Wednesday, October 20, 2010

Skandal dan Kriminal Paus Borgia [1]

Paus Borgia atau yang lebih dikenal dengan sebutan Paus Alexander VI, dinilai Paus paling buruk dalam sejarah. Dia dengan kontribusi anak-anaknya: Cesare dan Lucrezia dianggap telah menorehkan kerakusan akan harta, pembunuhan-pembunuhan, dan incest, yang menjadikan dirinya dan kedua anaknya disebut oleh Russell Aiuto (penulis artikel ini) sebagai the First Crime Family, Keluarga Kriminal yang Pertama. Bayangkan, seorang Paus mendapat julukan semacam itu. Bagaimana, orang-orang yang merasa dirinya muslim?

Secara berkala, hidayatullah.com akan mempublikasikan hasil riset Russell Aiuto ini. Sumber utama artikel ini adalah situs www.crimelibrary.com

***

Keluarga “Ganjil” Borgia

PARA penjaga kepausan mendorong para kriminal yang acak-acakan itu ke tengah alun-alun St. Peter. Mereka dibelenggu pada pergelangan tangannya dan dikumpulkan secara bergerombol di dekat pusat alun-alun. Para penjaga membentuk sebuah garis pada jalan masuk menuju alun-alun, menghalangi pelarian para tahanan. Para tahanan memandang ke atas, ke jendela-jendela Vatikan, di mana pada sebuah balkon kecil di sebuah jendela yang agak besar, Paus yang berusia 70 tahun Alexander VI (nama aslinya Rodrigo Borgia), berdiri bersama anak perempuannya yang berusia 20 tahun, Lucrezia Borgia. Keduanya tersenyum. Beberapa jendela di sebelahnya, dalam pakaian lengkap beludru hitam, adalah anak laki-laki Alexander, Cesare Borgia. Di sebelahnya berdiri seorang pembantu yang juga berpakaian hitam seluruhnya.

Di manakah para tahanan itu mendengar kata-kata belas kasih, sebuah keringanan dermawan atas perbuatan-perbuatan kriminal mereka, dari yang remeh sampai yang serius? Mungkin mereka terlalu berharap.

Tiba-tiba seorang tahanan jatuh, ditembak oleh Cesare. Para tahanan berhamburan seluruhnya di alun-alun, setelah tahu bahwa ada seseorang pada salah satu jendela itu yang menembak mereka. Setiap selesai sebuah tembakan, si pembantu memberi Cesare sepucuk senapan baru –terisi penuh dengan mesiu-, dan dia menembak lagi. Setiap tembakan diikuti oleh sebuah senapan baru dan tembakan lain. Dalam bilangan menit, seluruh tahanan itu mati.

Alexander melambaikan tangannya kepada sang anak. “Bidikan yang bagus, nak,” kata Paus. Cesare tersenyum dan balas melambai, lalu ia dan pembantunya meninggalkan jendela dan memasuki apartemen Vatikan. Empat orang pegawai, dengan menarik sebuah gerobak, mulai mengangkat mayat-mayat tersebut dan memasukkannya ke dalam karung goni. “Hasil panen” Cesare tersebut dibawa pergi, untuk ditenggelamkan ke dalam sungai Tiber.

Detil-detil gambaran di atas merupakan imajinasi, tetapi fakta-fakta dasar atas kejadian tersebut sepenuhnya benar. Johannes Burchard, kepala upacara kepausan, pembantu tuannya yang setia, Alexander VI, merekam gambaran di atas pada catatan hariannya.

Keluarga Borgia adalah sebuah keluarga yang ganjil dan amat membingungkan. Sebelas Kardinal Gereja Katolik Romawi Suci. Tiga orang Paus. Seorang Ratu Inggris. Seorang suci (Saint). Sebuah keluarga dengan tentakel-tentakel panjang yang bermula dari abad ke XIV di Spanyol, lalu merentang melalui sejarah abad XV dan XVI di Italia, Spanyol dan Perancis. Kerakusan, pembunuhan, incest, dan anehnya,……. juga saleh.

Warisan keluarga Borgia memperlihatkan dirinya sendiri dalam sebuah periode sejarah Italia yang paling gilang gemilang, dan karena itu dalam berbagai jalan, mendominasi Renaissance dengan kekuatan dan intrik selama lima puluh tahun. Melalui jalan-jalan tertentu, warisan itu terasa pengaruhnya pada gereja dan negara selama dua ratus tahun.

Dari keluarga yang terkenal karena nama buruknya ini, terdapat empat orang yang secara terpisah paling diingat secara samar-samar, sebagai contoh-contoh ketamakan dan kejahatan yang luar biasa. Dua di antaranya adalah Paus Callixtus III (Alonso Borgia) dan Alexander VI (Rodrigo Borgia). Lainnya, Cesare Borgia, sekali waktu menjadi seorang Kardinal yang naik ke posisi tersebut karena pengetahuan dan pengaruh sang ayah, Alexander VI. Selanjutnya, setelah meninggalkan ordo-ordo suci, menjadi seorang Duke yang bengis dan kejam. Anggota keempat menjadi sebuah kiasan untuk wanita jahat: Lucrezia Borgia, adik perempuan Cesare.

Ketika anggota-anggota keluarga lainnya membuat pertunjukan-pertunjukan penting pada drama kekuatan keluarga, empat orang ini membentuk nukleus untuk mana keluarga ini akan diingat sejarah. Mereka ganteng, ramah, tetapi juga amoral. Seperti don Mafia, mereka menginspirasikan kebanggaan dan loyalitas. Tetapi lebih dari segalanya, mereka menginspirasikan ketakutan:

“Aku berjumpa dengan Cesare kemarin di gedung di Trastevere; dia berpakaian berburu dengan kostum yang sepenuhnya duniawi: berpakaian sutra dan bersenjata. Ia hanya memakai sebuah tonsure kecil seperti seorang pendeta biasa. Aku berkuda ke arah yang berlawanan dengannya sebentar, kemudian berkuda bersama: aku berhubungan akrab dengannya. Ia memiliki tanda-tanda genius dan personalitas yang ramah, yang menampilkan dirinya bagaikan seorang pangeran. Ia terutama sekali bersemangat dan gembira serta amat menyukai keramaian. Archbishop ini tidak pernah punya keinginan untuk menjadi pendeta, tetapi para pendeta dermawan mengiriminya lebih dari 16.000 ducat setiap tahunnya.”

Andrea Boccaccio, tentang Cesare Borgia ketika menjadi pendeta, sebelum diangkat menjadi Kardinal.

Tidak seperti Caligula yang gila, yang membunuh untuk kesenangan, atau Nero dan para pendahulunya, yang membunuh untuk alasan dan pertimbangan politik; keluarga Borgia membunuh bukan hanya untuk kesenangan dan pertimbangan politik, tetapi juga untuk kekayaan pribadi. Mereka tidak dilambungkan bersama oleh ritual berdarah, tetapi oleh gen-gen pembawa sifat.

Paus-Paus Borgia

Siapa sebenarnya orang-orang ini? Darimana mereka datang, dan bagaimana caranya sehingga mereka naik menuju kekuasaan? Mereka mengawali dinasti mereka di Spanyol pada tahun-tahun terakhir di abad XIV, sebagai sebuah keluarga yang dikenal dengan nama de Borya.

Dua saudara sepupu Spanyol, Domingo de Borya dan Rodrigo de Borya menghasilkan anak-anak yang akan menggabungkan garis keturunannya ke dalam apa yang nantinya menjadi keluarga Borgia Italia. Anak perempuan Domingo, Isabella, menikah dengan anak laki-laki Rodrigo, Jofre.

Cerita dimulai oleh saudara Isabella, Alfonso de Borya, Paus Callixtus III. Sejarah keluarga mengenai ketamakan dan pengejaran kekuasaan politik di masa-masa sesudahnya, lahir bersama dia. Untuk memahami keluarga Borgia, sebagaimana terkenalnya keluarga de Borya di Italia, seseorang harus mengetahui tentang patriarch, yaitu orang-orang yang menjadi asal muasal sebuah keluarga yang melampaui kelebihan-kelebihan keluarga-keluarga lain pada suatu zaman, seperti misalnya keluarga Medici, Orsini, Sforza, dan keluarga della Rovere.

Keluarga Borgia mengawali sejarah mereka yang penuh warna dengan nepotisme dan akuisisi kekayaan pribadi, lalu beralih kepada agenda yang lebih rumit tentang pembunuhan-pembunuhan.

a. CALLIXTUS III (1378-1458, Paus dari tahun 1455-1458).

Paus Spanyol pertama, Callixtus III, sudah berusia 77 tahun ketika naik singgasana Petrus di tahun 1455; seorang kandidat kompromistis di antara fraksi-fraksi yang bertikai. Tua, dikuatkan lagi dengan janggut, ia kelihatan sebagai pilihan yang aman dan sementara. Ia memerintah hanya selama tiga tahun, tetapi dalam waktu yang pendek itu ia mampu mengangkat dua kemenakan laki-lakinya menjadi kardinal. Seorang di antaranya, Rodrigo, anak dari adik perempuannya, akhirnya menjadi Paus Spanyol kedua dan terakhir, Alexander VI yang keji.

Callixtus, terlahir sebagai Alfonso de Borya, sudah menjadi Kardinal di Valencia ketika di tahun 1429 Paus Martin V mempromosikannya kepada Bishop Valencia. Kardinal Alfonso yang berhasil mendekati Paus Prancis yang memusuhi kepausan Roma, Clement VIII, untuk menerima otoritas Martin, sepatutnya menerima penghargaan untuk pertolongannya dalam mengakhiri the Great Schism (Perpecahan Akbar) pada Gereja Katolik, di mana dua orang Paus tersebut, satu di Prancis dan satu di Roma, memerintah Gereja.

Sebagai Paus, Callixtus segera mengorganisasi sebuah perang salib untuk membebaskan Constatinopel dari bangsa Turki. Untuk membiayai proyek ini, dia menjual karya-karya seni dari emas dan perak, buku-buku berharga, menjual keikutsertaan atau jabatan –jabatan-jabatan dalam urusan Kardinal, pembatalan-pembatalan dana untuk daerah-daerah kepausan-, dan pembebanan pajak. Dia hanya menuai sedikit sukses dari proyek tersebut, karena kebanyakan penguasa-penguasa Kristen Eropa tidak tertarik dengan alasan-alasan pelaksanaan perang salib itu dan menolak berpartisipasi. Para raja-raja Eropa mendukung perang salib secara prinsip, tetapi tidak dengan kekuatan yang nyata.

Tetapi cara-cara Callixtus yang tidak benar dalam memperoleh uang, nepotismenya yang arogan, dan keputusan-keputusannya yang cenderung kasar melawan orang-orang Yahudi, telah menciptakan oposisi di Perancis, Jerman dan negara asalnya, Spanyol. Ketika dia meninggal, orang-orang Italia mengalihkan kemarahannya kepada jenderal-jenderal dan administrator-administrator Callixtus, dan menceburkan Roma ke dalam teror. Orang-orang Spanyol –yang disebut Catalan- dicaci maki. Hanya kemenakan Callixtus yang pintar, Kardinal Rodrigo Borgia, lolos dari kemarahan massa.

Untuk menunjang keinginannya menciptakan seorang Paus masa depan dalam diri kemenakannya Rodrigo (terpisah dari masa kepausan Callixtus oleh empat orang Paus dan masa 34 tahun), Callixtus juga teringat untuk membatalkan hukuman terhadap Joan of Arc dan mengampuninya dari tuduhan bid’ah, di mana pembatalan itu merupakan konsesi politik untuk mengubah sikap terhadap Gadis dari Orleans (the Maid of Orleans) tersebut.

Secara kebetulan, dia meninggal saat Pesta Transfigurasi (6 Agustus 1458), sebuah hari suci yang dia ciptakan setelah kekalahan bangsa Turki di luar Belgrado. Hari itu tetap merupakan hari suci dalam pandangan Gereja Katolik Roma modern dan the Anglican Communion (Komunitas Anglikan). Dia dimakamkan di Gereja Spanyol di Roma.

Callixtus mungkin bukan seorang pembunuh, tetapi secara politis ia zalim, kejam, tamak, dan dengan berbagai jalan mengatur agenda keturunan Borgia yang akan mengikuti jejaknya.

b. ALEXANDER VI (1431-1503, Paus dari tahun 1492-1503).

Alexander adalah Paus yang terkenal paling buruk dalam sejarah. Dia memimpin sebuah kepausan yang penuh dengan nepotisme, kerakusan, kekejaman, pembunuhan, dan sebagaimana Mc Brien menyebutnya, “unbridled sensuality” (“sensualitas yang tak terkendalikan”). Dia menjadi figur utama dalam saga keluarga Borgia, baik sebagai seorang pemelihara kejahatan, maupun sebagai fasilitator aktivitas-aktivitas kedua anaknya yang paling terkenal, Cesare dan Lucrezia.

Paus Spanyol yang kedua dan yang terakhir ini secara harfiah membeli kepausannya dengan penyuapan-penyuapan. Seperti “pembelian” pemilihan Paus yang disebut “simoniacal”, yang diselesaikan dengan mudah melalui pemungutan suara oleh tujuh belas orang dari dua puluh dua orang Kardinal yang tamak untuk Paus yang baru.

No comments: