Medio tahun 2010 ini jutaan pemirsa dan penggemar sepakbola di seluruh penjuru dunia akan dimanjakan dengan tayangan spesial kesayangan mereka yaitu Piala Dunia 2010 yang rencananya akan digelar di Afrika Selatan. Ajang pertandingan sepakbola paling bergengsi di dunia ini akan berlangsung dari tanggal 11 Juni hingga 11 Juli 2010 mendatang. Setiap negara akan menampilkan tim terbaik mereka dengan harapan dapat mengharumkan nama negara masing-masing.
Ajang Piala Dunia adalah ladang bisnis luar biasa besarnya dengan keuntungan yang juga luar biasa besar. Terlebih bagi negara tuan rumah, hajatan akbar ini akan menghasilkan devisa negara melimpah dari perusahaan-perusahaan sponsor tingkat dunia, pariwisata, layanan jasa transportasi dan lain-lain. Namun, di balik gemerlapnya lampu-lampu stadion dan riuh-rendahnya sorak-sorai penonton, ada sisi-sisi kelam Piala Dunia khususnya dan Dunia Perspakbolaan pada umumnya, yang tak kasat mata atau minimal tak disadari oleh khalayak pemirsa. Mulai dari kepentingan Zionisme-Yahudi dan hegemoninya di ranah kapitalisme global yang berselindung di balik sponsor, hingga infiltrasi ideologi Kabbalah-satanisme. Ideologi sesat pemuja kesesatan dan materialisme-hedonistis dengan berbagai derivasinya, secara perlahan dan halus merambati jalan fikiran jutaan pemirsa dan menghujani alam bawah sadar kita dengan simbol-simbol paganistis mereka.
Sebagian kaum muslimin, tentunya akan sejenak melupakan Masjidil Aqsha, kiblat pertama umat Islam, yang kini semakin merapuh di ambang kehancuran akibat ulah orang-orang Zionis-Yahudi. Sebagian kaum muslimin juga akan sejenak melupakan berbagai persoalan kronis yang menelikung bangsa ini, mulai dari kasus korupsi, gerakan aliran-aliran sesat yang terus diback-up mati-matian oleh kalangan sekuler-liberal dan lain-lain. Ada sebuah kekuatan besar yang mengarahkan mata, telinga, bahkan hati dan pikiran kita untuk terus mengikuti kemana si kulit bundar itu menggelinding, namun di saat yang sama, kita akan mengabaikan penderitaan kaum muslimin di belahan bumi lainnya atau bahkan di depan pintu rumah kita sendiri.
Sepakbola kini telah menjadi semacam “religion” (Hamid Fahmi Zarkasyi, Agama, www.hidayatullah.com, 11 Agustus 2008), pseudo-agama yang diam-diam menggusur iman kepada Allah dan menggantikannya dengan kesenangan yang adiktif belaka. Kesetiaan para pendukung fanatik tim sepakbola dan kecintaan kepada bintang lapangan yang menjadi idola, telah melahirkan personal disorder hingga tahap melukai diri sendiri ataupun orang lain. Ada sebersit kebahagiaan ketika tim pujaan memenangkan laga pertandingan, dan kecewa mendalam ketika mereka kalah di lapangan. Kebahagiaan dan kekecewaan yang mampu mengendalikan hasrat dan fikiran sang fanatik melebihi pengaruh keyakinan agama terhadap dirinya sendiri. Ini salah satu realita yang tersembunyi di balik warna-warni sepakbola dunia. Maka tidaklah berlebihan jika di sebuah jalan di Manchester, Inggris, sebuah papan iklan besar milik Manchester United menampilkan gambar seorang pemain dengan tulisan di bawahnya, It’s like religion.
Piala Dunia adalah saudara kembar arus globalisasi yang semakin membuat dunia kita menjadi kecil (small village). Dalam globalisasi, individu-individu dengan keunikan latar-belakang masing-masing seakan lebur dalam satu kesatuan yang berskala global. Mereka seakan tercerabut dari keaslian jatidirinya dan memilih untuk menjadi pribadi “yang lain” agar terterima dalam pergaulan dunia yang (katanya) lebih modern, humanis dan egaliter. Namun, tidak pula disadari bahwa internalisasi nilai-nilai “the other” (yang lain) secara intens, lambat laun namun pasti akan melahirkan pribadi-pribadi ambigu yang tak mampu bersikap kritis terhadap perubahan arus politik global maupun tantangan ideologis yang tak pernah henti menggerus pondasi aqidah seorang muslim.
Atas dasar pemikiran inilah, maka sebuah diskusi yang mengkaji event Piala Dunia 2010 menjadi penting, bukan saja untuk melahirkan kritisisme kita dalam menyikapinya, akan tetapi juga membentengi kemurnian aqidah dan ghirah Islamiyah dari infiltrasi ideologi satanis yang menyelusup diam-diam. Wallahu a’lam
No comments:
Post a Comment