepada Allah Azza Wa Jalla. “Di mana aku kelak berada?” keluhnya. Ia sangat kawatir Sang Pencipta murka, dan tidak mau menerimanya, dan menempatkan dirinya di tempat yang hina. “Ya Rabb, ampunilah segala dosa dan khilafku, dan jauhkanlah aku dari fitnah dunia, serta selamatkanlah aku dari siksamu,” keluhnya.

Allah Azza Wa Jalla memberikan karunia kekayaan yang sangat melimpah kepada lelaki itu. Perdagangannya selalu untung. Tanah pertaniannya yang sangat subur, di kelola para budaknya. Makin lama makin maju, dan hartanya semakin bertambah. Tetapi, lelaki itu tak menjadi lupa dan bersenang-senang dengan kekayaan yang dimilikinya. Sikapnya tak pernah berubah. Hartanya yang melimpah tak melupakan dari taqwanya kepada Allah Azza Wa Jalla.

Maka kekayaannya itu dimanfaatkannya untuk kaum muslimin. Kekayaannya dimanfaatkan untuk membangun jalan menuju akhirat. Sehingga, kekayaan itu menjadi indah baginya, karena semakin banyak kekayaan yang dimilikinya, semakin banyak pula sedekahnya kepada fuqara’. Ia tidak sombong, dan melakukan amal dengan sembunyi-sembunyi.

Di saat malam telah tiba, beliau memikul sekarung tepung di punggungnya, keluar menembus kegelapan malam, ketika orang-orang tidur nyenyak. Beliau berkeliling ke rumah para fuqara’ yang tak suka menadahkan tangannya. Pekerjaan itu ia lakukannya, sampai ajal menjemputnya. Tak pernah henti. Mungkin sesuatu yang tak pernah dimengerti oleh siapapun. Tapi, itulah dilakukan oleh seorang yang sudah zuhud terhadap kehidupan dunia.

Tidak heran banyak orang miskin di Madinah yang hidup tanpa mengetahui dari mana jatuhnya rezeki untuk mereka itu. Setelah lelaki itu meninggal mereka tak lagi menerima rezeki itu. Barulah mereka menyadari siapakah sesungguhnya gerangan manusia dermawan itu?

Sewaktunya jenazah lelaki itu dimandikan, terlihat ada bekas hitam dipunggungnya, sehingga bertanyalah mereka yang memandikannya. “Bekas apa ini?” Lalu, diantara yang hadir menjawab, “Itu adalah bekas karung-karung tepung yang selalu dipikulnya ke seratus rumah di Madinah ini.”

Orang-orang miskin lidahnya kelu, dan hanya dapat berdoa dalam hati, ketika ribuan lelaki mengiringi jenazahnya menuju tempat terakhirnya. Semuanya bersedih. Kekayaan yang melimpah itu, tak bersisa. Lelaki itu juga membebaskan seribu budak, dan memberikan hartanya kepada mereka.

Begitulah lelaki itu. Sikapnya terhadap kehidupan dunia. Tak lagi menolehnya. Sekalipun, begitu banyak harta yang dimilikinya. Itulah cucu Baginda Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam, Zainal Abidin, yang sangat mulia. Wallahu’alam.

Menangislah Karena Allah

Allah menghendaki kehidupan manusia senantiasa mengalami berbagai perubahan antara senang dan sedih, suka dan duka, sehat dan sakit. Sebagaimana biasa mengalami lapang dan sempit, harap dan takut, tertawa dan menangis. Semua ini adalah aturan Allah yang sangat bermanfaat bagi setiap mukmin demi meningkatkan ketakwaan.

Dan akan menjadi bencana bagi yang tidak beriman, karena dia tidak sadar bahwa
semua itu adalah bekal yang sangat bermanfaat bagi peningkatan derajat dalam kehidupan. Karena itu, dalam menyikapi semua kondisi yang dihadapi ini manusia tidak terlepas dari salah satu dianatara dua nilai, yaitu positif dan negatif atau benar dan salah, baik menurut pandangan manusia atau pun pandangan Yang Maha Kuasa.

Seseorang dapat meingkatkan keimanannya dengan menjalin ukhuwwh Islamiyah yang sering dihiasi dengan senyuman dan juga dapat meningkatkan taqarrub kepada
Rabbnya dengan sering mengis karena menyadari akan kelalaian dalam melaksanakan kewjiban dimasa lalu, dan menangis karena takut akan kekeliruan dalam memhami dan salah mengamalkan ajaran Ilahi yang mesti ditatinya demi leselamatan dan kemaslahatn dimasa mendatang.

Manangis adalah akhlaq para nabi dan kebiasaan para shalihin. Namun tentu bukan sekedar menangis, melainkan menangis yang membuktikan penghambaan diri yang muncul dari kesadaran yang sangat mendalam.

Sadar bahwa dirinya adalah makhluk yang lemah yang selalu memerlukan pertolongan; hamba yang menyadari sering lalai terhadap aturan-Nya; hamba yang sangat bodoh tapi sring menyombongkan diri dengan ilmu yang sangat sedikit; hamba yang tidak memiliki apa-apa tapi berlaga sombonga seakan-akan apa yang ada dalam dirinya adalah miliknya; sungguh semua yang ada pada diri seorang hamba baik berupa jasad kesehatan, harta, jabatan atau lainnya, semua itu adalah amanat yang mesti dipelihara dengan menggunakannya sesuai fungsinya dan mesti dipertanggungjawabakan pada saat yang tidak lama lagi akan tiba.

Para nabi menangis karena melihat ummat yang sedang mendertia kebejadan akhlaq dan penyimpangan aqidah serta kerusakan pemahaman terhadap syari’ah yang telah Allah tetapkan bagi mereka. Para ualama sering menangis karena khawatir tidak dapat melanjutkan perjuangan Rasul akibat beratnya tantangan dan kurangnya kemampuan serta meluasnya kema’siatan.

Bila dibacakan kepada mereka ayat Allah yang berisi perintah, mereka menyadari belum dapat melaksanakan perintah sebagaimana mestinya. Sebaliknya bila dibacakan ayat yang mngandung larangan, mereka selalu ingat akan semua perbuatan yang menurut pandangan manusia tidak termasuk pelanggaran, padahal boleh jadi, tanpa disadari, dihadapan Allah sering sekali melakukan pelanggaran.

Bila dibacakan ayat-ayat tentang kenikmatan surga, terbayanglah orang lain sedang menikmatinya, sementara dirinya sedang dalam penderitaan menonton dari kejauhan apa yang dinikmati ahli surga, karena menyadari belum beramal sebagaimana mestinya yang memenuhi kriteria untuk menjadai mauttaqiin shalihin.

Bila sudah melaksanakan sebagain perintah-Nya, mereka yakin bahwa tiada yang dapat mengetahui apakah amalnya memenuhi syarat diterma Allah ataukah tidak. Dan bila bertaubat, dari mana diketahui bahwa taubatnya memenuhi syarat untuk diterima dihadapan Allah.

Semakin tinggi ketakwaan seseorang maka semakin mudah baginya mengetahui kesalahan dan kelalian dirinya dan semakin menyadari bahwa dirinya masih jauh untuk mencapai tingkat muttaqin.

Karenanya ketakutan kepada Allah akan semakin meningkat, demikian pula harapan akan ampunan semakin bertambah. Wallahu 'alam.

Ketahuilah Menangis Itu Termasuk Ibadah

Semua praktek ibadah akan dinilai benar selama berdasarkan petunjukk Al Qur’an dan sunnah Nabi. Menangis termasuk ibadah bila dilandaskan kepada Al Qur’an dan Sunnah Nabi yaitu menengis yang terjadi semata-mata- krena takut kepada Allah. Al Qur’an mempertanyakan keimanan orang yang tidak pernah menangis dikala mendengar ayat-ayat AlQuran. Allah berfirman:

أَفَمِنْ هَذَا الْحَدِيثِ تَعْجَبُونَ(59)وَتَضْحَكُونَ وَلَا تَبْكُونَ(60)وَأَنْتُمْ سَامِدُونَ(61)فَاسْجُدُوا لِلَّهِ وَاعْبُدُوا(62)

Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan itu?. Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis? Sedang kamu melengahkannya? Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah Dia.

Menurut ayat diatas, orang yang tidak mau menangis dengan ayat Allah dia adalah oranng yang lalai. Karena itu orang yang tidak diragukan ketakwaan dan ketaatannya kepada Allah senantiasa mudah meneteskan air mata ketika mendengar Allah berfiman. Terutama bila ayat yang dibacanya adalah yang berhubungan dengan teguran seperti ayat diatas ini. karena itu ketika para shahabat pertama kali mendengar ayat ini dibacakan mereka pun menangis.

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال لما نزلت أ فمن هذا الحديث تعجبون وتضحكون ولا تبكون وأنتم سامدون بكى أصحاب الصفة حتى جرت دموعهم على خدودهم فلما سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم حنينهم بكى معهم فبكينا ببكائه فقال صلى الله عليه وسلم لا يلج النار من بكى من خشية الله ولا يدخل الجنة مصر على معصية ولو لم تذنبوا لجاء الله بقوم يذنبون فيغفر لهم

Dari Abi Hurairah RA dia berkata: ketiaka turun ayat afamin hadzal haditsi…… menangislah para shahabat (ahli shuffah) hingga mengalirlah air mata mereka membasahi pipi, dan ketika Rasulullah mendengar tangisan mereka, beliaupun menangis bersama mereka, maka kamipun menangis karena (terdorong oleh) tangisannya.

Beliau bersabda: tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah dan tidak akan masuk surga orang yang terus menerus berbuat dosa. Sekiranya kamu tidak berdosa pasti Allah akan mmendatangkan orang-orang yang berdosa kemudian Dia mengampuni mereka.

Memperhatikan hadits ini jelas sekali bahwa menangis karena takut neraka adalah akhlak Rasul dan para shahabat. Dan orang-orang yang tidak mau menangis tidak berarti tidak ada yang ditangisi atau tidak pernah berdosa melainkan meeka termasuk golongan yang terus menerus berbuat dosa. Dan Allah menyediakan ampunan bukan bagi orang yang tidak berdosa, karena setiap manusia pasti berbuat dosa , akan tetapi Dia menyediakan ampunan bagi orang yang suka menangisi dosa.

Bila tidak mau menangisi dosa berarti sama dengan memeliharanya. Dan orang yang memelihara dosa tentu akan dijauhkan dari surga. Karena Allah sediakan surga bagi orang yang bertaubat. Allah Swt telah memberi kepada setiap manusia potensi untuk menangis dan tertawa. Keduanya adalah amanat yang mesti dimanfaatkan untuk taqarrub kepadaNya.

Dan kebanyakan manusia lebih banyak tertawa dibanding dengan menangis. Bahkan mereka berusaha untuk membuat-buat ketawa. Dalam realitas kehidupan telah ditemukan bahwa sebagia manusia ada yang mampu membuata orang lain tertawa dan ada pula yang mampu membuat orang lain mnangis. Sekiranya menangis dan tertawa ini kita lakukan untuk kepentiangan hari akhirat, pasti kita akan banyak menangis dan jarang tertawa selama didunia ini.

Dan sekiranya hal tidak dilakukan, maka tertawa didunia tetap hanya sebentar sebab hidup di dunia tidak lama lagi akan berakhir. Dan orang yang tidak mau menangis di dunia akan menangis di akhirat. Karena itu Allah mengingatkan dengan firman-Nya:

فَلْيَضْحَكُوا قَلِيلًا وَلْيَبْكُوا كَثِيرًا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ(2)

Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan. Ada seorang hamba yang berkata: saya tidak menenagis karena saya bukan orang yang emosional melainkan saya adalah orang yang banyak berfikir.

Penyataan ini bila ditinjau dengan kaca mata Islam sangat perlu diperbaiki, karena berlawanan dengan kandungan hadits Rasul yang menegaskan bahwa semakin luas wawasan seseorang dan mendalam ilmunya pasti akan semakin sering menangis dan jarang tertawa. Mari kita perhatikan sabda Rasulullah saw:

عن عبد الله بن عمرو قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لو تعلمون ما أعلم لبكيتم كثيرا ولضحكتم قليلا ولو علمتم ما أعلم لسجد أحدكم حتى ينقطع صلبه ولصرخ حتى ينقطع صوته ابكوا إلى الله فإن لم تستطيعوا أن تبكوا فتباكوا

Dari Abdillah bin Amr, ia berkata: Rasulullah bersabda: sekiranya kamu mengetahui apa yang aku ketahui pasti kamu banyak menangis dan jarang tertawa, sekiranya kamu mengetahui apa yang kuketahui pasta ada diantara kamu yang bersujud hingga pataah tulang rusuknya, dan pasti berteriak mengais hingga habis suaranya. Menangislah kamu kepada Allah, apabila kamu tidak bisa menangis, maka usahakan sampai mamapu.

Menurut hadits ini orang yang berilmu akan lebih banyak dan lebih mudah untuk menangis, karena dia mengetahui siapa dirinya dan dimana dia berada. Dan sebaliknya bila seseorang banyak tertawa dan jarang menanggis berarti dia kurang mengetahui hakikat dirinya dihadapan Allah, sehingga dia selalu merasa tenang tanpa ada rasa kehawatiran kalau dirinya dekat dengan kemurkaan Allah, seakan-akan dia adalah orang yang sudah dijamin akan mendapat surga dan selamat serta jauh dari bahaya neraka.

Padahal tidak ada seorangpun yang mengetahui masa depan yang akan dihadapinya esok hari apalagi hari-harri sesudah mati. Karena itu, semakin mendalam dan luas ilmu seseorang tentang Islam maka akan semakin sering menangis. Bila kita susah manangisi dosa berarti kita sedang berada dalam kegelapan. Bila kita berada dalam kegelapan, bukan saja dosa kecil yang tidak terlihat akan tetapi dosa besar pun susah diketahui. Ya Allah ampunilah dosa kami dan memasukkanlah kami kedalam golongan yang tercantum dalam firmanMu:

إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا(107)وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا(108)وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا(109

Sesunggyhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebellumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyugkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: Maha suci tuhan kami pasti dipenuhi dan mereka meniarap atas dahinya serta menangis, dan (Al Qur’an) menambah khusyu’ mereka.

Menangis yang bernialai ibadah adalah menangis yang melibatkan semua unsur manusia yaitu akal fikiran yang diisi dengan ilmu; qalbu yang diisi dengan keimanan; dan seluruh anggota badan termasuk kepala dengan sujudnya; lisan dengan membaca istighfar, tasbih, tahmid dan ungkapan dzikir lainnya. Dan tidak kalah pentingnya bahwa tetesan air mata yang membanjiri wajah hingga membasahi tempat sujud akan menjadi saksi nanti di akhirat .

Ada seseorang yang merasa cukup dengan menangis dalam hati saja dan menganggap bahwa menangis dengan meneteskan air mata tidak lagi diperlukan, dengan alasan bahwa sikap cengeng itu tidaklah baik. Sikap seperti ini tidak keliru bila diterapkan pada situasi sedang menghadapi musuh Allah yang menuntut semua hamba untuk berjiwa besar dan menjaga wibawa kaum muslimin demi terpeliharanya kemuliaan Islam .

Akan tetapi lain halnya ketika kita sedang berhadapan dengan Yang Mulia dan Maha Perkasa. Semua hamba harus menunjukkan kerendahan dirinya dengan penuh kesadaran sebagai hamba yang hina tak berdaya yang menyadari akan banyaknya dosa dan sering lalai akan perintah yang turun dari Dzat Yang Maha Bijaksana, dan pada saat yang sama kita harus menyadari bahwa kita tidak lama lagi akan disidang didepan Pengadilan Yang Mahatinggi.

Untuk meningkatkan kesadaran ini sangat diperlukan untuk selalu ingat akan kehidupan para nabi dan shalihin. Karena mereka adalah orang pinter dan cerdas dalam memahami kehidupan ummat, dan mereka juga adalah pejuang yang tidak pernah mengenal takut kepada siapapun. Namun demikian, mereka adalah sangat cengeng ketika sedang merintih kepada Yang Mahaadil dan menghadap kepada Yang Mahakuasa. Demikian Allah menjelaskan dalam firman-Nya:

إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ ءَايَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا(58)

Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Yang Maha Pengasih mereka meniarap sujud dan menangis Ayat diatas menjelaskan sifat-sifat para Nabi dan para pengikutnya dengan kata sujjadan (ahli sujud) dan bukiyyan (ahli menangis).

Kata bukiyyan adalah shighah mubalaghah (bentuk kata yang mempunyai makna sangat) dari kata bakiina yang merupakan kata sifat bagi orang-orang yang suka menangis. Hal ini menggambarkan bahwa tangisan tersebut melebihi dari tangisan yang biasa terjadi pada masayarakat umum yang disebabkan urusan dunia. Makna menangis yang dimaksud dalam ayat akan lebih jelas lagi bila kita perhatikan hadits Rasul SAW dibawah ini.

Menangis Menurut Sunnah Rasul SAW

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : عيـنان لا تمسـهما النار عين بكت من خشـــية وعين باتت تحرس في سبيل الله

Rasulullah SAW bersabda: Dua mata yang tidak akan terkena api neraka yaitu mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang berjaga dijalan Allah

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ثلاثة أعين لا تحرقهم النار أبدا عين بكت من خشية الله وعيين سهرت بكتاب الله وعين حرست في سبيل الله عز وجل

Rasulullah SAW bersabda: Tiga mata yang tidak akan terbakar api neraka untuk selamanya: mata yang menangis karena takut kepada Allah, mata yang berjaga dimalam hari karena membaca kitab Allah, dan mata berjaga-jaga membela agama Allah.

Wallahu'alam.