Rapat paripurna DPR terhadap kasus Bank Century, yang berakhir tadi malam, pukul 23.30, di mana mayoritas anggota DPR memutuskan memilih opsi C, yakni pemberian dana talangan kepada Bank Century dan penyalurannya di diduga ada penyimpangan, sehingga diserahkan ke proses hukum.
Kesimpulan DPR itu diperoleh melalui voting, opsi C itu didukung penuh oleh Partai Golkar, Partai Demokrsi Perjuangan (PDI-P), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan seorang dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Jumlah suara yang mendukung opsi C, sebanyak 325 suara.
Sementara itu, jumlah yang mendukung talangan (bail out), yang terdiri Partai Demokrat (PD), Partai Amanah Nasional (PAN), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), jumlah suaranya hanyalah 212 suara. PPP yang membuat tindakan kejutan dengan mendukung opsi C, yang semula nampak ingin bergabung partai-partai yang mendukung bail out, tapi justru berubah, di saat pengambilan keputusan.
Sebelumnya, Presiden SBY-Boediono, yang memenangkan pemilu presiden mendapatkan dukungan suara 60,5 persen dari rakyat, dan di parlemen dengan koalisi yang mendukungnya, seperti Partai Golkar, Partai Demokrat (PD), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), mempunyai dukungan politik yang kuat di perlemen, yang suaranya hampir 75 persen.
Tetapi, menghadapi kasus Bank Century ini, kekuatan koalisi yang mendukung pemerintahan SBY-Boediono, menjadi minoritas, dan hanya Partai Demokrat (PD), Partai Amanan Nasional (PAN), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang masih tetap menjadi ‘back bone’ (tulang punggung) koalisi, dan setia mendukung kebijakan pemerintah, terkait dengan bail out Bank Century.
Apakah keputusan paripurna DPR, dan sikap partai-partai politik, kiranya dapat menjadi kesimpulan terjadinya ‘distrust’ (ketidak percayaan), serta sekaligus bentuk referendum DPR terhadap Presiden SBY-Boediono, yang menolak kepemimpinannya? Nampaknya, langkah-langkah politik yang dijalankan Presiden SBY-Boediono nyata-nyata telah ditolak. Bahkan kesimpulan paripurna DPR itu, secara ekplisit menyebutkan, pemberian dana talangan (bail out) kepada Bank Century dan penyaluran di duga ada penyimpangan, dan diserahkan ke proses hukum. (Kompas, 4/3/2010)
Padahal, sehari sebelumnya, Presiden SBY sudah membuat pernyataan, terkait dengan kasus Bank Century, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (1/3), yang menyatakan membenarkan dan bertanggung jawab atas kebijakan pemberian dana talangan (bail out) kepada Bank Century demi penyelamatan perekonomian Indonesia’, tegas Presiden.
“Saya berada di luar negeri 13 hari. Wakil Presiden di Tanah Air dan Beliau yang menjalankan tugas pemerintahan sehari-hari. Meski saya tidak ada di Tanah Air saat itu, dalam merumuskan langkah tindak perbankan dan perekonomian yang mesti dilakukan terhadap Bank Century, meskipun Gubernur Bank Indonesia (BI), dan Menteri Keuangan (Menkeu) tidak melalui izin saya, karena Beliau bekerja dengan undang-undang saya katakan bahwa yang dilakukan penyelamatan perekonomian kita adalah benar dan saya bertanggung jawab”, kata Presiden.
Faktanya sekarang DPR melalaui keputusannya terkait dengan kasus Bank Century, mayoritas partai-partai politik, yang sebelumnya merupakan para pendukung Presiden SBY, menolak keputusan dan kebijakan pemberian bail out terhadap Bank Century. Dengan keputusan yang menyebutkan ‘penyalurannya diduga ada penyimpangan, sehingga diserahkan ke proses hukum’. Sikap mayoritas DPR yang berani menolak Presiden SBY, yang sudah pasang dada, menggambarkan keadaan yang sebenarnya, bahwa Presiden SBY sudah kehillangan pengaruh kekuasaannya.
Hitungan-hitungan politik yang bakal terjadi, pilihan Presiden SBY tetap mempertahankan Boediono dan Sri Mulyani, dan posisinya akan semakin sulit, serta terus menghadapi gerakan oposisi di parlemen, ditambah dengan kemarahan rakyat, yang semakin luas. Hal ini kemungkinan akan berakhir dengan gerakan rakyat ‘people power’.
Seperti Bank Century yang sejak proses mergernya sudah bermasalah, sama halnya dengan pilihan dan keputusan politik dari Presiden SBY, yang memilih calon pasangannya menjadi wakil presiden, seorang tokoh yang bukan berasal dari partai politi, yaitu Boediono, sebuah keputusan dan pilihan yang sangat berisiko, di era demokrasi yang sangat ditentukan peranan partai-partai.
Boediono tidak memiliki dukungan politik yang memadai, dan hanya mengandalkan dirinya seorang birokrat, yang konservatif di bidang makro ekonomi, sesuai dengan keinginan negara-negara Barat, yang menjadi patron Boediono. Ketika muncul kasus Bank Century itu, bagaikan ‘air bah’ politik, yang deras, dan kini sampai ke Istana. Inilah resiko yang harus di pikul SBY, dan harus mengambil pilihan politik, dan melakukan negosiasi kembali dengan partai-partai politik, dan memformat kembali koalisi, yang sudah dibangun itu, jika Presiden SBY masih menginginkan bertahan.
Partai-partai yang awalnya sangat kohesif (kuat) mendukung Presiden SBY, nampaknya mereka ‘hopeless’ (kehilangan harapan), karena tidak ada yang dapat diharapkan lagi dari pemerintahan SBY, di periodenya yang kedua. Penunjukkan sejumlah wakil menteri,yang merupakan orang-orang yang ‘dekat’ dengan Presiden SBY, setidaknya mengurangi kewenangan menteri-menteri yang berasal dari partai politik itu, atau mereka merasa tidak leluasa lagi menjalankan kebijakannya (policynya).
Dibagain lainnya, di era pemerintahan SBY yang kedua, nampaknya semakin kehilangan ‘greget’, mengatasi krisis yang dihadapi bangsa ini. Populeritas dan citranya terus menurun. Kalau partai-partai yang tergabung dalam ‘koalisi’, masih tetap bergabung dan pemerintahan SBY masih dalam kondisi yang ada sekarang ini, hanya ada satu kemungkinan di tahun 2014 nanti, partai-partai koalisi itu dapat menjadi ‘zero’ (nol) dalam pemilu.
Memontum kasus bail out Bank Century itu, dimaksimalkan oleh partai-partai yang dahulunya menjadi bagian dari ‘koalisi’ pemerintahan Presiden SBY, dan menjadi sebuah ‘theater’ besar, yang penuh dengan ekspressi dan retorika politik, yang masing-masing ingin menunjukkan sebagai pahlwan dalam pemberantasan korupsi dihadapan rakyat. Kasus Bank Century ini sebuah investasi politik, yang mahal bagi masa depan partai-partai politik, dibandingkan mereka tetap bercokol di pemerintahan Presiden SBY.
Tak aneh mereka ramai-ramai meninggalkan Presiden SBY, karena tak ada lagi yang dapat diharapkan dalam lima tahun ke depan.
Kondisi ini akan berpengaruh terhadap pemerintahan SBY, terutama periode kedua pemerintahannya. Apakah pemerintahan Presiden SBY akan masih efektif? Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Isman, mengatakan bahwa Presiden SBY dalam posisi yang terancam akibat kasus Bank Century ini. “Kalau kena Ibu Sri Mulyani dalam kasus Bank Century, itu naik ke Wapres Boediono, kalau kena ke Wapres, tinggal satu pintu lagi ke Presiden”, ujar Hayono. (21/2/2010)
Kita akan melihat drama-drama politik babak berikutnya, yang akan mempunyai implikasi ke depan, khususnya bagi kehidupan bangsa ini. Apa langkah yang akan diambil Presiden SBY nanti, pasca keputusan DPR itu?
No comments:
Post a Comment